14. Enough

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senin pagi, kulangkahkan kaki dengan mantap ke arah ruang kerja para web developer. Mataku segera menemukan sosok berisik Oceana yang hari ini mengikat rambut panjangnya. Dia menatapku lalu melambaikan tangan.

"Sibuk, Sen?"

"Iya. Tapi gue selalu punya waktu buat lo. What's up, Hon?" Tumben dia nggak marah saat kupanggil Osen. Mungkin pada akhirnya Oceana menyerah karena aku tidak kapok manggil dia Osen.

"Jijay, deh. Manggil yang normal aja kenapa, sih?" Sahabatku itu hanya tertawa tidak peduli.

"Sen, gue ada rencana penting."

"Rencana apa?" tanyanya sambil menggebrak meja.

"Copot! Copot! Rencana Copot! Sial lo, Sen!" Kuelus dada yang berdebar kencang. Sementara Oceana dan teman satu timnya tertawa terbahak-bahak.

"Udah cukup bahagianya?" cetusku sambil menjatuhkan diri ke bangku kosong di samping sahabatku yang sedang menyusut sisa air mata. Duh, terbekati sekali ya aku? Bayangkan bisa memberi kebahagiaan sampai air mata keluar di orang lain.

"Kenapa, Cloudyyy?"

"Gue capek, Sen. Gue mau sembuh," sahutku mantap.

"Sembuh ... dari latah?" tanya Oceana memastikan. Aku mengangguk.

Keinginan ini bukan tanpa sebab. Mungkin saja Sky saat ini menjadi pemicu utama aku ingin sembuh, namun hal utama adalah aku mulai lelah. Suatu hal yang sangat melelahkan ketika menjadi bulan-bulanan orang lain untuk memancing tawa.

Seseorang melempar gumpalan kertas ke atas meja Oceana dan aku langsung terkesiap kaget sambil mengangkat tangan dan berteriak, "Ampuunn ... ampuunn!"

Mereka kembali tertawa-tawa bahagia, sementara aku harus mengatur napas agar debaran jantungku kembali normal. Oceana memarahi teman-temannya yang iseng lalu kembali menghadapku.

"Gue mau hidup normal, Sen. Bukan macam gajah di kebun binatang yang suka dilemparin kertas atau tisu biar kaget."

Melihat wajahku yang merana, Oceana merangkul bahuku dan menatap dengan serius. "Ini semua karena dia kan?"

"Nggak, kok."

"Cloud?"

"Oke ... oke. Sebagian iya. Sebagian lagi karena gue udah capek, Sen. Lo pikir asyik dijadiin mainan? Sementara yang lain ketawa, gue kan jantungan." Sejenak Oceana terdiam lalu dia kembali menggebrak meja.

"Monyet! Monyet! Monyet terbang-terbang! Bisa nggak sih, nggak pakai gebrak-gebrak meja?" Suaraku naik satu oktaf. Kembali tawa memenuhi ruangan mungil berisi orang-orang berotak encer tapi iseng itu.

"Sssttt ... big boss!" seru salah satu teman Oceana yang duduk di dekat pintu memperingatkan. Mereka semua langsung terdiam.

"Claudia! Saya cari kamu dari tadi. Ikut saya." Oh, my! Aku langsung mengkerut ketika melihat Gana di depan pintu. Dia memang charming tapi saat ini rasanya aku mau sembunyi saja melihat wajah seriusnya. Tanpa menunggu jawaban, Gana langsung berbalik dan berjalan menuju ruang kerjanya.

Oceana memberi kode supaya kami membicarakan niatku tadi saat jam makan siang. Kemudian aku terburu-buru lari menuju ruang kerja Gana. Bukan salahku memiliki kaki singkat alias pendek.

"Tutup!" perintah Tuan Besar saat aku masuk ke dalam kantornya.

"Duduk!" katanya lagi sambil menunjuk kursi di hadapannya.

Gawat! Pasti aku melakukan kesalahan besar sampai Gana terlihat begitu gusar. Sambil mengingat-ingat pekerjaan yang telah kulakukan sebelumnya, aku menatap wajah laki-laki di hadapanku. Hari ini dia mengenakan sweater lengan panjang yang dipadu dengan jeans berwarna gelap.

"Maaf, Pak. Saya ...."

"Gana!"

"Ya?" Aku menatap bingung.

"Sudah kubilang, kalau berdua, panggil saya, Gana." Alamak! Aku menelan saliva. Merasa canggung dengan situasi ini.

"Maaf, Ga-gana. A-apa ada kesalahan yang saya perbuat?" Crap! Setelah latah, kenapa juga aku sekarang jadi gagap? Gana menatap tajam sejenak, kemudian menghela napas panjang.

"Sorry kalau bikin kamu takut. Rileks, Claudia. Kamu nggak ada salah, kok. Saya mau cuma mau tanya beberapa hal."

Aku menunggu kelanjutan dari kalimatnya. Manik cokelat gelapnya menatapku dengan serius lalu dia berkata, "Kamu ada hubungan apa sama Sky?"

Kali ini mau tidak mau aku terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu. Bagaimana pun hubunganku dengan Sky masih belum berubah. Client saat kami berhubungan dalam bisnis dan teman saat di luar. Gana mengacak rambut cokelatnya dengan frustasi ketika aku hanya terdiam. Aku terkesiap ketika menyadari sesuatu.

Jangan-jangan Gana ini suka sama Sky? Dia kan nggak pernah ada kabar dekat sama perempuan. Jangan-jangan dia suka sesama jenis. Oh, tidak! Mati aku! Bagaimana kalau dia tahu Sky mengajakku jalan kemarin?

*

Kadang aku heran sama Cloud. Pikirannya itu luar biasa imajinatif. 😅😅

Menurut kamu bener nggak tebakan Cloud? Aku sih berharap nggak ya. 😄😄

Jangan lupa voment-nya. Kukirim jutaan awan di langit untuk kalian. ☁️☁️☁️☁️⛅⛅⛅⛅🌥🌥🌥

Love love
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro