1 - Cloud

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku sedang duduk menghadapi layar laptop sambil memejamkan mata dan mengetukkan jemari mengikuti irama lagu di aplikasi lagu yang sedang hits belakangan ini. Heran, bagaimana orang bisa menciptakan aplikasi keren ini? Aplikasi ini bahkan bisa tahu apa lagu kesukaanku karena mengeluarkan playlist dengan judul Release Radar. Man! I love technology. Sekarang mulutku ikut bersenandung mengikuti irama musik.

Kantor sedang sepi. Atasanku, yang hobi jalan-jalan, sedang berlibur sekaligus mendapat tugas untuk meliput daerah-daerah eksotis di pedalaman Indonesia. Sungguh, aku iri dengan Mas Prama. Dia punya kesempatan untuk liburan, jalan-jalan, plus dibayarin kantor karena sambil bekerja.

"Monyong!" seruku kaget saat tiba-tiba Oceana Tangdiara yang bertubuh mungil itu menyenggol meja. Dia tersenyum ceria, tidak peduli pada teriakanku.

"Clouddd .. ayo buruan pergi. Kita ada meeting." Sekali lagi dia menyenggolku.

"Ember bolong! Meeting bolong!" Bola mataku membulat, sebal dengan sikap temanku satu ini.

"Bukan ember meeting bolong. Cukup meeting aja. Kita kerja di perusahaan media bukan toko kelontong." Beberapa temanku mulai tertawa melihat drama yang sedang kami mainkan.

"Lo gila, ya? Bisa nggak ngasih tau meeting dengan lebih normal?" tanyaku tidak percaya yang hanya dibalas tatapan tidak peduli dari Oceana.

"Lagian itu latah disembuhin. Nanti lo ketemu cowok yang benci latah baru deh kelabakan," cibir Oceana. Dia menarikku keluar dari balik meja. Terpaksa aku tidak membawa laptop, hanya agenda yang sempat kusambar bersama gawai yang sekarang terselip manis di saku cardigan.

Kami mulai berjalan menuju ruang meeting. Sepanjang jalan aku harus berhati-hati agar tidak menyenggol orang atau kaget sendiri. Ini untuk mencegah kebiasaan paling nista yang pernah ada dalam hidupku seperempat abad ini.

Beberapa teman kantor sudah mengetahui kebiasaanku meskipun atasan-atasan belum tahu, kecuali Mas Prama, direct supervisor-ku. Memang, aku baru bergabung di perusahaan ini beberapa bulan terakhir. Namun, itu tidak mencegah banyaknya pekerjaan yang sekarang kutangani. Plus, tidak mencegah teman-teman baruku untuk menggoda dan mengerjai supaya kebiasaanku itu keluar.

Aku harus berhati-hati dalam bertindak. Tidak semua orang menyukai kebiasaan yang entah bagaimana mandarah-daging dalam hidupku. Terutama saat menghadapi Gana, si super-hot-boss yang bahkan hanya dengan dia lewat bisa membuat semua orang menoleh. Bukan hanya karena dia super tampan, tapi juga punya aura boss.

Gana sangat kredibel untuk jabatan dan posisinya. Dia bertanggung jawab, mampu berpikir strategis dan tidak segan untuk turun ke lapangan. Bukan turun ke lapangan bola ya, tapi turun saat pekerjaan mengharuskannya. Mengetahui kebiasaanku, adalah hal terakhir yang seharusnya Gana ketahui. Aku tidak mau meninggalkan kantor ini hanya gara-gara kebiasaan menyebalkan yang mengikuti kemana saja.

"Kita meeting apa sih, Sen?" Orang di sampingku, yang berjalan laksana prajurit maju perang, hanya mendelik tanpa menjawab. Biasanya dia tidak suka dipanggil Osen, jadi sekarang aku menunggu reaksinya sambil bersiap-siap. Makhluk tuhan yang memandangku sambil menyipitkan mata ini luar biasa jahil.

"Kenapa juga nggak baca invitation outlook, sih? Lo kan gantiin Mas Prama yang lagi liburan dibayar itu." Aku tertawa melihat bibir Oceana mengerucut. Rupanya bukan hanya aku yang iri.

"Lupa cek outlook," jawabku polos, supaya tidak dimarahi meskipun itu percuma. Bukan Oceana namanya kalau dia tidak ngomel. Aku hanya bisa pasrah sementara dia mulai mengoceh tentang betapa pentingnya mengecek email, outlook, dan sebagainya.

"Nggak sekalian ngecek gebetan udah makan atau belum?" Kini pertanyaan sindiranku dibalas dengan cubitan. Belakangan ini memang Oceana sedang dekat dengan seorang laki-laki dari kantor sebelah yang sering ketemu kalau makan siang. Setidaknya bicara tentang laki-laki ini selalu bisa membungkamnya untuk sementara.

"Claudia!" Suara bariton Attelerik Gegana alias Gana, sang Marketing Director yang super-hot mengagetkan kami. Untungnya aku tidak latah berteriak menyebutkan nama sendiri, tapi sebagai gantinya agenda yang sedang kupegang, terlempar jauh sampai menghantam dinding.

Crap!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro