8. I (Wish) I Can Fly

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suara gawai mengalihkan perhatianku dari lamunan tentang kemarin sore. Sambil mengerutkan dahi, aku membaca caller ID yang menuliskan nama Oceana. Tumben anak itu nelepon ke gawai. Biasanya juga langsung ke extention ruanganku.

"Cloud, makan siang, woy! Lo di mana sih? WhatsApp gue nggak dibaca, telepon ruangan lo sibuk terus. Laper gue." Aku melirik gagang telepon di ruangan yang ternyata tidak sempurna letaknya. Pantas dari tadi ruangan sepi. Mas Prama sudah entah di mana. Palingan dia lunch sama Gana.

"Eh, ketawa lagi! Makan nggak, lo?" Ocena mendampratku sekali lagi. Buru-buru aku menjawab pertanyaannya. Bisa bahaya kalau dia marah. Pernah lihat laut saat badai kan? Bayangkan badai itu ada di dalam si manusia laut. Mengerikan!

Kami makan siang di kantin kantor yang ada di basement satu. Seperti biasanya kalau kami terlambat turun, hampir semua meja sudah terisi. Untunglah aku melihat Mas Prama melambaikan tangannya.

"Untung ada Mas Prama. Penuh banget, deh. Eh, Mas Prama makan sama siapa?" Cerocos Oceana bahkan sebelum pantatnya ditaruh di kursi. Baru saja atasanku itu membuka mulut, terdengar jawaban dari belakangku.

"Mas Prama makan sama saya." Ucapan itu pelan, tapi jantungku tidak siap dengan suara Gana yang tiba-tiba keluar.

"Astagfirullah! Allahu Akbar!" seruku tanpa tertahan.

Kali ini bahkan Mas Prama menutup mulutnya yang menganga karena kaget. Oceana mendelik memperingatkan. Ini bukan hanya teman kantor. INI GANA! Marketing Director kami. Aku mendadak pucat, sadar telah menggali kubur sendiri.

"Seriously, Cloud, kamu harus mengatasi penyakit kagetan itu. Jangan sampai saya dikira penguntit atau apa gitu karena kamu teriak-teriak setiap kaget." Gana duduk dan menaruh nampan berisi makanan yang tadi di pegangnya.

"Ma-maaf, Pak. Sa-saya kaget!"

"Ya udah, nggak apa-apa. Kalian mau makan sambil berdiri? Udah duduk aja."

Buru-buru Oceana menyikutku untuk duduk. Kali ini aku sempat mengigit bibir untuk mencegah latah keluar. Mas Prama, sebaliknya, menatapku dengan pandangan geli.

"Kemarin gimana, Cloud? Kata Sky kamu belajar naik sepeda?" tanya Gana.

Oceana menatapku ternganga. Dia memang belum kuceritakan tentang kejadian kemarin. Belum ada waktu untuk itu dan aku yakin perempuan bawel di sampingku ini pasti akan membuatku menghabiskan waktu kerja untuk mengobrol. Makanya aku menunda cerita ini sampai nanti sore. Tapi berhubung Gana sudah membuka percakapan itu, mau tidak mau aku menceritakan sebagian.

"Tapi lo kan trauma naik sepeda. Kok bisa berani lagi?" Mata manusia laut menyipit curiga.

"Kamu trauma naik sepeda?" tanya Gana ikut-ikutan.

"Iya, Pak. Dia pernah kesenggol motor yang lewat waktu naik sepeda. Terus jadi takut gitu," sahut Oceana mewakili diriku. Kutendang kakinya di bawah meja. Dia hanya tertawa kecil, menggodaku yang tidak bisa berkutik di depan atasan-atasanku.

"Kok kamu tahu?" tanya Mas Prama pada gadis di sampingku dengan penasaran. Dia memang belum tahu aibku di bagian ini.

"Soalnya saya yang bawa motor itu, Pak." Jawaban sahabatku membuat Mas Prama dan Gana tertawa. Sial! Ingatkan aku untuk mengikat manusia laut di tiang lalu menggelitikinya sampai minta ampun setelah ini.

"Heh! Belum jawab juga. Kok lo akhirnya berani naik sepeda?" Sekarang Oceana mengalihkan wajahnya ke arahku yang menjawab dengan segan.

"Ya, belajar lagi gue."

"Di mana?" Aku mendelik. Ini orang, jadi kaya polisi lagi interogasi deh.

"Di mana?" tanya Oceana lagi dengan nada mendesak.

"Bike Corner. Di bagian anak-anak belajar naik sepeda. Puas?" Sebelum kusadari telah membuka aib sendiri, tawa meledak dari Oceana, Mas Prama dan ... Gana.

Aku terpana mendengar laki-laki besar itu tertawa. Mendadak, dia tidak lagi terlihat superior. Hanya seorang manusia bernama Gana yang kebetulan menjadi bos besar di tempatku bekerja. Tapi ditertawakan itu pahit, Ferguso. Sekali lagi, aku hanya bisa meringis sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

I believe i can fly. I believe i can touch the sky. Oh, I wish I can fly.Seandainya saja aku benar-benar bisa terbang untuk menghilang dari rasa malu ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro