Metanoia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Simbeyousas Project : New Year Eve]

Metanoia

(n.) the journey of changing one's mind, heart, self, or way of life

Yamada Ichiro x Reader

Genre : Romance, Angst

"So what's the meaning of love with no pain and no suffer?"

Ichiro melirik jam tangan dengan cemas sambil sesekali mempercepat langkah menyibak jalanan distrik Ikebukuro, Tokyo. Angin musim gugur berembus, menjadi teman di setiap langkahnya. Jalanan malam yang beberapa saat lalu ia lalui dengan penuh keramaian, kini telah sepi lengang. Pukul sebelas malam adalah waktu yang terlalu larut dan tak terduga olehnya. Ichiro bermaksud kembali tak selarut ini, tapi ia sendiri tidak menyangka, antrian grand opening toko action figure begitu ramai dan panjangbahkan ketika ia sudah berencana datang sesaat sebelum toko tersebut tutup di malam sepulang dari kegiatan kampus, agar tak mengantri panjang dan sengaja memilih berjalan kaki hari ini, dibanding menggunakan mobil yang menganggur di rumah.

"Keluar dan pergi dari sini kau, dasar bocah! Kalau tak punya uang jangan pernah berani kemari lagi!" Ichiro mendelik ke arah beberapa meter di depannya. Netranya menangkap pemandangan seorang pria berseragam yang dapat Ichiro perkirakan ialah seorang penjaga bar sedang menggiring dengan kasar seorang gadis keluar dari bangunan bar. Suara tinggi yang terdengar seperti setengah berteriak menggelegar seolah mampu memecah jalanan malam yang dipenuhi kesunyian.

"Oh ayolah, Paman. Bukannya di sini aku bisa membayar dengan diriku sendiri? Aku sungguh kelupaan tentang dompetku yang ketinggalan!" rengek gadis itu, memasang tampang memelas namun tampaknya tak berpengaruh apapun pada sang penjaga yang acuh tak acuh. Detik berikutnya, pintu bar ditutup dengan keras, meninggalkan gadis itu di luar, mencak-mencak sambil menggerutu kesal entah pada siapa.

Ichiro menyaksikan keributan kecil tersebut sambil tetap berjalan dengan kedua tangan yang penuh kantung belanjaan. Gadis yang tak jauh berada di depan Ichiro itu akhirnya menyerah pada kekesalannya, dan mulai berjalan dengan lunglai, serta sedikit sempoyongan. Ichiro agaknya mengerutkan dahi, gadis itu berpakaian sangat minim di malam yang cukup dingin, juga dalam keadaanyang lelaki itu dapat tafsirkangadis tersebut sedang mabuk. Namun, Ichiro berpikir untuk tidak mengambil pusing hal tersebut, dan memilih untuk tetap lanjut melangkah agak jauh di belakang mengekori gadis itu. Bukan, bukan maksud Ichiro mengekorinya dengan tujuan lainbarangkali, arah pulang gadis itu memang sejalan dengannya.

Sampai pada tempat penyeberangan jalan, Ichiro dibuat kaget atas apa yang dilakukan gadis tak dikenalnya itu. Ia menyeberang dengan santai tanpa mempedulikan jalan, tanpa mengetahui ada mobil berkecepatan sedang melaju ke arahnya. Ichiro sontak menjatuhkan barang belanjaannya, berlari menghampiri gadis itu dan menarik sekuat tenaga gadis tersebut ke trotoar jalan. Napas Ichiro menderu kencang, jantungnya berpacu cepat atas kejadian yang baru saja terjadi. Telat sedikit saja, lelaki itu tak dapat membayangkan dirinya menyaksikan kejadian menyedihkan yang akan terjadi. Namun, tidak bagi gadis di genggaman Ichiro sekarang yang malah meracau dengan suara serak parau, "Apa itu tadi? Lagi-lagi Tuhan menyelamatkanku ya?"

Ichiro melirik wajah sang gadis sambil mengangkat alis terheran. Wajah putih pucat dengan mimik sendu gadis tersebut sangat berbeda jauh dengan raut kekesalan yang gadis itu tunjukkan beberapa saat lalu kepada penjaga barraut muka yang begitu memilukan. Ichiro merasa familiar, namun ia tidak dapat mengingat dengan baik dimana dan siapa gadis tersebut.

Ichiro terkesiap dan mulai merogoh saku jaketnya. Ia bermaksud memesankan taksi untuk mengantarkan gadis tersebut dengan ponselnya, namun sialnya ia lupa bahwa ponselnya sudah sedari tadi mati kehabisan baterai. Ia berdecak, "Hei, apa kau baik-baik saja?" tanyanya pada gadis itu.

Alih-alih menjawab, yang ditanya malah beranjak, melepaskan diri dari genggaman Ichiro seolah tak terjadi apa-apa dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Lagi, lelaki itu mengernyitkan dahi. Dengan cepat ia beringsut mengambil kembali belanjaan yang sempat ia geletakkan, dan mengekor di belakang gadis itu lagi.

Tiba saatnya Ichiro harus berbelok di perempatan menuju rumahnya dan adik-adiknya, ia melirik sekilas gadis itu yang mengambil jalan lurus. Ia bergumam semoga gadis itu tak kenapa-kenapa lagi di sepanjang perjalanan pulangnya. Belum sempat Ichiro menyelesaikan gumamannya, terdengar teriakan wanita tak jauh dari tempatnya berdiri sekarangteriakan lemah dan serak parau yang tidak asing bagi Ichiro, itu pasti berasal dari gadis yang ia selamatkan tadi.

Lelaki itu bergeming sejenak, menarik napas dalam-dalam dan merutuki diri sendiri atas keterlibatannya dengan serentetan peristiwa mengenai gadis yang ia baru temui di perjalanan pulangnya. Sebuah kesialan atau memang Ichiro ditakdirkan menjadi keberuntungan gadis tersebut hari ini? Entahlah, yang jelas, Ichiro tanpa pikir panjang lagi mulai berlari ke arah suara berasal.

-o-

"Wah, Nona, mau kemana malam-malam begini? Mau saya antar?" [Name] terlonjak kaget sebab dirinya tiba-tiba dihadang dua orang pria tak dikenal di keheningan larut malam. Kedua pria itu menyeringai sambil tak henti-hentinya memandangi [Name] dari atas hingga bawah. Gadis itu masih dalam keadaan setengah mabuk, sehingga tidak bisa mawas diri akan bahaya yang sekiranya ada di hadapannya sekarang.

"Permisi, Paman biarkan aku lewat! Bukannya tadi aku diusir Paman dari sana kenapa sekarang Paman muncul lagi?" racau [Name] yang dalam pandangannya, kedua pria di hadapannya kini terlihat seperti sosok penjaga bar mengesalkan tadi. Kedua pria tersebut terkekeh, langkah mereka semakin mendekati [Name], gadis itu hanya bisa mundur perlahan dengan kebingungan.

"Kau bicara apa gadis manis? Ingin lewat? Bagaimana kalau kita bermain dulu?" Salah satu dari kedua orang itu sudah begitu dekat dengan [Name], kemudian menyentuh permukaan pipi mulus gadis itu. Seketika tubuh [Name] menegang, napasnya jadi memburu kuat. Tiba-tiba memori buruk berputar begitu cepat di kepalanya. Memori buruk yang membuatnya trauma, sentuhan pria di hadapannya sekarang benar-benar mengingatkannya akan setiap sentuhan yang dilakukan pria brengsek yang telah menghancurkan kehidupannya; menenggelamkan asa dengan kenyataan pahit yang harus [Name] telan.

Refleks, gadis itu menjerit. Menjerit sejadi-jadinya dengan segenap tenaga yang tersisa, hingga tenggorokannya merasakan sakit. Tanpa sadar, air mata telah mengalir membanjiri wajah pucat sang gadis. Jeritan pilu tersebut menjadikan tubuh lunglai [Name] semakin lemas. Pria di hadapannya masih berusaha menyentuh-nyentuh gadis itu dengan pria satunya lagi yang tiba-tiba ada di belakangnya, membekap mulut gadis tersebut agar tak berteriak lagi. [Name] memberontak, namun jelas-jelas usahanya tersebut tak membuahkan hasil.

Bug.

Pria yang membekap mulut [Name] terjatuh setelah sesuatu menghantam kepalanya keras dari belakang. Seorang pemuda dengan kedua tangan yang penuh menggenggam kantung belanjaan berdiri dengan napas mengembang-mengempis, membuat pria yang menyentuh gadis tersebut membelalakkan mata.

Napas Ichiro terengah-engah setelah berlari sekuat tenaga begitu mendengar jeritan [Name], lalu menghantam salah satu dari dua orang pria tersebut menggunakan kantung belanjaan berisi action-action figure dengan kekuatan penuh. Pria satunya langsung menatap marah kehadiran Ichiro, dan beringsut untuk menghajar sang pengganggu. Ichiro menyeringai, lantas ikut menghajar telak pria tersebut dengan sekali pukulan setelah ia beberapa kali berhasil menghindari serangan pria tersebut. Kedua pria itu bangkit sambil meringis memegangi bagian tubuh mereka yang sakit, kemudian berlari sekuat tenaga.

"Jangan meremehkan kekuatan anak muda, dasar pria-pria hidung belang!" teriak Ichiro sambil tertawa penuh kemenangan. Ia lantas ganti melirik gadis yang terduduk lemas memeluk tubuhnya gemetar dan menggigil. Ichiro berjalan mendekatinya sembari melepaskan jaket tebal yang ia kenakan dan kemudian memakaikannya ke badan [Name].

"Kau sudah aman sekarang. Nona, dimana rumahmu? Dengan keadaanmu yang begini, izinkan aku mengantarmu," ujar Ichiro setelah berjongkok menyejajarkan posisi dengan sang gadis.

[Name] menggeleng kuat-kuat. "Jangan, jangan antar aku ke neraka itu," gumamnya lemah sambil mengeratkan pelukan tubuhnya sendiri, giginya pun menggigit bibir bagian bawah kuat-kuat, hingga tanpa sadar mengalirkan sebercak darah segar di sana. Perkataan gadis tersebut membuat dahi Ichiro berkerut heran. Namun, lelaki itu tak diizinkan memikirkan lama-lama hal tersebut, sebab ia sudah dikejutkan dengan tubuh [Name] yang tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri.

Bagus, sekarang bagaimana cara ia menolong gadis ini? Membawanya ke rumah? Pulang selarut ini saja sudah pasti ia akan mendapat omelan dari adik-adiknya, apalagi kalau mereka tahu ia membawa seorang gadis-tak dikenal-berpakaian minim-tak sadarkan diri. Ichiro mengacak rambutnya frustrasi, ia tidak menyangka malam harinya akan jadi sesulit ini.

-o-

[Surname] [Name] menundukkan kepala di sepanjang jalannya menyusuri koridor gedung fakultas. Sebelah tangannya menggenggam erat setumpuk dokumen berisi 'surat cinta' panggilan dari dosen pembimbing serta jajaran dekanat dalam map. Headset terpasang di kedua telinga dan mengalunkan lagu dengan volume keras, mengalihkan pendengaran [Name] dari ocehan kebencian setiap pasang mata yang melihat dirinya lewat.

Mulai dari orang yang menyapanya dengan sebutan 'jalang', hingga ocehan tentang mengapa gadis seperti dirinya masih berani menampakkan batang hidung di kampus setelah skandal tentang dia dan pria brengsek bernama Samatoki Aohitsugi telah merebak di seantero negeri. Tangan [Name] yang satunya mengepal erat, ingin sekali gadis itu melayangkan kepalan tangan tersebut kepada semua orang agar mulut mereka yang tidak tahu apa-apa mengenai masalahnya itu terbungkam sempurna.

[Name] sudah muak. Muak dengan seluruh orang di sekitarnya, muak dengan dirinya sendiri, muak dengan kehidupannya. Sampai kapan ia mampu bertahan seperti ini?

Sebab itu, pemikiran naif yang didasari keputusasaan membuat [Name] telah memilih jalannya sendiri. Jika semua orang telah memiliki stigma buruk terhadap dirinya, mengapa ia tidak sekalian menjadi buruk? 'Ibarat seseorang yang sudah tercebur di kubangan lumpur yang kotor, kenapa tidak sekalian tenggelam ke dalamnya?' pikir [Name] dengan kemelut dalam sekat benak yang begitu menggemuruh.

Bahkan kemarin gadis itu nekat pergi di malam hari yang dingin dengan berpakaian minim, kabur dari rumahlebih tepat disebut sebagai neraka bagi [Name] sebab keluarganya yang tidak harmonispergi ke bar dan melampiaskan segala bebannya pada alkohol sambil berteriak kencang dalam hati, 'See, here I am as a truly b*tch now.' Setelah itu [Name] tidak begitu ingat kejadian yang menimpanya. Ia hanya ingat ketika dirinya diusir dari bar dan tiba-tiba saja tadi pagi dirinya terbangun dari kasur sebuah penginapan berbalut jaket tebal. Bagaimana ia bisa sampai di sana, baginya itu masih menjadi misteri.

Bruk.

"Ah, maaf!" [Name] merintih tertahan ketika tak sengaja bertabrakan dengan seseorang di ujung belokan koridor. Kesalahannya memang, akibat ia sedari tadi tak memperhatikan jalan di depannya, dan hanya memandang ke bawah.

"Ah iya, tak ap" Seorang lelaki yang ditabraknya itu langsung membelalakkan mata sambil berjengit dan refleks menunjuk jaket tebal-entah milik siapa-yang [Name] kenakan. "Kau, gadis yang kemarin!"

Gadis itu mengerutkan dahi heran. Lelaki asing yang dia tabrak berteriak ke arahnya seolah baru kemarin bertemu pada kejadian tak terduga. Tunggu ....

'Apa?'

He's out his head, I'm out my mind
We got that love, the crazy kind
I am his, and he's mine

Yamada Ichiro adalah seorang pria yang dibuat gila sebab mencintai gadis yang gila pula. Pertemuan mereka berdua terhitung baru menginjak beberapa bulan sejak akhir bulan September lalu, dan telah resmi menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih sejak dua bulan lalu.

Semua berawal ketika Ichiro mengenal lebih dalam mengenai kehidupan gadis itu; segala penderitaan yang gadis itu rasakan, Ichiro mengetahui setiap detailnya. Akibat pertemuan awal mereka Ichiro harus dibuat menolong [Name] beberapa kali dalam waktu semalam, Ichiro dapat merasakan afeksi yang muncul secara naluriah dalam dirinya. Naluri pria untuk melindungi seorang wanita yang rapuh dan lemahsesuai kodrat alam. Ichiro jadi mengetahui makna kehadirannya berada di jalanan malam itu.

"Dear, setelah mengantar ke apartemenmu, aku ada perlu keluar sebentar. Apa kau mau titip makan malam untuk kubawa pulang?" Ichiro menoleh ke arah bangku penumpang di sebelahnya, yang diduduki sang kekasih sambil mengulas senyum.

[Name] memasang wajah berpikir sejenak sembari tetap mengarahkan pandangan ke depan. Seperti biasa, Ichiro tak pernah bisa lepas ketika sudah memperhatikan wajah gadis itu kendati hanya sebentar. Raut muka yang dulu begitu memilukan kini sudah sedikit lebih berwarna. Itu berkat Ichiro, sang pelipur lara yang kemudian hadir di masa terpuruk sang gadis. Meskipun begitu, luka yang telah [Name] peroleh tidak seluruhnya kembali utuh dan sembuh. Gadis itu masih terjebak dengan pemikiran-pemikiran naif dan belum bisa keluar. Sebab, luka yang telah menutup masih tetap meninggalkan bekas, penanda dulu telah ada luka di sana. Demikian pula dengan [Name].

"Apa saja boleh, aku tidak begitu lapar soalnya. Aku hanya mengantuk. Sampai di sana aku benar-benar langsung tidur," celetuk [Name], membuat Ichiro terkekeh. Lihat, betapa manis gadisnya ini.

Ichiro mengakhiri kekehannya dengan mengangguk, "Baiklah." Lelaki itu kembali fokus menyetir, melesat menuju apartemen yang [Name] sewa dengan murah, tempat pelariannya dari neraka yang disebut rumah.

-o-

Hari telah beranjak malam. [Name] terbangun dari tidur dengan napas terengah-engah akibat bermimpi buruk. Gadis itu mengumpat kesal, "Sial."

Ia beranjak dari kasur, tangan yang gemetar, mencoba meraih gagang laci, membukanya lalu mengobrak-abrik isi laci untuk menemukan obat penenang. [Name] meneguk dengan cepat obat yang baru ditemukannya, menjambak rambutnya sendiri sambil meringis, berharap bayang-bayang trauma yang menghancurkan hidup gadis itu, yang tadi dimimpikannya, meluap ke udara dan tak pernah kembali.

Gadis itu sudah merasa sedikit tenang. Ia segera merapihkan diri, [Name] tahu ia tidak cukup tenang hanya dengan meneguk obat. Dia juga memerlukan seteguk alkohol mengalir hangat di kerongkongan.

Karena baginya, [Surname] [Name], sang gadis baik-baik yang dulu adalah mahasiswi biasa yang cukup teladan; kini telah tiada, seiring dengan tenggelamnya asa.

Cross my heart, hope to die
To you, I'd never lied
For you, I'd take a life
It's him and I, and I swear

Ichiro menggigit bibir bawah kalut. Pasalnya, setiba di apartemen sang kekasih, ia tak menemukan [Name] di penjuru kamar. Hanya sebuah apartemen kosong dengan barang-barang sekitar yang tampak baru saja diporak-porandakan. Matanya menangkap obat penenang [Name] tergeletak di atas laci meja. Ichiro sontak membelalak, kegelisahannya meningkat.

"Ada apa lagi denganmu kali ini?" Lelaki itu mengerang frustrasi. Membayangkan depresi [Name] kambuh dan membuat gadis tersebut tersiksa, sementara ia tidak berada di sisi gadis itu, menjadikan hati Ichiro bak tersembilu.

'Kumohon angkatlah, [Name].' Ichiro memandangi layar ponsel dengan cemas, menunggu begitu lama agar telepon tersebut tersambung.

"[Name]! Kau dimana?"

Tak ada jawaban, Ichiro bergeming dengan perasaan takut. Bagaimana jika gadis itu kenapa-napa?

Namun, sebagai pengganti dari jawaban telepon sang kekasih, Ichiro yang sayup-sayup mendengar dentuman keras alunan musik menjadi paham, dan segera beringsut ke mobilnya, mengendarai menuju bar tempat gadis itu biasanya berada.

"Tetap di situ, aku akan menjemputmu."

Maka di sinilah kedua insan itu berada sekarang. Ichiro membopong tubuh [Name] yang mabuk ke dalam mobil, setelah sebelumnya membayar total tagihan alkohol yang sudah diminum sang gadis. Lelaki itu menatap prihatin wajah [Name] yang memerah bukan hanya lantaran alkohol yang diminum gadis tersebut, tetapi juga wajah yang memerah habis menangis sesenggukan.

"Tenanglah, sudah ada aku di sini. Aku tidak akan kemana-mana," ujar Ichiro berbisik lembut tepat di telinga [Name], berharap gadis itu tenang setelah mendengarnya. Lantas, Ichiro juga mengecup kening gadis itu, menyalurkan segenap afeksi kepada sang kekasih.

Terakhir, ia tersenyum sembari menggumam, "Setelah ini, kau bisa bercerita apapun, luapkan segala kesedihanmu. Kau sudah berjanji untuk tak menutupi hal apapun dariku, 'kan?"

Cross my heart, hope to die
This our ride or die
You can confide in me
There is no hiding, I swear

"Ichiro, boleh kutahu, apa alasanmu tetap memilih berada di sisiku meskipun aku tak seperti gadis yang lain? Gadis pendosa, yang tak sembuh-sembuh dari lukanya. Bukannya aku ini hanya merepotkanmu?" tanya [Name]. Gadis itu menyibakkan anak rambut yang terbelai oleh embusan angin musim dingin. Ia mendongak, menatap langit malam yang beberapa saat lalu menurunkan hujan salju.

Sepasang insan itu kini berada di rooftop apartemen [Name], menghabiskan waktu untuk merayakan malam pergantian tahun, bersama angin dan udara dingin. Kendati demikian, dibanding merasa kedinginan, keduanya malah merasa hangat, sebab bersyukur bisa menghabiskan waktu berdua dengan bercengkerama bersama.

Ichiro yang berada di samping [Name] mengangkat alis heran sejenak, namun detik berikutnya lelaki itu mengikuti arah pandang [Name], menatap pada indahnya langit malam yang gelap.

Lelaki itu menghirup napas dalam-dalam, sebelum melontarkan kalimat jawaban. "Untuk melindungimu. Semenjak pertama kali kita bertemu, kurasa itu adalah takdirku, [Name]."

Ichiro menghela napas berat, kemudian ia kembali menengadah ke langit. Bagaimana bisa ia melupakan wajah sendu gadis yang hampir kehilangan nyawa jika tak ia selamatkan dari tabrakan dengan mobil yang melaju di jalanan sepi lengang? Bagaimana bisa ia melupakan jeritan pilu sang gadis saat diserang dua orang pria hidung belang, yang mengingatkan gadis tersebut pada trauma-di sentuh lelaki dan kehilangan harta berharga seorang wanita-dan ambruk tak sadarkan diri setelah itu?

[Name] terkekeh, mengingat betapa bodoh dirinya waktu itu. Tetapi, tanpa kebodohannya itu pula, ia mungkin tak bisa seperti ini, bertemu sosok Yamada Ichiro dan berbagi kisah hidup dengannya.

Gadis itu berhenti terkekeh. Keduanya saling menoleh dan pandangan mata bertemu. Dalam waktu singkat, jarak mereka semakin menipis dan mempertemukan ujung hidung mereka, kemudian bibir keduanya saling berpagutan, menyalurkan semua perasaan yang ada di benak.

Ciuman penghujung tahun itu begitu lembut, penuh cinta, juga pilu. Di saat bersamaan, kembang api perayaan tahun baru menyala bersahutan, menghiasi langit malam dengan penuh kemilau dan warna-warna indah. Hari ini, dimana berakhirnya hari terakhir penghujung tahun, hari genap empat bulan Ichiro dan [Name] bertemu di musim gugur lalu.

Begitu tautan keduanya terlepas, kedua insan tersebut saling memandang lamat iris mata masing-masing, sambil mengatur napas dan bertukar senyum tipis.

"Selamat tahun baru, [Name]. Apa harapanmu di tahun baru ini?"

[Name] tersenyum, sangat manis sekali. Senyum termanis yang pernah Ichiro saksikan seumur hidup.

"Selamat tahun baru, Ichiro, sang kekasih pertama dan terakhirku. Kau tahu apa yang jadi pengharapanku, bukan?"

Ichiro mengangguk dan turut menyunggingkan senyum. Ia membelai rambut [Name] lembut selama beberapa detik, kemudian, tubuhnya diarahkan pada hamparan pemandangan kota di depannya, yang dapat mereka saksikan keindahan tersebut dari balkon rooftop apartemen. Ia menggenggam erat tangan sang kekasih, begitu erat seolah sama sekali tidak ingin terlepas.

Detik berikutnya, kedua insan tersebut menjatuhkan diri bersamaan dari atas rooftop gedung apartemen, terjun bebas di udara dengan mata terpejam, tautan tangan yang tak terlepas, dan seulas senyum menghiasi wajah keduanya.

Stay solid, never lie to you
Swear, most likely I'm-ma die with you

"Bagaimana jika aku mengakhiri hidupku, Ichiro?"

"Berhenti berbicara seperti itu, [Name]. Mati bunuh diri itu konyol. Kalau bisa hidup bersama lebih lama, kenapa tidak?"

"Tidak. Hanya dengan itu aku dapat mengakhiri rasa sakit berkepanjangan ini. Kau tahu, meski aku sudah bahagia bersamamu, bekas luka itu tetap menganga dan menggerogotiku perlahan dari dalam. Katakan, bagaimana aku bisa sembuh? Adakah harapan untuk itu?"

"Kalau begitu, [Name], aku tak bisa membiarkan dirimu melewati jurang gelap itu sendirian. Dan aku juga tak bisa hidup tanpamu di dunia ini sendirian. Kau paham maksudnya?"

"Ya."

'Karena kita memang ditakdirkan bersama'

Cross my heart, hope to die
To my lover, I'd never lie
He said, "be true", I swear I'll try

In the end, it's Him and I

END

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro