24. Sunflower

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terlihat sesosok tubuh yang bersandar di lantai dua bungalow. Gana tertawa dan melambaikan tangan seraya berteriak memanggil nama sepupunya yang langsung menghilang.

Kami kembali memasuki bungalow, langsung menuju mini private pool dengan pemandangan langsung ke laut lepas. Sky sudah berdiri di sana, bersandar pada tiang dan menatap laut.

"Kok lo nggak bangunin gue?" tanya Sky, menoleh menatap kami yang baru datang.

"Lo kan capek. Lagian nyetir cuma gantian sekali. Ya jelaslah lo tepar macam beruang hibernasi selama musim dingin." Mereka lalu terus mengobrol dengan seru.

Halooo! Disini masih ada satu makhluk Tuhan yang paling lucu, lho! Rasanya ingin kuteriakkan kata-kata itu pada mereka.

Lima menit kemudian, Sky baru menolehkan kepalanya padaku, "Pagi, Clouddd!"

Aku mendengkus lalu membuang muka dan segera berjalan kembali ke bungalow. Heran, sekesal apapun, jantungku selalu tidak berhenti berdebar keras kalau berhadapan dengan laki-laki itu.

Pagi itu Sky dan Gana membongkar muatan, sementara aku dan Oceana membuat sarapan. Setelah itu kami berjalan menuju tepi pantai, membawa alas duduk seadanya dan berpiknik. Udara laut, angin sepoi dan cuaca yang indah membuatku bahagia.

Setelah sarapan, Sky dan Gana memutuskan untuk bermain air sejenak. Mereka seperti dua anak kecil yang bahagia dilepas ke alam bebas. Aku tertawa melihat tingkah mereka. Oceana menatapku yang sedang tertawa.

"Lo tadi pagi jalan-jalan sama Gana?"

"Iya. Lo tadi belum bangun. Eh ...." Kalimatku berhenti ketika menatap pemandangan yang mendebarkan.

Gana melepaskan bajunya yang basah kuyup. Tubuh tingginya ternyata tidak sekurus yang kuduga. Sky tidak mau kalah, dia juga melepas bajunya. Bayangkan pemandangan biseps dan segala hal menyangkut testoteron terpampang nyata. Sekarang mereka saling menyipratkan air dengan baju.

"Sen, kayanya gue bakal mimisan sebentar lagi." Sahabatku tergelak dan mendorongku.

"Mami! Mami!"

"Manja amat panggil mami, mami." Perempuan berambut panjang itu berdiri lalu menaburkan pasir di atas rambutku dan tertawa.

"OSEEENNN!" jeritku sambil mengejarnya yang tertawa.

Sepanjang tahun-tahun berat setelah kepergian kedua orangtuaku, ini adalah salah satu hari menyenangkan yang sangat jarang kurasakan. Langit biru, udara sejuk, deburan ombak dan tawa menerbitkan gelombang kebahagiaan. Aku berharap waktu berhenti di sini.

Tempat kami menginap adalah kompleks ecowisata besar. Selain hutan bakau, di sini ada juga kebun bunga matahari. Kesanalah Sky mengajak kami sebelum makan siang. Aku tidak bisa berhenti mengagumi kebun ini. Bunga matahari yang berwarna kuning cerah dengan latar langit berwarna biriu, sangat indah. Entah berapa puluh kali kamera mengabadikan kami.

"Kamu suka?" Tiba-tiba saja Sky sudah ada di sampingku. Kami menatap Gana yang sibuk memotret Oceana. Gadis bermata cokelat itu terus-terusan menginstruksikan Gana. Aku tertawa melihatnya menyuruh-nyuruh bos besar kami, Oceana bisa dalam masalah besar kalau kembali ke kantor.

"Suka sekali. Terima kasih, Sky." Kutolehkan kepala dan menatap langsung ke mata laki-laki yang kini tersenyum begitu lebar.

"Kamu dekat dengan Gana?" tanya Sky. Tangannya memainkan bunga matahari.

"Dia atasanku dan pemilik perusahaan tempatku bekerja," kataku sambil menatap Oceana yang sekarang menyuruh Gana untuk mengambil foto tubuhnya dari belakang.

"Teman kamu selalu begitu?"

"Oceana? Sejak kuliah dia sudah begitu. Orang IT yang tidak tampak seperti IT pada umumnya." Aku tertawa mengingat betapa berisiknya perempuan berambut hitam itu.

"Kalian beda fakultas, bagaimana bisa bertemu?" Sky menggamit lenganku dan mengajak ke tepi kebun bunga.

Mataku menerawang jauh, mengingat hari-hari silam. Kala itu aku masih memiliki banyak pekerjaan sambilan agar bisa kuliah, salah satunya di sebuah gerai pizza. Aku bertemu dengan gadis cerewet tapi memiliki senyum manis yang menyapa saat aku menunggu angkutan umum setelah shift pagi dan membaca brosur sebuah Universitas.

Arah angkutan umum yang sama, memungkinkan kami untuk mengobrol lebih lama. Oceana mengajakku untuk berkuliah di tempatnya dengan mengambil jalur beasiswa. Melalui dia, aku mendapat banyak informasi mengenai beasiswa. Oceana memang satu tahun lebih dulu angkatannya dibandingku.

Mungkin, hari-hari itu adalah yang terberat. Aku bekerja di tiga tempat sekaligus dan belajar mengejar beasiswa. Namun, Oceana selalu ada di sampingku untuk mendukung dan menyemangati. Bukan itu saja, orangtua gadis itu juga menyambutku dengan tangan terbuka. Untuk pertama kalinya sejak kepergian orangtuaku, aku bisa menyebut sebuah bangunan sebagai rumah.

Sky bertanya apa yang terjadi dengan orangtuaku, maka kuceritakan secara garis besar seperti tadi aku bercerita pada Gana. Tiba-tiba dia mengelus rambut pendekku dan mengacaknya. Kutolehkan kepala dan melihat pandangan matanya yang tulus.

Gawat! Sekarang jantungku benar-benar terkapar di tanah saking berdebarnya.

*
Aku tuh jadi no comment di part ini. 😆😆

Gimana menurut kamu?

Jangan lupa voment untuk jutaan awan di langit ya. ☁️☁️☁️☁️☁️⛅⛅⛅🌥🌥🌥🌥

Love love
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro