26. Happy Now

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sepulang dari Probolinggo, Gana kembali menampilkan wajah dingin dan cuek di kantor. Sampai aku terus berpikir apakah ada kesalahan yang kuperbuat. Oceana hanya mengangkat bahu saat kusampaikan perasaanku yang bingung melihat kelakuan si super boss.

Sejak memergoki aku dan Sky nyaris berciuman, Gana bersikap biasa hanya aku merasakan aura dingin yang memancar kuat. Selepas makan malam, laki-laki jangkung itu berjalan-jalan sendiri di pantai lama sekali, sampai Oceana mencarinya karena khawatir. Entah apa yang terjadi, saat kembali Gana terlihat cukup kacau.

"Gana kenapa, Sen?" tanyaku penasaran saat kami bersiap akan tidur.

"Lah? Lo bener-bener ya, bego dipelihara. Lo jadian sama Sky?" Bukannya menjawab, gadis itu malah balik bertanya. Aku mengangguk malu-malu.

"Berarti lo harus sembuh dari latah."

"Emang latah itu penyakit ya, Sen?"

"Lo googling, deh. Gue lagi banyak pikiran nih." Setelah berkata itu, Oceana bergelung dan langsung tidur.

Ck, katanya banyak pikiran tapi malah tidur. Aku ikut berbaring. Memikirkan Sky yang hanya berjarak lima meter dari tempatku. Mendadak, wajahku menghangat dan tersipu malu sendiri.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa. Sky tetap perhatian, semakin parah malah. Tapi kami tidak menunjukkan kemesraan yang berlebihan, terutama karena Gana selalu menggeram marah setiap Sky mendekatiku. Mungkin dia hanya khawatir sepupu tersayangnya terluka karena aku.

Sebulan pun berlalu dengan cepat. Pekerjaan kantor, menemani Sky bermain sepeda, mengobrol dengan Sapto di bengkel Bicycle Lane untuk menunggu Sky selesai bekerja di akhir pekan, menjadi rutinitas baruku. Seperti Sabtu ini.

"Sorry, Cloud. Kamu kelamaan ya?" Dia mengecup ringan dahiku. Sapto langsung pura-pura tidak melihat.

"Kamu, tuh. Jangan di depan Sapto, dong. Aku malu."

"Oh. Kalau di belakang Sapto, boleh?"

Aku langsung tertawa mendengar pertanyaannya, begitu juga Sapto. Sabtu ini, Sky memintaku untuk menemaninya bersepeda sore di sekitaran Serpong. Berkat laki-laki itu, sekarang aku sudah bisa bersepeda dengan lancar tanpa teringat trauma.

Kami melintasi bagian depan cluster-cluster yang sepi. Tiba-tiba, seekor anjing berlari melintas. Aku yang kaget langsung membuang stang sepeda dan membentur trotoar lalu berteriak saat sepeda menindih kakiku. Sky langsung mendekati dengan raut wajah khawatir.

"Kamu nggak apa-apa, Cloud?" tanyanya.

"Sepertinya kakiku terkilir," jawabku.

Sky langsung menyuruhku untuk duduk dan mengambil gawai untuk menelepon Sapto. Kemudian dia memberikan air minum padaku.

"Kita ke rumah sakit, ya?"

"Cuma terkilir, Sky."

"Cuma kata kamu. Itu muka uda pucat pasi nahan sakit masih bilang cuma. Nggak! Kita ke rumah sakit."

Sapto datang membawa Ford Ranger. Sky menggendongku ke dalam mobil. Gosh! Dia membuatku malu bukan main. Setelah itu, barulah dia dan Sapto menaruh sepeda di bagian belakang.

Seumur hidup baru pertama kali ini aku mendatangi Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit hanya karena terkilir. Namun, hal yang lebih mengejutkan adalah dokter yang datang untuk merawatku. Winda ternyata dokter di rumah sakit ini. Kurasakan Sky yang berdiri di sampingku juga terkejut dan badannya menjadi kaku.

"Hai, Sky! Apa kabarmu? Kamu sakit?" tanya perempuan berambut gelap panjang di hadapanku.

"Bukan aku. Claudia." Kupicingkan mata. Kenapa Sky terlihat aneh?

Winda memeriksa kakiku dan meminta rontgen. Sambil menunggu, hasil rontgen keluar, kami bertiga mengobrol. Tepatnya Sky dan Winda yang mengobrol sementara aku terkapar menahan nyeri.

Iseng-iseng tidak ada kerjaan, aku meraih gawai dan mengirimkan pesan ke Oceana. Aku tahu dia sedang bersama Haykal, tapi siapa tahu dia bisa menginap di rumahku nanti malam. Sepertinya nyeri ini cukup serius.

Cedera di kakiku ternyata bukan hanya terkilir. Ada retak di punggung kaki. Pantas saja sangat nyeri. Setelah pengobatan ini itu yang membuatku mengantuk, Sky membawaku pulang. Sapto tadi sudah menurunkan sepeda dan kembali mengantarkan mobil Sky.

"Kalian cukup dekat?" tanyaku setelah berada di mobil. Kulihat rahang Sky mengeras.

"Winda mantan pacar Gana, jadi, yah, kami cukup dekat."

Hah? Gana si raja es ternyata pernah punya pacar? Sky tertawa melihat raut wajahku. Tangannya yang panjang menggapai kepalaku dan mengelusnya.

"Gana juga manusia, Cloud. Meskipun hubungan mereka berantakan juga pada akhirnya." Tidak bisa berkata apa-apa, aku hanya menganggukkan kepala. Nyeri itu bahkan membuatku mual menahan sakit. Melihat wajah pucatku, Sky menggenggam jemariku erat seolah berbagi kekuatan.

"Kamu sendirian malam ini?" tanya Sky ketika menggendongku ke kamar. Dia berlebihan memang, padahal sudah kubilang kalau aku bisa berjalan meskipun perlahan, namun dia malah menggendongku seperti anak kecil.

"Oceana akan menginap di sini. Sepertinya senin nanti aku tidak bisa bekerja," ujarku sedih. Sky menundukkan kepalanya dan menciumku.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanyaku. Sepertinya dia sedikit frustasi entah karena apa.

"Memikirkanmu yang harus sendirian di rumah dengan kondisi seperti ini. Nggak mau dirawat di rumah sakit lagi." Aku tidak suka rumah sakit. Mengingatkanku pada Ayah dan Ibu. Wajahku pasti terlihat sengsara karena Sky kembali menciumku.

"Maaf aku lupa kamu tidak suka rumah sakit." Tepat saat itu perutku berbunyi.

"Kamu itu ya, selalu saja membuatku tertawa." Sky mencolek hidungku dan meraih gawainya untuk memesan makanan. Oceana datang dua jam kemudian, tepat saat aku dan Sky selesai makan.

"Langsung tidur, jangan lupa pain killer-nya diminum." Mendadak, Sky memelukku lalu membisikkan kata-kata yang membuat wajah merona.

"Kalian selalu seromantis itu?" tanya Oceana setelah Sky pulang. Dia baru saja mengganti baju dengan piyama. Aku tertawa mendengar pertanyaannya. Definisi romantis bagi setiap orang mungkin berbeda. Menurutku Sky hanya bertingkah seperti pacar yang perhatian.

*
Haiii ... part ini memang masa-masa bahagia Cloud. Entah di part lain, jadi kita nikmati aja bahagianya.

Selamat membaca untuk jutaan awan di langit. ☁️☁️☁️☁️☁️🌥🌥⛅⛅

Love
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro