51. Too Good at Goodbye

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa hari setelahnya saat weekend, Sakhi mengundang Oceana untuk makan malam bersama. Sahabatku itu datang sejak siang supaya bisa mengobrol denganku dan bermain dengan Caramel. Malam itu, Gana yang ikut datang bersama Sky terkejut melihat Oceana ada di sampingku. Namun dia tidak berkata apa-apa.

"Gana kacau berat belakangan ini. Dia sering nginep di kantor. Kondisinya agak mengkhawatirkan. Kamu bisa nggak ngomong sama dia?" bisik Sky sambil menarikku ke arah ruang makan. Fakta bahwa Gana juga menyukaiku tidak menyurutkan Sky. Dia percaya padaku dan ikatan yang menyatukan kami, tidak akan sampai mengoyak rasa kekeluargaan.

"Benar nggak apa-apa aku ngomong sama dia?" tanyaku mencoba meyakinkan laki-laki berkaus putih di hadapanku.

"Iya, aku cemburu. Sedikit. Tapi aku tahu cuma kamu yang bisa bicara sama dia." Akhirnya kuanggukkan kepala setuju. Makan malam berlangsung dengan ceria, lebih banyak disebabkan oleh tingkah laku Caramel yang lucu dan menggemaskan. Sementara itu Gana, yang kulirik diam-diam, terlihat seperti robot yang sedang menyuapkan makanan ke mulutnya.

Tubuh jangkungnya terlihat lebih kurus dengan kantung mata cekung dan menghitam. Dia masih terlihat rapi. Kalau diperhatikan sekilas, sepertinya tidak ada yang salah dengannya. Namun aku tahu, betapa dia telah banyak berubah.

"Biar aku saja yang membereskan meja," kataku pada Sakhi setelah makan malam selesai. Perempuan cantik itu tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Ssttt, bantuin!" bisikku pada Gana saat pandangan kami bertemu. Sesaat, kupikir dia akan langsung menolak, tapi kemudian dia mulai mengambil piring-piring kosong tanpa banyak bicara.

"Gimana kondisi kamu? Maaf ya aku nggak bisa sering-sering nengokin kamu." Gana memulai pembicaraan setelah lima menit kesunyian. Sky sedang disandera oleh Caramel yang memaksanya bermain masak-masakan.

"Sakhi membantuku banget. Nggak apa-apa, Gan. Aku tahu kamu sibuk." Gana terlihat cukup berantakan. "Kamu harus hidup yang benar, Gan. Lihat tuh, kantung mata kamu." Dia hanya melirikku.

"Jangan mulai, Cloud. Kalau kamu sudah memilih Sky, tolong jangan pedulikan saya. Itu hanya membuat saya semakin sakit." Cukup sudah! Laki-laki ini sudah melewati batas! Kupukul bahunya dengan lap dapur. Mata cokelatnya membelalak karena kaget.

"Kalau kamu mau tahu, Gan, aku juga sayang sama kamu. Aku nggak rela kamu jadi kaya gini hanya karena aku. Memangnya kamu pikir, perempuan itu cuma aku? Come on, Attelerik Gegana. Kamu itu superior dengan darah Alpha. Harusnya kamu yang memimpin bukan jadi bucin." Aku mengatur napas terengah-engah. Sepertinya semua emosi kusalurkan padanya. Perlahan senyum terbit di wajah tampan yang berantakan itu.

"Aku jadi pingin nyium kamu." Aku langsung waspada.

"Jangan coba-coba! Atau lap ini berakhir di muka kamu." Tiba-tiba dia tertawa keras dan lepas.

"Rasanya aku sudah patah hati berhari-hari. Tadi Sky maksa mengajak ke sini karena katanya cuma kamu yang bisa bikin aku sadar. Dia benar. Melihatmu hidup, mengomel dan bukannya gemetaran adalah obat yang tepat." Sekarang aku yang tertegun menatap wajah tampan itu tersenyum lega.

Orang bilang, terkadang mencintai itu bukan berarti memiliki. Mungkin inilah yang dirasakan oleh Gana. Dia benar-benar orang yang baik. Seharusnya dia memiliki perempuan yang tepat dan mencintainya sepenuh hati.

Kabut memenuhi penglihatanku. Bagaimanapun juga aku menyayangi laki-laki jangkung ini. Dia yang seringkali menolong dan menopangku. Sayangnya, aku tidak bisa membalas perasaannya. Aku hanya sayang padanya bukan mencintai

"Kamu berhak untuk bahagia, Gana. Saat itu terjadi, aku akan tersenyum paling lebar dan tertawa paling keras untukmu." Aku tidak tahan lagi. Air mata itu tumpah seperti bagaikan bah. Dia memelukku lembut.

Baby, we don't stand a chance.
It's sad but it's true.
I'm way too good at goodbyes.

Rasanya lagu Sam Smith itu menggema dalam benakku. Gana mengeratkan pelukannya. "Jangan menangis, Claudia. Aku janji akan hidup dengan baik asal kamu nggak nangis lagi. Ya?"

Aku terus menangis untuk Gana. Untuk segala pengorbanannya yang tidak bisa terbalaskan olehku. Dalam hati, aku sungguh berdoa untuknya. Dia berhak untuk bahagia, seperti juga yang lain.

Setelah tangisanku reda, Gana melepaskan pelukannya. Dia tersenyum lembut. "Kenapa malah kamu yang nangis?"

"Karena aku tahu kamu pasti gengsi buat nangis. Jadi aku nangis buat kita." Dia tergelak-gelak. Tawa kedua yang kudengar darinya setelah sekian lama.

Sky memandangku penuh dengan rasa ingin tahu saat kami berdua keluar dari dapur. Oceana yang sedang mengobrol dengan Sakhi juga menolehkan kepala dengan pandangan bertanya-tanya. Namun aku sedang tidak mood untuk bercerita. Mungkin nanti saja setelah emosiku lebih stabil.

*

Fix! Besok mau cari jodoh buat Gana deh. Sayang laki-laki ini kalau dilewatkan. Ahahaha

Jangan lupa klik tanda bintang di kiri lalu komen untuk jutaan awan di langit. ️☁️☁️☁️☁️🌧🌧

Love
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro