40. Creep

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hal pertama yang kulakukan adalah membanting pintu, tapi orang itu lebih cepat. Dia mendorong pintu dengan keras sampai rumah gerendel tercabut lepas dan pintu terbuka lebar. Dalam hitungan detik, orang itu membekap mulutku yang akan menjerit dan mendorongku masuk.

Seseorang di belakang orang itu berjalan masuk dan menutup pintu. Mataku terbelalak menatap orang yang dengan santainya berjalan dan tersenyum.

"Hai, Claudia! Kamu senang banget ya main petak umpet. Tapi aku tahu kamu cepat bosan dan voila! Kamu sendiri yang keluar dari persembunyian." Aku menggigit tangan orang yang memegangku. Dia menjerit dan melepas bekapan mulut namun satu tangannya tetap memegangiku.

"Sialan!" Orang bertopi baseball itu menamparku dengan keras sampai telingaku berdenging keras.

"Tahan!" Perempuan yang kukenal dengan baik sebagai kakak satu-satunya, berjalan menghampiriku.

"Kamu kakakku! Kenapa kamu lakukan ini?" tanyaku histeris dalam ketakutan.

"Karena kamu pembunuh! Gara-gara kamu, mereka mati! Impianku hilang! Ayah dan Ibu juga selalu menyayangimu lebih dari aku! Claudia begini, Claudia begitu. Kamu lebih cantik, punya teman banyak! Bahkan mereka mati karena harus mengambil hadiah konyolmu itu!"

Aku tersentak kaget. Tidak pernah terpikirkan olehku keanehan kakak diawali dari rasa iri dan kekecewaan karena rencananya berantakan. Si topi baseball tiba-tiba menamparku. "Ini bayaran karena kamu sudah mengacaukan hidup kakakmu."

Desakan ingin tertawa mengalir kuat sekali. "Mengacaukan hidupnya? Dia yang mengacaukan hidupku, sinting!"

Kali ini tonjokan yang tidak pelan menghantam sisi kiri kepalaku. Rasanya mataku berkunang-kunang. "Adik kurang ajar, harus diajari! Sudah lama aku mencarimu untuk membayar hutang."

Tiba-tiba perasaanku tidak enak. Si topi baseball menjilat bibirnya dan menaikkan sedikit topi, membuatku tersentak karena melihat bagian atas kepalanya yang berbekas luka.

"Mau apa kalian?" Aku mencoba melangkah mundur, namun cekalan tangan laki-laki itu sangat kuat. Dia menarikku kembali mendekat.

"Lima tahun lalu kamu kabur dan aku tidak bisa mendapatkan hadiahku. Sekarang kamu sudah tidak bisa kemana-mana, tikus kecil." Dia mulai mencoba untuk merobek bajuku. Sambil berteriak, kutendang laki-laki itu.

"Kurang ajar!" desisnya marah, manampar lagi lalu menghantamkan mukaku ke lantai. Kepalaku sakit dan rasanya darah mulai mengalir dari hidung serta bibirku. Perihnya nyaris tidak terasa karena hatiku mulai nyeri dengan rasa takut. Melalui pandangan yang terbatas karena berkunang-kunang, kulihat bola matanya menggelap dalam amarah yang gila.

Sementara laki-laki itu mencoba untuk menodaiku, kakak hanya terbahak-bahak. Dia gila! Aku menjerit keras. Kak Arthree tiba-tiba melompat dan menyumpal mulutku dengan kain. Darah dari bibirku meresap ke dalam kain itu.

"Tidak akan ada yang mendengarmu, Claudia sayang. Tidak akan ada orang lagi yang akan berkorban untukmu karena hari ini kamu mati." Bersamaan dengan kata mati, si topi baseball berhasil merobek piyama yang kupakai. Kancing-kancing yang terlepas menggelinding. Aku mulai menangis karena marah dan takut.

Lidah menjijikkan laki-laki itu menari-nari di leher lalu turun ke dadaku, rasanya lebih baik aku mati saja sekarang. Air mata yang meleleh memasuki telingaku. Tiba-tiba teringat ucapan Sakhi di salah satu sesi terapi kami. "Ketika rasa takut menguasaimu, coba lawan, Cloud. Kamu pasti bisa!" Mataku langsung terbuka lebar. Aku harus melakukan sesuatu, meskipun itu berarti membayarnya dengan nyawa.

TIDAK! TIDAK, TIDAK, TIDAK! Sekuat tenaga aku mencoba mendorang kain yang disumpal ke mulutku dengan lidah. Di usaha kelima sumpalan itu terlepas.

"Ikat dia, Three. Macam kuda liar saja dia!" seru laki-laki yang kini berpeluh karena memegangiku sekuat tenaga. Kakak terkekeh seperti orang gila dan mulai mengeluarkan tali rafia.

"TOLONG!" jeritku sekuat tenaga. Kakak langsung meninju perutku supaya aku terdiam. Aku tersentak dalam rasa sakit.

"Tidak akan ada yang mendengarmu, sweetheart. Apartemen di sini sepi kalau sore." Kak Arthree tertawa sambil mengikat kakiku. Laki-laki yang masih memegangi badanku menyeringai, "Lo kaya gini, makin buat gue bergairah!"

Oh, Tuhan! Aku tidak mau mati ternodai seperti ini. Benakku berputar mencari cara untuk mencari pertolongan. Seandainya ada Gana di sini, atau bahkan lebih dari itu. Seandainya ada Sky di sini, dia pasti tidak akan membiarkanku seperti ini.

"SKYYYY!" Entah darimana, tiba-tiba aku meneriakkan nama laki-laki yang selama ini diam-diam kurindukan.

*

Aku no comment di bagian ini.

Terlalu ngeri buat jadi nyata kayanya. 😢😢😢😢

Untuk awan yang sedang ketakutan, jangan lupa vomentnya ya. 🌧🌧🌧🌧🌧🌩🌩🌩

Tetap love,
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro