-; violeta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Project : Melancholia

Title : Violeta

Pairing : Miya Osamu x Reader

Author : kageyamaaaa_

Happy Reading!

.

.

.



"You, would you trust me? Would you open your heart up more to me?"


Angin sore bertiup pelan. Rambut panjang seorang gadis yang sedang berada disebuah taman pun ikut bergerak. Tangan mungil gadis itu mencoba merapikan rambutnya, sedangkan tangannya satu lagi yang bebas membelai kelopak bunga violet yang berada dalam jangkauannya. Sepasang kakinya yang memakai ankle boots hitam melangkah lincah diatas rerumputan. Senyumnya terkembang melihat hamparan bunga favoritnya itu yang membentang luas.

Tepat ditengah taman, gadis itu berhenti. Menghirup udara sore yang segar sambil mendongak, memerhatikan matahari yang bersembunyi dibalik awan.

Seorang lelaki memerhatikan punggung sang gadis dari kejauhan sambil tersenyum tipis. Dimata lelaki itu, (Full Name), sang gadis beriris mata hitam pekat itu seolah menikmati apa yang dilakukannya.

"Osamu!" panggil gadis itu tiba-tiba sambil berbalik, membuat lelaki itu sedikit terperanjat. "Kemarilah! Jangan hanya melihat dari jauh!"

Miya Osamu, lelaki bersurai abu-abu itu tersipu. Malu karena ketahuan melihat dari jauh. Ia lantas berjalan mendekat, daun dan bunga yang tertidur di tanah dihindarinya dengan hati-hati karena takut terinjak. "Bagaimana ia tahu kalau aku disini?" gumamnya pelan.

Sekarang, tepat saat Osamu berada didepan (Name), kedua iris kelabunya bisa melihat dengan jelas senyum jahil si gadis terkembang. "Kau pasti bertanya kenapa aku bisa tahu kau disana,"

"Tentu saja," Osamu memiringkan kepalanya sedikit. "Kau seperti cenayang saja, (Name),"

Mata (Name) menyipit. "Kuharap kau tidak lupa setajam apa pengelihatanku, Osamu," ia berujar sambil mendekat pada Osamu. Kedua kakinya berjinjit, mencoba mensejajarkan wajah mereka karena Osamu lebih tinggi.

Osamu mengacak poni depan (Name) dengan tangannya. Ia gugup, namun memilih tak berucap sepatah katapun. Berusaha agar terlihat biasa saja didepan (Name).

(Name) menepis tangan Osamu sengit. Ia menatap Osamu galak, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum kecil. Jujur saja, Osamu menyukai respon sang gadis. Ah, tidak. Bukan hanya respon dari (Name) yang ia sukai.

"Sejak kapan kau gemar bermain di taman, (Name)?" Osamu mengedarkan pandangan.

"Hm, entahlah." (Name) merapikan poni serta rok panjangnya yang ditiup angin. "Aku kemari karena Hitoka-chan bilang kalau bunga violet ini memiliki arti. Lucu, ya, aku baru tahu padahal selama ini aku menyukai bunga ini."

"Arti apa?" Tanya Osamu.

"Kerendahan hati dan keteguhan cinta sejati,"

Salah satu alis Osamu terangkat. Ia hendak membantah ucapan (Name), mengatakan bahwa itu hanya bualan belaka. Namun, setelah melihat wajah (Name) dari samping yang tersenyum, niatnya rusak.

Jantungnya justru berdebar keras.

Osamu menghela napas, lantas mengacak rambutnya sendiri. Bersahabat sejak kecil dengan gadis yang satu tahun lebih tua darinya itu membuatnya tak tahu sejak kapan Osamu menyukai (Name).

Dan lagi, ia tak tahu apakah (Name) menyukainya juga atau tidak.

Osamu memerhatikan wajah santai (Name) yang sudah lama tak dilihatnya. Entah kapan terakhir kali (Name) terlihat seceria ini di matanya.

"Osamu,"

Osamu hanya menggumam menjawab panggilan (Name).

"Bagaimana kabar Atsumu? Kudengar ia terluka karena misi terakhir kalian,"

"Dia baik-baik saja. Lukanya sudah mulai sembuh, kok. Bokuto-san saja yang terlalu berlebihan bilang bahwa luka Atsumu parah,"

Gadis itu terkekeh. "Bokuto memang sering berlebihan," ia menoleh, membuat tatapan Osamu dan miliknya bertabrakan.
Lagi-lagi jantung Osamu seperti akan meledak.

Entah penyelamat bagi kegugupan Osamu atau sebaliknya, sebuah teriakan cablak yang khas menginterupsi.

"(Name)-chaaann!"

Keduanya serempak menoleh. Atsumu terlihat menghampiri mereka sedikit tergesa. Di atas alis kanan Atsumu, terlihat sebuah luka gores yang mulai mengering. Lengan kiri bawahnya dibalut perban. (Name) mendengus. "Kenapa anak itu tidak istirahat saja, sih? Lukanya saja masih diperban begitu,"

"Mustahil, (Name). Dihari kedua ia dirawat pun anak itu langsung ingin latihan. Shimizu-sensei jadi memarahinya habis-habisan,"

Tawa (Name) meledak. Bisa terbayang adegan dokter muda itu memarahi Atsumu di kepalanya. Berbeda dengan Osamu yang patuh, Miya Atsumu, saudara kembarnya yang bersurai pirang dan poni miring sebelah kanan itu jauh lebih bandel. Tak terhitung berapa masalah yang pernah dibuat olehnya.

Dalam sekejap Atsumu sudah berada di depan (Name) dan Osamu. "(Name)-chan," ucapan Atsumu terpotong karena napasnya yang tersendat. Ia menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya. "Kita-san memanggilmu,"

(Name) mengangkat alis. Belum sempat ia menjawab, Osamu langsung angkat bicara. "Ada misi lagi? Bukannya hari ini hari libur?"

"Mana aku tahu," sungut Atsumu. "Kau tanya saja sendiri sana,"

"Siapa lagi yang ia panggil selain aku?" tanya (Name) cepat, sebelum pasangan kembar ini berdebat.

Atsumu berpikir sejenak. "Sepertinya hanya kau dan Kuroo-san,"

Kali ini alis Osamu yang terangkat. Kuroo Tetsurou dan Kita Shinsuke adalah atasan baginya dan Atsumu-namun teman sekelas bagi (Name). Ketiganya teman karib sejak di Akademi.

"Tidak biasanya ia memanggil kami dihari libur," ucap (Name), seolah menyuarakan kebingungan Osamu. "Ya, sudah, lah. Terima kasih, Atsumu. Aku duluan, ya, kalian berdua. Sampai jumpa,"

Miya bersaudara membalas lambaian tangan dan senyum (Name). Dengan gesit, gadis itu menyelinap diantara bunga violet yang cantik, kemudian menghilang dari pandangan keduanya.

Osamu masih tetap menatap jejak kepergian (Name). Ia tak memedulikan rambut dan kemeja putih yang ia kenakan bergerak bebas ditiup angin yang kencang.

"Osamu, kau terlihat kesal," sahut Atsumu tiba-tiba. Dengan nada usil pula.
Osamu melirik si pirang. "Aku?"

"Iya," Atsumu menunjuk muka adik kembarnya itu. "Apa kau merasa terganggu karena aku datang?"

"Tidak,"

"Lalu? Kena-oh, aku paham," seringaian jahil si pemilik mata cokelat itu terkembang makin lebar. "Kau cemburu karena Kita-san memanggil (Name)?"
Osamu terkesiap. "Kenapa pula aku cemburu?" dustanya sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Berusaha terlihat jujur dan natural.

"Osamu, jangan pura-pura. (Name)-chan, Kita-san, dan Kuroo-san selalu satu kelas, mereka bertiga teman dekat, pangkat mereka sama-sama tinggi. Wajar kau cemburu jika sekarang (Name) lebih sering bersama Kita-san atau Kuroo-san daripada kita-ah, bukan, bersamamu. Iya, 'kan?"

Osamu ingin menyanggah, namun wajahnya yang memerah cukup menjadi jawaban bagi pertanyaan Atsumu. Bibirnya terbungkam. Percuma pula membela diri. Memang benar ia cemburu.
Atsumu tersenyum, kali ini lebih tulus.

"Kapan kau akan mengatakan perasaanmu padanya? Kau tahu, di dunia kita yang sekarang ini, kita tak tahu kapan kita pergi, Osamu,"


×××


Waktu berganti. Kali ini Miya bersaudara sudah ada berada di barisan prajurit pemula yang akan berangkat menjalankan misi. Di depan barisan, Shinsuke sedang menjelaskan semua strategi misi mereka malam ini. Dengan tidak mencolok, Osamu melirik (Name) yang ada di barisan sampingnya, berdiri paling depan. Gadis itu kali ini ditugaskan sebagai ketua tim lain.

Osamu mendengus tanpa sadar. Harapan Osamu untuk berada dalam tim yang sama dengan (Name) tidak terkabul.

Egois?

Yah, Osamu rela dibilang egois. Satu-satunya impian terbesarnya hanyalah ingin bersama (Name). Melindunginya. Menghabiskan waktu bersamanya. Menua pula bersamanya.

Anggap saja Osamu sudah terjatuh terlalu dalam akan perasaannya sendiri. Ia rela mengikuti pelatihan Akademi Militer yang keras, untuk berharap suatu saat; walapun sekali, ia bisa melindungi (Name) dengan segenap jiwa raganya. Kalau untuk kebaikan (Name) seperti ini, Osamu rela menjadi orang paling egois sedunia sekalipun.

Singkatnya, (Name) begitu berharga bagi Osamu. Semua dunia Osamu hanya berpusat pada gadis itu. Walaupun ia tahu jika harus bekerja keras mendapatkan hatinya.

Tanpa Osamu duga, (Name) menatap dirinya setelah selesai pengarahan. Mereka berdua berjalan ke arah yang berbeda; karena kali ini lokasi misi mereka cukup berjauhan.

Senyum ambisius gadis pujaan Osamu terkembang, dan berbisik tanpa suara pada lelaki penyuka onigiri itu.

"Pastikan bahwa kau harus pulang."

Begitulah yang (Name) sampaikan. Osamu membalas senyum (Name), lantas balas berbisik.

"Tentu saja aku akan pulang. Kau juga harus pulang, (Name)."

Gadis itu balas mengangguk. Berjanji pada Osamu, kemudian berbalik. Osamu menatap punggungnya yang menjauh sebelum ikut berbalik.

Tapi-

"Osamu,"

-ada yang tidak pulang malam itu.

"Osamu, bangun,"

Osamu berdiri terpaku-

"Osamu, kau baik-baik saja? Hei,"

-melihat (Name) malam itu.

"Osamu? Kau bisa mendengarku?"

Dunia Osamu seakan runtuh dalam sekejap. (Name)-

"Osamu?"

-mengingkari janjinya.

"Osamu, bangun!"

Osamu tersentak. Kedua iris mata kelabunya langsung bertemu dengan langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Ia menolehkan kepala, mendapati sahabatnya, Suna Rintarou; yang menatapnya khawatir.

"Aku dengar dari Atsumu kau sakit. Dia sedang sibuk, jadi aku kemari ingin mengantarkan makanan." Rintarou diam sejenak. "Osamu, kau menangis,"
Osamu bangkit duduk dari posisi berbaring dan menyingkirkan selimutnya. Lantas menyentuh pipinya yang basah. Rintarou benar. Ia menangis.

"Kau baik-baik saja?" tanya Rintarou. Khawatir.

Osamu hanya diam. Berusaha menyeka air matanya dengan lengan bajunya yang panjang, namun tak berhasil. Air matanya justru bertambah deras.

Kalau di situasi berbeda, Rintarou pasti akan mengejek Osamu habis-habisan karena menangis tersedu. Namun kali ini, lelaki bermata sipit itu setidaknya mengerti; apa yang sedang dirasakan sahabatnya itu.

"Osamu," panggil Rintarou. Ia beralih posisi, kali ini duduk di kursi kayu yang ada di kamar tersebut. Kotak makanan berbungkus furoshiki* bermotif kotak-kotak yang ia bawa ditaruh di atas meja. "Aku mengerti bagaimana perasaanmu, tapi kuharap kau ingat kalimat yang ia tulis waktu itu."
Tentu saja Osamu ingat.

Osamu berhenti menangis. Matanya masih sembab. Ia menatap kosong kedua telapak kakinya yang saling bersentuhan.
"Tentu saja aku ingat," sahut Osamu akhirnya setelah kamar itu hening cukup lama.

Pandangan Osamu bergeser, menatap mata Rintarou yang menampakkan sinar khawatir. "Tapi kau tahu sendiri bagaimana perasaanku padanya,"
"Aku tahu." Rintarou mengangguk. "Kita sama-sama pernah kehilangan orang yang kita cintai," tanpa sadar, ingatan Rintarou memutar semua kenangan masa kecilnya bersama sang ayah tercinta. "Tapi tidakkah kau berpikir, kalau kita yang masih hidup harus bahagia demi mereka? Demi orang-orang yang sudah gugur mendahului kita?"

Osamu diam lagi. Tentu saja ia ingin bahagia, namun-

"Osamu," panggil Rintarou tegas. "(Name) juga mencintaimu. Aku tahu itu. Itu sebabnya ia menulis pesan terakhir seperti itu padamu. Itulah kenapa ia meminta maaf."

Osamu menatap lelaki bersurai coklat gelap itu nanar. "Kau pikir aku bisa tahan dengan semua ini? Kita bahkan baru berumur duapuluh tahun. Tidak sepertimu, aku tidak terbiasa dengan kehilangan." ujar Osamu dengan dada bergemuruh. Andai saja ia tahu kalau (Name) mencintainya saat gadis itu masih berada disisinya, tentu Osamu akan senang. Kali ini, beda ceritanya.

"Kau pikir aku terbiasa? Tidak ada satupun orang yang terbiasa dengan hal itu, bodoh. Baik Kita-san, Kuroo-san, atau yang lainnya," suara Rintarou sedikit meninggi. Ia menggertakkan gigi. Sedikit geram dengan tingkah Osamu.

Otak Osamu memutar kenangan tiga tahun lalu.

Malam itu, setelah seluruh tim berhasil membasmi para vampir yang menyerang pemukiman penduduk, mereka dikejutkan dengan sebuah suara ledakan yang cukup besar dari arah lain. Shinsuke yang saat itu memimpin tim Miya bersaudara berinisiatif untuk pergi ke lokasi tersebut bersama anggotanya.

Dan setibanya disana, mereka tercengang.
Semua anggota tim (Name) sudah terbujur kaku dengan darah yang menggenang dibawah tubuh mereka masing-masing. Kondisi kacau. Beberapa bangunan terbakar. Memberikan hawa panas bagi siapapun yang mendekat.
Sedangkan (Name) sendiri tampak sedang duduk dengan punggung bersandar pada batang pohon. Terlihat senjata miliknya-sebuah katana bergagang merah tergenggam lemah ditangan kirinya.

"Apa yang terjadi disini?" ucap Daichi yang saat itu sudah lebih dulu tiba disana. Ia memerhatikan kondisi sekitar dengan waspada, kemudian meminta anggota timnya berpencar, mencari musuh yang mungkin saja masih mengintai. Sedangkan Shinsuke mengecek keadaan (Name).

Untuk pertama kalinya bagi Osamu mendengar suara Shinsuke bergetar. Memanggil (Name) yang tak kunjung membuka matanya.

Ini tidak mungkin, batin Osamu saat itu.
"Osamu," panggil Shinsuke.

Osamu mengangkat kepalanya yang entah kenapa terserang sakit mendadak. Ia menatap balik mata Shinsuke yang terlihat sendu. Masih sambil memegangi kepalanya, Osamu hanya menurut saat Shinsuke meminta ia mendekat.
"Sepertinya ia menulis ini untukmu," ucap Shinsuke sambil menunjuk deretan huruf yang tertulis diatas tanah.

Maaf, Osamu. Sepertinya aku mengingkari janjiku.

Tenggorokan Osamu tercekat. Ia menatap tulisan dengan tinta darah itu dan tangan (Name)-yang berlumuran darah.

Bukan. Bukan hanya tangan (Name) yang berlumuran darah. Melainkan hampir sekujur tubuhnya. Osamu melihat dengan jelas luka yang diderita (Name). Parah. Benar-benar suatu keajaiban jika gadis itu dapat bertahan hidup.

Hati Osamu tambah remuk saat melihat bekas air mata yang sudah mengering di kedua pipi (Name). Kontradiksi dengan bekas tangisan itu dan kondisinya yang terluka parah, bibir gadis itu justru menyunggingkan senyum tipis.

"Kita-san, ini ... bohong, kan?" Tanya Osamu dengan suara tersendat.
Aku benar-benar payah. Bahkan aku tak mampu melindunginya.

"Tidak, Osamu." ucap Shinsuke singkat sambil meremas pelan bahu kanan Osamu; berusaha menguatkan adik kelasnya itu. Atsumu datang menghampiri, ikut menepuk bahu Osamu dari sisi yang satunya lagi.

"Tapi-" belum sempat Osamu menyelesaikan kalimatnya, sebuah rasa sakit yang luar biasa menyerang kepalanya.

Rasa sakit yang selalu tiba apabila lelaki itu mengingat (Name).

Seperti sekarang.

"Bangkitlah lagi, Osamu. Banyak orang mengkhawatirkanmu,"

Tapi duniaku, cahayaku, sekaligus pemilik hatiku sudah pergi. Bagaimana aku bisa bangkit lagi?

"Sudah hampir tiga tahun ia pergi,"

Osamu menggigit bagian dalam pipinya sendiri. Berusaha menahan tangisan.
Yah, selama tiga tahun ini, Osamu selalu menderita. Sakit kepala itu bisa datang menyerang kapan saja, bersama seluruh potongan kenangan Osamu bersama (Name) yang datang menghujam hatinya.
Kondisi psikologis Osamu kacau setelah ia kehilangan dunianya.

Itu sebabnya sejak malam itu, ia memutuskan berhenti sementara dari aktivitasnya di dunia militer. Berusaha menyembuhkan dirinya sendiri. Berusaha mengikhlaskan cahayanya yang sudah padam sejak lama.

Namun lelaki itu tak kunjung berhasil
Ia masih tetap terjebak dalam rasanya untuk gadis pujaannya.

Bahkan, Osamu sering jatuh sakit apabila mengingat malam dimana pemilik hatinya itu menghilang.

"Ia sudah bahagia disana, Osamu. Ia bisa bertemu kedua orangtuanya lagi. Ia pasti bahagia jika melihatmu bahagia disini. Aku yakin itu," ujar Rintarou dengan suara yang melunak. "Lagipula, tidakkah kau bangga padanya? Ia mengalahkan pasukan vampir itu sendirian."
Yah, Osamu mengingat jelas hasil pemeriksaan jasad semua rekan tim (Name). Mereka gugur terlebih dahulu, menyisakan (Name) yang harus mempertaruhkan nyawanya melindungi penduduk. Sendirian.

Walaupun ia juga harus pergi, setidaknya ia berhasil.

Tentu saja Osamu bangga.

Kepala Osamu tertunduk. Rintarou bangkit, kemudian meremas bahu Osamu cukup kuat. "Pastikan ini terakhir kalinya kau menangis seperti hari ini, Osamu," Rintarou beranjak sedetik kemudian. Hendak pergi dari kamar Osamu. "Pastikan juga kau makan makanan itu! Awas kalau tidak!" ancamnya sebelum menutup pintu kamar.

Entah kapan terakhir kali Osamu mendengar kekehan keluar dari bibirnya sendiri. "Lama-lama kau mirip Kita-san, dasar cerewet," ucapnya kecil, walaupun ia tahu Rintarou tak dapat mendengar ucapannya.

Osamu menatap keluar jendela yang terlihat cerah. Berbeda dengan suasana hatinya yang kacau. Ia menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya.
Osamu berjanji.

Ini terakhir kalinya ia mengingat (Name) sambil menangis.

Di lain waktu, ia akan mengingat gadis itu dengan senyuman.

fin. violeta
_______________

×××

"You're my world, my light, oh, my heart."
-Violeta by IZ*ONE

Inspired by :

Violeta; title track of 2nd Mini Album HEART*IZ by IZ*ONE

Attack on Titan a.k.a Shingeki no Kyojin by Isayama Hajime-sensei

Demon Slayer : Kimetsu no Yaiba by Koyoharu Gotoge-sensei

×××

Yahoo!

Nine is here!

Kuucapkan terima kasih untuk haikyuuinyourareah yang sudah memberiku kesempatan mengikuti Melancholia Project kali ini. Tbh, this is the first time I write an angst fan fiction or story. Jika Osamu-nya OOC, aku mohon maaf hehehehehe. Dan kalau terdapat typo pada cerita ini, mohon dikoreksi, ya.

Baidewey, aku ngerasa yang nulis ini keknya kepribadianku yang lain lol.

*furoshiki : kain pembungkus barang yang sering digunakan warga Jepang sejak dulu. CMIIW

Sampai jumpa di project lainnya!

Regards,
Nine.

April 18, 2020.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro