32. Intuisi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kedua kalinya aku merasakan keanehan pada diri kakak adalah saat aku memungut seekor anak kucing liar. Kucing itu begitu kecil dan menggemaskan. Setelah mandi dan makan sampai kenyang, kucing itu terlihat terawat. Namun, suatu hari sepulang sekolah aku menemukan anak kucing itu mati terbakar di halaman belakang.

"Kucing itu mengganggu seperti sampah, jadi sekalian saja kubakar!" Aku ternganga karena ngeri membayangan Kak Arthree membakar anak kucing hidup-hidup.

Sampai di situ, aku jadi tidak bisa mempercayai kakakku sendiri. Aku berhenti makan dan minum di rumah. Kukatakan pada kakak kalau tugas-tugas sekolahku banyak jadi lebih baik aku makan di sekolah sedangkan untuk minum, aku biasa menggunakan air mineral kemasan. Selain itu, aku juga mulai berjualan alat tulis kecil-kecilan jadi uang untuk makan berasal dari keuntungan penjualan.

Kemudian, aku jatuh sakit. Demam dan radang setelah kehujanan sepulang sekolah. Kak Arthree mengomeliku panjang kali lebar. Dia mengatakan bahwa seharusnya aku tidak usah hidup sekalian karena telah merepotkannya. Namun, di luar dugaan dia merawatku dengan baik. Teka-teki kenapa dia merawatku dengan baik, terjawab keesokan harinya. Tante Arlen datang berkunjung untuk mengecek kondisi kami.

Melihatku yang terkapar tidak berdaya karena demam, Tante Arlen memutuskan untuk menginap. Jadi Kak Arthree bisa fokus ke kuliahnya. Hal ini membuat rasa takutku mereda dan cepat sembuh.

Sehari setelah kepulangan Tante Arlen, aku terbangun dengan sesak napas. Rupanya selimut tipis yang menyelimutiku menutup sampai kepala. Aku mencoba bergerak, tapi tidak bisa. Lamat-lamat terdengar suara seperti bersenandung, "Mati ... mati ... sesak sampai mati."

Suara itu terdengar serak, mengerikan dan berasal dari kakakku. Entah bagaimana, aku masih hidup keesokan harinya. Kak Arthree menatapku ketika keluar kamar dengan wajah pucat, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Saat itulah aku bertekad untuk menjauh darinya. Namun apalah yang bisa dilakukan oleh anak usia 15 tahun kecuali insting bertahan hidupnya? Aku mulai bekerja paruh waktu sepulang sekolah dengan memberikan les pada anak-anak Sekolah Dasar. Selama bekerja, otakku tidak pernah berhenti berputar, memikirkan bagaimana bisa menjauhi kakak.

Tiga tahun berikutnya sangat mengerikan. Kakak mulai memanggilku pembunuh. Dia mengatakan pada teman-temanku yang datang untuk belajar bersama bahwa aku ini pembunuh orangtua sendiri. Temanku yang ketakutan pada kakak, tidak pernah datang lagi.

Kemudian, aku mulai dikucilkan di sekolah. Ketakutan dan dikucilkan membuatku sering merasa gugup dan mudah kaget. Namun aku menolak kalah. Ada beberapa cara untuk mengalahkan bullying. Salah satunya adalah dengan menunjukkan kehebatan diri. Bullying memang kerap dilakukan pada anak yang terlihat lemah.

Aku tidak pernah melakukan kekerasan, namun aku mulai mengikuti olimpiade-olimpiade yang membuatku lebih sering bersama guru pembimbing dan seringkali pulang terlambat. Setidaknya karena dekat dengan guru, tidak ada satu murid pun yang mengganggu. Kehidupan sekolahku perlahan membaik, meskipun tidak ada sahabat atau teman yang terlalu dekat tapi mereka tidak menggangguku lagi.

Lulus dari Sekolah Menengah Atas, aku tidak langsung kuliah dan mulai mencari beberapa pekerjaan. Hasil dari pekerjaan ini kutabung, untuk berjaga-jaga kalau kakak mulai bertindak aneh lagi.

Apa yang kutakutkan terjadi. Suatu malam, dia pulang bekerja dan seperti biasa memandangiku yang sedang tertidur sambil bergumam. Aku bisa mendengar gumamamnya dengan jelas, "Adik kecil tidur. Tidur sampai mati. Tidur sampai mati."

Mencoba mengintip, aku melihat pandangan mata kakak yang seperti orang hilang kesadaran. Aku sangat ketakukan, rasanya seperti kakak akan membunuhku saat itu juga. Namun dia kemudian keluar saat terdengar bel pintu depan. Begitu dia keluar, mataku langsung terbuka lebar.

Selama ini kakak selalu melarangku untuk mengunci pintu kamar, dialah yang mengunci pintu kamarku setiap malam lalu membawa-bawa anak kuncinya. Sepertinya keberuntungan sedang berpihak padaku, saat kulihat anak kunci itu menancap di kunci kamarku. Segera kuambil kunci itu dan mengunci pintu dari dalam. Terdengar suara bercakap-cakap.

"Kamu bisa memakainya sampai dia mati." Suara kakak terdengar jelas.

Sudah cukup! Aku mengambil ransel yang kusembunyikan untuk berjaga-jaga jika harus kabur. Sebentar, kuperhatikan kamar yang selama ini kutempati lalu menepis keraguan. Aku membuka jendela tepat saat kakak dan temannya mencoba membuka pintu. Bunyi dobrakan terdengar jelas.

"ANAK SIALAN! BERANI-BERANINYA KAMU MENGUNCI PINTU?"

Aku bergegas keluar dari jendela, melompat dan kabur di tengah malam. Mungkin kakak dan temannya mendobrak pintu, tapi saat itu aku pasti sudah jauh dari sana.

*

Hari ini nggak ada part tentang Gana dulu ya. Besok-besok lebih banyak. 😁😁😁

Jangan lupa voment-nya untuk jutaan awan di langit. 🌧🌧🌧🌧🌧🌨🌨🌨🌨🌨

Love love
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro