4. Breathless

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gila! Gue harus bawa oksigen kalau nanti ke tempat dia," kataku sambil melangkah di samping Ocean setelah meeting selesai. Benar-benar bertekad akan membawa tabung oxycan kalau-kalau asmaku kumat saat berhadapan dengan makhluk Tuhan yang menurutku ganteng banget.

"Emang kenapa?" Kualihkan pandang ke arah orang yang malah balik menatap dengan bingung. Ini cuma aku saja gitu yang kena pesona Sky? Atau memang Oceana lebih kebal dengan cowok lain setelah berkenalan dengan cowok kantor sebelah? Kugelengkan kepala membuang semua praduga.

"Suka lupa napas gue, Sen." Oceana langsung mencubitku karena memanggilnya Osen. Habis gimana lagi? Namanya susah disingkat dan Osen lebih praktis.

"Eh, Monyong! Ayam! Ayam monyong!" Latahku disambut gelak tawa manusia laut yang berlari menuju meja kerjanya.

Malas kejar-kejaran dan berpotensi semakin dikerjai oleh Oceana, kulangkahkan kaki menuju pantry untuk membuat kopi. Langkahku langsung berhenti saat melihat bos besar ada di sana dan memegang secangkir gelas.

Gana sedang berdiri di depan mesin kopi, sibuk memencet-mencet tombolnya. Waktu kubilang dia bos besar, itu berarti dua makna. Satu, dia adalah salah satu orang dengan jabatan tertinggi di kantor. Dua, badannya memang tinggi besar. Rasanya aku tidak sampai sepundaknya. Ada di sebelah Gana, serasa kurcaci.

Tiba-tiba uap memenuhi pantry. Aku bergegas mendekat untuk melihat apakah dia salah memencet tombol. Gana sedikit menyingkir sambil mengerutkan dahi saat aku mendekat ke mesin kopi.

"Bukan gitu, Pak. Ini malah jadi uap semua." Kuambil alih gelas yang dipegangnya dan memencet beberapa tombol. Tidak lama, kopi segar dengan harum memenuhi ruangan pun tercium.

"Thank you, Cloud," ucapnya lega saat menerima kembali cangkirnya yang kali ini berisi kopi. "Saya nggak pernah ngerti cara pakai mesin ini," desahnya sambil tertawa kecil.

Aku bengong sejenak. Oke, ini pemandangan langka. Melihat Gana begitu santai dan menanggalkan segala hal yang berbau profesionalisme, gerakan cepat dan tanpa salah. Dia menyenderkan badannya ke tembok di samping pantry dan menatap keluar jendela.

"Er, sama-sama, Pak," kataku dengan gugup. Dia menoleh padaku.

"Kamu takut sama saya?" Oh, God! Apa itu tercetak jelas di wajahku?

"Oh, nggak, Pak. Saya kan cuma segan." Aku menjawab diplomatis. Dia masih menatap dengan tajam lalu mengangkat bahu.

"Oke, then. Lain kali rileks aja kalau berhadapan sama saya. Nggak akan gigit kok. By the way, kalau lagi berdua, panggil Gana aja." Gana tersenyum, mengangkat cangkir kopinya lalu keluar dari ruangan.

Aku hanya bisa terpaku melihat perubahan sikapnya barusan. Itu manusia pasti kesambet setan kopi, deh. Gana yang kukenal dari cerita teman-teman, tidak akan tersenyum dengan mudah. Kupikir mukanya default judes, ternyata manis juga kalau senyum. Apalagi tadi dia tertawa.

Terus tadi dia bilang apa? Panggil dia Gana saja kalau sedang berdua? Aku tertawa sendiri mengingat ucapan itu. Bagaimana mungkin manusia dengan kasta rendah sepertiku akan sering berdua dengan big boss.

Menggelengkan kepala dengan frustasi karena memikirkan kelakuan Gana, aku membuat kopi sambil melamun. Tepat ketika mesin berbunyi tanda kopi selesai dibuat, terdengar bantingan pintu yang sukses membuat tanganku menyenggol cangkir dan menyebabkan kopi tumpah. Untung saja cangkir yang jatuh tidak pecah.

"Eh, Monyong lo! Tumpah se'ae! Kopi gue tumpah!" Terdengar gelak tawa mengikuti latahku.

"Oseeennnn! Lo tega banget sih. Ini kan panas!" seruku kesal.

Ya nasib, aku mengusap-usap tangan sambil mengomel pada Oceana dan teman-teman timku yang kembali sukses mengerjai. Kadang, aku merasa sedih jadi orang latahan. Selain ditertawakan dan rentan di-bully, hal mengenaskan kerap terjadi. Contohnya kulit yang melepuh karena tersiram kopi panas ini. Belum lagi kalau terpaksa menahan diri supaya tidak latah, dijamin sariawan nambah karena aku harus mengigit lidah atau pipi bagian dalam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro