-; echo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Project : Melancholia

Title : Echo

Pairing : Miya Atsumu x Reader

Author : GXMYUN9

Happy Reading!

.

.

.

4 pemuda tersebut sedang berkumpul di salah satu kedai kecil. Mereka baru saja pulang latihan Voli bersama rekan-rekannya. Sebut saja mereka adalah Miya Atsumu, Hinata Shoyou, Sakusa Kiyoomi, dan Bokuto Koutaro. 4 sekawan yang sekarang berada di sebuah klub ternama MSBY Black Jackal tersebut biasa mampir di kedai makanan setelah latihan selesai. Awalnya tempat itu adalah kedai langganan Shoyou dan Atsumu biasa makan berduaan, tapi karena seringnya mereka ber-4 pulang bersama, kini mereka selalu makan bersama-sama di kedai tersebut.


"Ahh... Kenyang~" ujar Atsumu yang mengenakan kaus hitam polos sembari menyandar ke dinding.

"Pulang nanti semoga Osamu tidak memaksaku makan malam lagi." lanjutnya.

"Tsumu, kenapa kau tega sekali dengan saudaramu sendiri. Bukankah lebih baik begitu, maksudku kau pulang latihan masih ada yang mau menyuguhimu makan malam." kata si surai dwi warna, Kotarou.

"Ah tidak, aku bosan tiap hari makan masakan Samu." Atsumu membuang wajah malas saat ia masih menyandar karena kekenyangan.

Di sebelah Atsumu, ada Shoyou yang masih mengunyah beberapa makanan yang tersisa. Lalu, di depan Shoyou ada Kiyoomi yang terlihat santai sekali memakan makanan miliknya sendiri, benar-benar higienis. Orang yang peduli kebersihan seperti Kiyoomi menggunakan adat yang sopan dalam makan, tidak seperti Shoyou dan Kotarou saat ini yang tengah lahapnya memakan makanan yang tersisa.

"Hei," Atsumu memanggil saat pandangannya sedang kosong tengah memikirkan sesuatu. "Sepertinya aku sedang jatuh cinta."

Bwuuzzh!!!

Shoyou dan Kotarou menyemburkan makanan mereka secara bersamaan.

"Tsumu! Kau tidak sakit 'kan?!" tanya Kotarou dengan sisa makanan masih menempel di dekat bibirnya.

"Ah entahlah, kejadian ini sih sudah lama sekali. Tapi yang jelas aku selalu memimpikannya, sehingga... Aku jatuh cinta pada dirinya." ujar Tsumu dengan wajah tanpa ekspresi dengan pandangan kosong.

Kiyoomi yang melihat temannya itu pun mulai berdehem, "Wajar saja, playboy sepertimu kan mudah sekali jatuh cinta. Toh, belum lama ini kau mulai mengincar salah satu pemain baru dari klub voli wanita, siapa namanya?"

"Tenkawa-chan! Benar bukan? Soalnya aku sering melihat Miya-san dan Tenkawa-chan di wawancara bersama." spontan Shoyou yang membuat Atsumu menjitak pucuk kepala si jeruk keprok tersebut.

"Bodoh, aku dan Kein hanya melakukan wawancara saja, tidak lebih. Lagipula perempuan itu sudah memiliki kekasih." ujar Atsumu.

"Jadi, kau jatuh cinta dengan perempuan tidak nyata dong?" tanya Kotarou.

"Tidak, perempuan di mimpiku ini adalah adik kelasku dulu. Tapi sampai sekarang ini aku tidak tahu dia dimana."

Kini semuanya selain Atsumu saling berpandangan.

Miya Atsumu POV

Aku kembali membuka mataku, kini aku terbangun sambil duduk di sebuah meja makan yang begitu mewah dengan beberapa makanan manis di atasnya. Aku melihat sekelilingku dan tempat ini terlihat seperti suasana kerajaan pada zaman dahulu. Tempatku berada saat ini berada di sebuah balkon istana yang begitu luas dengan tumbuhan cantik yang indah tumbuh di dekat pembatas balkon dengan ukiran pagar pembatas yang sangat cantik.

Lalu aku melihatnya.

Sosok perempuan cantik bersurai (Hair Color) tengah berdiri sembari bermain dengan kupu-kupu warna-warni yang terbang. Kemudian netra kami tertaut saat perempuan tersebut menatapku dengan senyuman mengembang. Ahh... Sungguh cantik sekali.

Aku berdiri dan berjalan mendekati perempuan tersebut, gaun putih dengan gradasi abu-abu terlihat sangat cocok sekali untuk dirinya, lalu aku berpakaian seperti seorang pangeran di dunia fantasi-fantasi pada umumnya. Ku raih pinggan perempuan tersebut hingga kini kami saling bertatapan.

"Kau hadir lagi?"

Perempuan tersebut mengangguk. Lalu kemudian ia mendorongku pelan dan mulai menggunakan bahasa itu. Bahasa isyarat.

Iya, perempuan tersebut tidak bisa berbicara, jadi untuk berkomunikasi denganku, ia menggunakan tangan dan jari-jarinya untuk mengatakan semuanya kepadaku.

"Te.ri.ma.ka.sih." itu isyarat yang ia tunjukan kepadaku dengan kedua tangannya.

Ia tersenyum lebar, sedangkan aku mengernyit tak paham apa maksudnya.

"Maksudmu?" tanyaku.

Lagi-lagi ia tersenyum memandangku, lalu di bagian ini membuatku sangat sakit. Ia mulai menggerakkan kedua tangannya dengan isyarat yang tak mau aku lihat atau aku ketahui.

"Se.la.mat.ting.gal."

Normal POV

"TIDAK!"

Napasnya terengah. Ia langsung terbangun dari tidurnya dengan keringat yang bercucuran dari wajahnya. Atsumu memimpikannya lagi, namun mimpi itu terasa sangat nyata baginya. Dimana perempuan itu dengan jelas mengisyaratkan kalau itu adalah sebuah perpisahan.

Cklek!

"Hei, kenapa kau berteriak? Terdengar sampai kamarku loh."

Dari pintu kamar, Atsumu melihat saudara kembarnya, Miya Atsumu.

"Maaf Samu, aku baru saja mimpi buruk." napas Atsumu masih terengah.

Atsumu membuka selimut yang menutup kakinya, lalu kedua kakinya turun dari ranjang tempat tidur, "Sudahlah, kau tidur lagi sana."

Osamu yang melihat itu hanya memandang punggung Atsumu yang sedang menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Entah kenapa belakangan ini Osamu terus memikirkan keadaan Atsumu yang semakin aneh. Osamu pikir keadaan saudaranya tersebut ada sangkut pautnya dengan mimpi yang terus datang saat Atsumu tertidur.

"Baiklah, selamat malam." Osamu pergi lagi dan menutup pintu kamarnya.

Beberapa hari kemudian...

Di sebuah kafe yang cukup ternama di kota Tokyo, Miya Atsumu sedang duduk di kursi dekat jendela kaca besar. Malam ini pemuda itu berpakaian layaknya seorang pria misterius dengan topi, kacamata hitam, dan juga masker. Ia berpenampilan seperti itu karena takut jika ada fans nya yang datang dan mengganggu hari-harinya yang saat ini sangat buruk.

Kring!

Pintu kafe terbuka, lalu terlihat seorang perempuan bersurai coklat pendek bergelombang sebahu datang dengan pakaian kasualnya. Dialah Tenkawa Kein, perempuan yang di panggil oleh Atsumu ke kafe ini.

"Ah itu dia." Kein berjalan mendekati meja Atsumu berada dan kini duduk di kursi depan Atsumu.

"Doushita no, Atsumu-san?" tanya Kein saat ia sudah duduk di depan Atsumu.

"Ada yang mau aku ceritakan padamu Kein, aku tidak tahu harus menceritakan hal seperti ini ke siapa lagi." jawab Atsumu sembari mengaduk-aduk kopi di atas meja.

"Oh," Kein terkekeh sesaat. "Wait, wait, wait... Tidak biasanya Atsumu-san seperti ini loh, ada apa, hm?"

Atsumu menghela napas, "Kau tahu kan kalau aku sering bercerita kepadamu tentang mimpiku?"

Kein mengangguk-angguk, "Ya, kau selalu menceritakan hal itu di saat kita sedang berdua. Mmm... Maksudku, di saat kita sedang ada panggilan untuk... Wawancara(?)" Kein menampilkan sederet giginya kepada Atsumu.

Atsumu melepas kacamatanya dan juga menurunkan masker yang ia kenakan ke dagu.

"Dengar, belakangan hari ini aku tidak pernah memimpikannya lagi."

"Oh."

"Terasa sangat hampa sekali, Kein. Setiap hari aku selalu berusaha untuk terus memimpikannya, namun terakhir kali aku bertemu dengannya di dalam mimpi, ia menggunakan bahasa isyarat dan mengucapkan selamat tinggal kepadaku."

Kein menopang dagu sambil tersenyum, "Kenapa terlihat semuanya telah berakhir sih, Atsumu-san kan tinggal bertemu saja dengannya. Toh, Atsumu-san bilang kalau perempuan di dalam mimpi Atsumu-san adalah adik kelas Atsumu-san dulu."

"Iya tapi aku harus bagaimana, Kein? Aku sudah menceritakan semuanya padamu bukan soal adik kelas yang ada di dalam mimpiku ini?" Atsumu nampak terlihat kesal pada dirinya sendiri.

"Dulu saat SMA aku memang selalu memperhatikan perempuan sana-sini, baiklah aku mengakui kalau diriku ini adalah seorang 'player' yang sangat brengsek. Kau tahu kan kalau aku pernah melukai perasaannya? Dulu dia sering memberiku semangat lewat tulisan bahkan sering menyatakan perasaannya lewat surat-surat, tapi surat itu tidak pernah ku baca namun ku buang, bahkan kejamnya lagi aku membakar surat itu dengan mengatakan kalau hal itu tidak berguna. Lalu...."

Penjelasan Atsumu berhenti tiba-tiba saat ia mengingat kejadian fatal yang telah membuat perempuan bisu yang ceritakan itu menerima ucapan kasar dari Atsumu.

Kejadian itu terjadi saat kegiatan malam prom SMA Inarizaki. Namun sebelumnya ada kejadian lain, kejadian yang dimana perempuan yang berada di mimpi Atsumu tersebut mengajak Atsumu untuk pergi ke Prom bersama dengan dirinya, namun hal tersebut Atsunu tolak mentah-mentah karena Atsumu tidak mau dengan perempuan bisu seperti itu datang ke prom bersamanya.

Setelah perempuan bisu tersebut mendapatkan penolakan dari Atsumu, Atsumu kaget jika perempuan tersebut datang ke prom bersama kakak kelasnya, Kita Shinsuke, yang merupakan kapten tim Voli dan juga rekan tim Atsumu. Shinsuke dengan senang hati mengajak perempuan bisu itu ke prom, perempuan tersebut mengenakan gaun yang cukup mewah dengan riasan yang sederhana dan terlihat cantik. Namun bagi Atsumu itu tetap saja sebuah Aib karena Shinsuke berani mengajak perempuan bisu seperti itu.

Di depan orang banyak, Atsumu berkata kepada Shinsuke mengenai perempuan bisu itu.

"Kita-san kok mau sih sama dia, dia itu stalker ku loh, bisu lagi."

Begitu kata-kata tersebut terlontar, perempuan tersebut merintikan air matanya dan berlari meninggalkan acara prom. Shinsuke mengejarnya, namun sebelum itu ia memberikan peringatan kepada Atsumu kalau kata-kata Atsumu benar-benar keterlaluan.

Sampai segitu Atsumu mengingat ingatannya tentang perempuan bisu itu. Ia menceritakan semua kejahatan yang ia lakukan dulu ke perempuan bisu tersebut kepada Kein yang masih setia mendengar cerita Atsumu.

"Aku benar-benar...." Atsumu sulit untuk berkata-kata, saat ini ia menahan tangis dan emosi atas dirinya sendiri. "Apa ini yang dinamakan Karma? Dan itu pertama kalinya aku menyakiti perasaan perempuan."

Kein tersenyum mendengarnya, ia mengelus-elus lengan Atsumu dan berusaha menenangkan seniornya di dunia pervolian itu.

"Sudahlah Atsumu-san, masa lalu memang tidak bisa di ubah. Sekarang bukan saatnya kau memikirkan masa lalu seperti itu. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi bagiku saat ini bukanlah akhir segalanya untuk Atsumu-san. Atsumu-san pergi saja ke Hyogo untuk bertemu dengannya lagi, lalu ceritakan semua perasaan hingga amarah Atsumu-san kepada perempuan itu." Kein terus mengelus lengan Atsumu.

"Aku tidak bisa membantu banyak untukmu. Sebenarnya aku tidak tahu apakah kesempatan kedua masih ada atau tidak, tapi sebaiknya jika Atsumu-san masih memikirkan hal ini, toh lebih baik Atsumu-san bertemu dengannya. Ah siapa nama perempuan itu?"

Atsumu tersenyum, "(Full Name)."

Kein ikut tersenyum, "Ah aku senang Atsumu-san menyebut nama (Last Name)-san dengan senyuman seperti itu. Sudah ya, jangan terlalu di pikirkan, besok kenapa kau tidak ke Hyogo saja untuk menemuinya, hm? Hinata bilang kalau kalian libur latihan tiga hari."

Atsumu mengangguk-angguk dan kemudian ia menggenggam tangan pucat Kein, "Terima kasih Kein, besok aku akan pergi ke Hyogo."

Dengan bantuan Informasi yang diberikan oleh Osamu, kini Atsumu berada di depan sebuah rumah di dekat pesawahan. Rumah itu adalah milik kakak kelasnya dulu saat SMA, Kita Shinsuke.

"Benar ini kan rumahnya?" ujar Atsumu yang keluar dari mobilnya.

Baru saja pemuda tersebut hendak masuk ke rumahnya, tiba-tiba pintu terbuka dan muncul seseorang yang di cari oleh Atsumu.

"Atsumu?"

Shinsuke menuangkan teh ke gelas keramik di depan Atsumu yang sedang duduk melihat gelas keramik tersebut. Shinsuke memberikan sebuah senyuman gembira karena adik kelasnya dulu tiba-tiba mampir begitu saja.

"Wah... Aku pikir setelah menjadi pemain pro, kau akan melupakanku." ujar Shinsuke yang kini sudah duduk di depan Atsumu.

"Maaf aku kesini tidak memberitahumu terlebih dahulu, Kita-san."

"Iya tidak apa-apa, ngomong-ngomong ada apa nih? Tadi kau bilang ada sesuatu hal yang penting yang ingin di bicarakan."

"Apa kau tahu dimana rumah (Full Name)? Dulu saat malam prom, kalian terlihat dekat sekali, jadi aku ingin meminta maaf kepadanya."

Shinsuke tidak merespon, ia masih memasang wajah datar seperti biasanya. Atsumu yang tadinya merunduk kini mengangkat kepalanya dan menatap Shinsuke.

"Aneh sekali ya tiba-tiba aku berkata seperti ini. Padahal saat itu aku sudah berkata kasar kepadanya."

"Tidak kok, justru itu hal yang wajar. Kau memang harus minta maaf pada perempuan itu. Tapi ngomong-ngomong, kenapa kau bisa mengingat (Last Name)?"

"Apa kau mau dengar cerita aneh dari orang aneh sepertiku ini, Kita-san?"

Shinsuke terdiam.

"Saat tertidur aku sering bermimpi bertemu dengan dirinya, kemudian... Aku jatuh hati padanya."

Shinsuke membuang napas dan meminum teh dari gelas keramik, "Dasar. Sekarang kau pasti benar-benar di selimuti rasa bersalah 'kan?"

"Ya, benar-benar di selimuti rasa bersalah yang sangat mendalam, Kita-san."

Shinsuke berdiri, "Baiklah kalau begitu, mungkin aku libur dulu untuk pergi ke ladang hari ini. Kau tepat sekali datang di tanggal ini, mari ku antar kau ke tempatnya."

Di mobil Atsumu, dua pemuda alumni dari SMA Inarizaki tersebut saling berdiam diri. Kini Atsumu sedang mengendarai mobilnya di sebuah jalanan desa yang terjal. Sebelum ke tempat (Name), Shinsuke meminta Atsumu untuk mampir sebentar ke toko bunga. Atsumu tidak tahu kenapa Shinsuke meminta Atsumu harus membeli bunga untuk (Name), saat di tanya Shinsuke hanya mengatakan, kau akan tahu nanti.

Atsumu tidak curiga sama sekali, bahkan pikirannya saat ini adalah menemui (Name) dan meminta maaf sedalam-dalamnya kepada perempuan bisu itu, lalu ia juga akan menyatakan perasaannya langsung.

"Di pertigaan belok ke kiri." ujar Shinsuke.

Atsumu menyalakan lampu sen kiri dan belok ke kanan, disitu ia melihat beberapa pohon yang rindang berjajar dengan dedaunan yang berjatuhan. Lalu tidak jauh dari situ, mobil Atsumu berhenti dan kedua pemuda tersebut keluar dari mobil. Atsumu juga mengambil se-bucket bunga yang ia beli atas perintah Shinsuke.

Kedua netra Atsumu bergetar hebat saat ia berdiri di anak tangga dan melihat pemandangan yang ia lihat saat ini. Iya, sebuah makam yang berjajar sangat banyak.

"Kita-san... Ini..." suara Atsumu terdengar sakit.

Shinsuke berjalan mendahului Atsumu, "Ada apa, katanya kau mau bertemu dengan (Name)."

"Kau tidak bercanda 'kan? Kenapa kau mengajakku kesini, Kita-san!" Atsumu dengan logat kansainya bersuara keras hingga ia menarik kerah baju Shinsuke.

"Kau yang memintaku untuk bertemu dengannya 'kan? Nah, sekarang ayo biar ku tunjukkan sesuatu padamu, Miya Atsumu." Shinsuke meraih tangan Atsumu dan menariknya untuk menaiki anak tangga.

Lalu mereka berdua mulai berjalan melewati beberapa makam. Hingga sampai di sebuah Nisan batu yang bertuliskan nama (Last Name).

"Disini." ujar Shinsuke.

Shinsuke melepaskan tangan Atsumu dan Atsumu begitu hancur sekali melihat Nisan yang bertuliskan nama tersebut. Pemuda bermarga Miya tersebut terjatuh begitu saja dan bertekuk lutut dengan linangan air mata.

"Tidak... Ini...."

"Atsumu, kau ingat saat prom waktu itu? Kata-katamu benar-benar menusuk perasaannya, padahal saat itu ia ingin mengatakan semuanya kepadamu. Lalu, bukankah semenjak kejadian itu kau tidak lagi menerima surat darinya?"

"Ya." suara Atsumu masih terdengar sakit.

"Malam dimana aku mengejar dirinya, aku melihatnya sedang menangis. Aku mendekatinya dan berusaha membuatnya tenang agar ucapanmu itu tidak membuat dirinya sesakit itu. Namun kau tahu apa yang ia ceritakan? Ia yang bisu mengatakan dengan sebuah bahasa isyarat kalau dirinya akan pindah sekolah, maka dari itu sebenarnya malam prom tersebut lah kesempatan terakhir (Name) untuk menemuimu." jelas Shinsuke.

Atsumu menangis, menangis sejadi-jadinya, "SIAL! KENAPA HARUS ADA KATA PENYESALAN! KENAPA!" tangisnya menggelegar hingga ia memukul tanah.

"Andai saja waktu bisa berputar lagi..." Atsumu mengingat senyuman (Name) di dalam mimpinya.

"Aku berjanji tidak akan pernah menyakitinya lagi... Huk..."

Shinsuke yang berdiri di sebelah Atsumu yang sedang bertekuk lutut melihat ke bawah. Shinsuke belum menjelaskan semuanya kenapa saat itu (Name) mengatakan kalau itu adalah kesempatan terakhir (Name) bertemu Atsumu.

"Atsumu, kau kenapa?" tanya Shinsuke.

Atsumu mengangkat kepalanya, "Sudah jelas bukan, aku sedang menerima pembalasanku dengan sebuah penyesalan yang teramat dalam Kita-san."

"Ya, aku paham. Tapi kenapa kau begitu histeris sekali? Kau tidak malu di lihat olehnya, hm?"

"Aku tidak malu Kita-san, mana mungkin aku malu di depan Nisan bertuliskan namanya ini."

Plak!

Shinsuke memukul belakang kepala Atsumu, "Kau bicara apasih, bodoh. Coba lihat ke kiri mu. Apa kau tidak malu di lihat olehnya?"

Atsumu membulatkan kedua matanya dengan wajah yang hancur berantakan karena air mata. Ia menoleh ke kiri dan melihat seorang perempuan datang bersama seorang nenek tua. Terkejut bukan main saat ia melihat perempuan yang ingin ia temui datang bersama neneknya.

"Eh?" Atsumu mengedipkan mata 2 kali.

Shinsuke menghela napas panjang, "Haduh... Kau mikir apasih. Semenjak jadi pemain pro sudah pasti pikiranmu di penuhi hal-hal negatif. Coba lihat lagi nama di Nisan itu, nama Marganya memang sama tapi itu adalah adik laki-laki (Name)."

Atsumu kembali melihat nisan tersebut dan disitu tertulis nama (Brother Name).

"Saat itu memang (Name) mengatakan padaku kalau itu adalah kesempatan terakhir nya untuk bertemu denganmu, itu karena ia harus pindah sekolah dan juga pasti akan sangat sibuk mengurusi adiknya yang saat itu sedang sakit. Tepat hari ini adalah tiga tahunnya kepergian adik (Name)."

Atsumu berdiri dan mengangkat bucket bunganya, "Tapi Kita-san... Kenapa kau tahu banyak sekali?"

Shinsuke facepalm, "Haahh... Kau ini banyak tanya sekali, sudah jelas bukan karena aku khawatir dengannya sejak malam prom dimana kau melukai perasaannya. Semenjak saat itu aku sering menghubunginya lewat pesan surel."

Atsumu terdiam lalu ia kembali melihat perempuan berpakaian gadis desa yang sedang menggandengan tangan sang Nenek yang sudah tua renta.


Setelah pulang dari makam, kini Shinsuke dan Atsumu di ajak main ke rumah (Name). Rumahnya sangat tradisional sekali, karena sudah jelas rumah tersebut berada di sebuah desa yang asri. Kedua pemuda tersebut di suguhi makanan manis oleh (Name) dan juga Neneknya.

"Nak Shinsuke, kita bertemu lagi ya. Bagaimana keadaanmu? Sudah tiga tahun kita tidak bertemu." ujar sang Nenek.

Shinsuke tersenyum sembari menikmati suguhan teh panas dari (Name), "Aku baik-baik saja Nek."

"Oh, lalu siapa dia? Nenek baru bertemu dengannya."

(Name) yang duduk di sebelah Neneknya memperkenalkan seorang pria bermarga Miya tersebut dengan bahasa isyarat.

"Na.ma.nya Mi.ya. At.su.mu-san, nek. Di.a ka.kak ke.las.ku du.lu sa.at di S.M.A."

"Oh jadi dia laki-laki yang sering kau ceritakan pada (Brothers Name) dulu ya? Nenek baru tahu ternyata orangnya sangat tampan sekali ya."

(Name) tersenyum mengangguk-angguk. Namun perempuan tersebut menatap Atsumu dengan tatapan bertanya-tanya, sedari tadi Atsumu terus diam merunduk dengan wajah yang terlihat seperti orang bersalah. Shinsuke yang melihat itu berusaha untuk mendekatkan (Name) dengan Atsumu, lalu pemuda yang berprofesi sebagai petani tersebut meminta Nenek (Name) untuk mengobrol di luar.

"Ah Nenek, sudah lama tidak minum teh sambil melihat ikan koi di belakang rumah. Kita kesana yuk Nek." ajak Shinsuke.

"Ho-ho! Nak Shinsuke benar-benar tidak berubah ya, ayo temani Nenek memberi makan ikan-ikan koi Nenek. Sekarang ikan Koi nya ada banyak loh."

Shinsuke berdiri dan sekilas ia membisikkan Atsumu, "Cepat curahkan semua yang ingin kau katakan kepada (Name)."

Shinsuke berdiri dan membantu sang Nenek untuk berjalan menuntunnya ke belakang rumah. Dan kini hanya tersisa Atsumu dan (Name) saja.

(Name) nampak terlihat canggung saat ia berhadapan dengan Atsumu, apalagi sekarang ia berhadapan dengan seorang atlit pro yang sering ia lihat di televisi. Perempuan tersebut berdiri dan mengambil sesuatu di sebuah lemari buku-buku, ia mendapatkan sebuah buku tulis dan juga sebuah pensil.

(Name) menulis sesuatu di buku tersebut di depan Atsumu yang masih belum berani mengungkapkan kesalahannya dulu.

'Atsumu-san apa kabar'

(Name) menulis kata-kata itu di buku tersebut. (Name) sangat ingat sekali saat dulu Atsumu sangat benci berbicara dengannya dengan bahasa isyarat, maka dari itu (Name) menuliskannya di sebuah buku.

"Tidak usah dengan buku juga tidak apa-apa (Name), sekarang aku sudah mengerti bahasa isyarat." ujar Atsumu. Lalu Atsumu menggerakkan tangannya sebagai jawaban dari pertanyaan (Name).

"A.ku. Ba.ik-ba.ik sa.ja. Ba.gai.ma.na. De.ngan.mu?"

(Name) tersenyum senang karena Atsumu sekarang bisa menguasai bahasa Isyarat. Tentu saja ia bisa, ia bisa menggunakan bahasa isyarat tersebut melalui mimpinya saat bertemu dengan (Name).

(Name) membalas Atsumu dengan mengartikan kalau dirinya baik-baik saja. Lalu disitu lah percakapan keduanya terus berlanjut hingga mereka menceritakan perjalanan karir mereka semenjak mereka sudah menginjak usia 20 tahunan. (Name) sudah tahu kalau Atsumu saat ini adalah seorang atlit pro yang biasa muncul di televisi, namun Atsumu tidak tahu apa kesibukan (Name) semenjak pertemuan terakhir mereka di malam prom itu.

(Name) bercerita menggunakan bahasa isyarat yang ia gunakan. Semenjak lulus dari SMA baru (Name), (Name) memutuskan untuk berkuliah dengan jalur beasiswa mengambil ilmu keperawatan. Perempuan tersebut kini sudah mendapatkan gelarnya hingga ia saat ini bekerja di sebuah klinik desa.

"Apa motivasimu menjadi seorang perawat, (Name)?" tanya Atsumu.

(Name) tersenyum sedih, hingga ia menjelaskan semuanya kepada Atsumu dengan bahasa isyarat dan juga suara dari mulut yang terdengar tidak cukup jelas. Ia mengatakan kalau ia mau jadi perawat karena ia mau merawat orang-orang agar tidak ada lagi korban seperti adiknya yang jatuh sakit kemudian meninggal.

Atsumu terkejut mendengarnya. Laki-laki tersebut benar-benar di buat terpukau oleh perempuan yang pernah ia lukai perasaannya. Lalu, (Name) mulai menceritakan lagi bagaimana kisahnya pada saat itu. Ia terus menggunakan bahasa isyarat kepada Atsumu dengan suara yang terbatas.

"Aku sangat sedih sekali saat itu, aku berusaha sekuat mungkin untuk membantu adikku pulih kembali. Namun di usianya yang baru menginjak tujuh tahun, tuhan sudah memanggilnya. Aku benar-benar terpuruk hingga keadaanku sangat kacau. Di dunia ini aku sudah tidak memiliki keluarga lagi selain Nenek. Ibu dan Ayahku meninggal dunia saat adikku menginjak usia dua tahun. Aku pernah depresi saat itu, namun untung saja saat Kita-san sangat baik padaku sehingga aku di perbolehkan berteman baik dengan dirinya." jelas (Name) dengan sebuah bahasa isyarat.

Atsumu langsung menyadarkan dirinya, ia memang laki-laki brengsek. Ia tidak tahu jika (Name) seorang yatim piatu, dulu saat (Name) sekolah di SMA Inarizaki, Atsumu terus menerus membuat perasaannya terluka, namun (Name) dengan gigihnya tidak pernah menyerah pada Atsumu.

"(Name)," Atsumu memanggil. "Aku tahu ini terdengar sangat konyol, kau juga pasti bertanya-tanya bukan, kenapa aku mengunjungimu seperti ini padahal dulu aku sudah berbuat keterlaluan kepadamu? Aku kesini karena kau selalu datang di dalam mimpiku. Kau selalu memberiku senyuman manis seperti ini, namun aku tahu di balik senyuman itu kau menyimpan banyak sekali kesedihan bukan? Apalagi semenjak kata-kata kasarku waktu itu dan membuat perasaanmu terluka." Atsumu menangis dan kini pemuda itu memegang kedua tangan (Name).

"Dari lubuk hatiku yang terdalam, aku mau meminta maaf apa yang telah aku perbuat kepadamu dulu. Aku benar-benar menyesal atas perlakuanmu padaku. Sekarang kau boleh memandangku rendah, sama seperti saat diriku memandangmu rendah saat di sekolah dulu."

Atsumu menangis sembari menggenggam tangan (Name) dengan kedua tangannya. (Name) tersenyum dan ia melepaskan genggaman tangan Atsumu, ia melepaskannya untuk mengganggam tangan Atsumu kembali. Perempuan tersebut menggeleng-geleng dan menggunakan tangan kirinya di saat tangan kanannya sedang memegang tangan Atsumu untuk menggunakan bahasa Isyarat.

"A.ku. Su.dah. Me.ma.af.kan.mu At.su.mu-san. Yang la.lu bi.ar.lah ber.la.lu. Ja.ngan. Me.ra.sa ber.sa.lah."

Atsumu tersenyum di saat cairan bening masih mengalir dari kedua sudut matanya.

"Terima kasih, (Name). Lalu..." Atsumu merogoh sesuatu di saku celananya. Ia mengeluarkan sebuah kotak cincin kecil berwarna merah. Atsumu membuka kotak kecil tersebut dan terlihat ada sebuah cincin dengan polos dengan tulisan di depan cincin terpeta nama 'Miya Atsumu'

"Aku masih belum bisa menghilangkan sisi Egoisku, dengan begini..." Atsumu memakaikan cincin tersebut ke jari manis tangan kiri (Name).

"Kau milikku, di dunia ini. Bukan lagi di dunia mimpi."

fin. echo
_______________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro