➵ S : masalah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ouhhh," ucap [name] reflek karena jarinya baru saja terluka saat memotong wortel.

Sudah seminggu perasaannya gundah, resah memikirkan foto-foto yang dikirim oleh nomor tak dikenal itu.

Beribu kali [name] mencoba menanyakan siapakah sebenarnya sosok orang yang menjadi pelaku utama pengiriman foto-foto kekasihnya Akagi bersama wanita lain itu.

[Name] memantapkan hati untuk percaya kepada Akagi kalau seseorang yang ada difoto itu mungkin hanya rekan kerja saja. Meski pose-pose wanita didalam foto itu sangat tidak lazim untuk dikatakan sebagai rekan kerja.

Cium pipi? hell no.

Dengan segera [name] membersihkan luka yang dihasilkan pisau dapur tadi, pelan dan begitu hati-hati agar tidak terjadi infeksi yang dapat memperparah luka tersebut.

Satu jam lagi dirinya sudah harus tiba di bandara untuk menjemput kepulangan Akagi dari Korea.

Niatnya [name] adalah menanyakan langsung perihal foto-foto tersebut secara langsung kepada Akagi di bandara. Mungkin saja kan dirinya dapat bertemu langsung dengan wanita itu di bandara juga.

Make-up tipis menghiasi wajahnya, terlihat natural dan begitu cocok di wajah [name]. Tutorial make-up peach yang ditontonnya tadi malam memang sangat bagus dan membantu.

Semprotan parfum untuk pelengkap, [name] sudah siap untuk berangkat pergi menuju tempat tujuan.

Dikuncinya pintu apartemen dan memeriksanya lagi untuk memastikan pintunya sudah benar-benar terkunci. Dirasa sudah aman, [name] pun melangkah pergi.

55 menit didalam taxi, [name] akhirnya tiba. Celingak-celinguk dirinya menelusuri isi bandara guna mencari keberadaan orang yang ditunggu-tunggu kehadirannya.

"[Name]!" suara yang sangat familiar.

[Name] berbalik tepat ke arah suara tersebut berasal, penampakan Akagi terkunci dalam pandangannya.

Tampan seperti biasa. Penampilan jas kerja berwarna hitam, ditambah kemeja putih serta dasi hitam panjang sebagai pelengkap penampilan.

Rambut yang disisir ke arah belakang, wangi parfum Hugo Boss Bottled dengan tiga keistimewaan utama benar-benar membuat penampilan itu makin terkesan sempurna.

[Name] sedikit menyesal karena lebih memilih pakaian santai untuk datang kemari, walaupun begitu penampilan [name] sendiri tidak sebiasa itu kok.

"Lama menunggu?" tanya Akagi.

Langsung saja dijawab oleh [name]. "Belum lama, baru sekitar 5 menit aku sampai kemari."

"Fuuuh, syukurlah. Mau langsung pulang atau ke suatu tempat terlebih dahulu?" tawar Akagi.

"Mungkin...pulang? tadi aku memasak sih."

Mata Akagi berbinar, masakan [name] memang termasuk ke dalam daftar favoritnya. "Oke, ayo pulang ke apartemen mu sebentar."

"Lalu setelah itu kau akan pulang?"

"Hanya sehari, aku ingin mengunjungi Ayah dan Ibu."

Baru saja Akagi hendak mengayunkan kakinya, tiba-tiba [name] kembali berbicara.

"Sebelum itu ada yang ingin aku tanyakan padamu...." Kondisinya berubah menjadi serius.

Akagi terhenti, menatap [name] bingung. "Oke? ada masalah kah?"

[Name] menghirup udara sebanyak mungkin, lalu menghembuskannya secara perlahan. "Jadi begini, seminggu in—."

Ucapannya terpotong, dari jauh terdengar langkah kaki seseorang yang sedang berlari menuju arah mereka. Terdengar juga sebuah teriakan.

"MICHINARI-KUUUUUN," sahut seseorang.

Keduanya terbelalak kaget, terutama [name]. Sedetik setelah teriakan itu, tubuh Akagi dipeluk secara mendadak dari arah samping kanan oleh seorang wanita.

Otak [name] memunculkan sebuah informasi, memberikan gambaran sebuah pesan yang sudah tidak asing lagi.

"Wanita yang didalam foto...," batinnya.

Akagi melepas tangan wanita yang memeluknya itu dengan cepat. "Siapa?" ucapnya.

"Jahaaaat, jangan berpura-pura seperti itu. Oh siapa wanita ini?" Wanita itu melirik [name] remeh.

"Kekasihku," jawab Akagi.

Bagaimana dengan kondisi [name]? terdiam dalam keadaan bengong, memproses percakapan kedua orang yang asa dihadapannya ini.

Harus kah ia percaya Akagi benar-benar tak mengenali wanita yang tiba-tiba muncul ini? atau hanya akting semata?

Tidak, tidak. [Name] harus berpikir positif. Akagi itu pria baik-baik.

"Kekasih? sayang sekali kau mengkhianatinya, apa kau lupa dengan apa yang kita lakukan selama seminggu ini?"

Deg.

"Jangan mengada-ngada, sepertinya kita berbeda group saat seminggu ini. Dilihat dari seragam mu sepertinya kau berada di group perencanaan," kata Akagi.

Haha, jalan pikiran [name] kacau. Informasi yang dipikirkannya berjalan kandas.

"Begitu ya, haha...sepertinya benar."

Akagi melirik ke arah [name]. "Apa maksudnya?" batinnya.

Foto bersama, rekan kerja, satu perusahaan, berada di tempat yang sama dalam kurun waktu seminggu. Kesimpulan [name], Akagi mencoba menyembunyikan sesuatu.

Tak direncanakan, air mata itu menetes jatuh membasahi kedua pipi [name]. Akagi yang melihatnya langsung panik dam mencoba mendekat untuk menghapusnya.

[Name] menepis tangan itu, melangkah mundur dan menatap Akagi malas. "Aku...ah, selamat tinggal."

Kaki itu dipaksa berlari dengan cepat, Akagi ingin mengejar tapi ditahan oleh wanita ini.

"Kau tak ingin aku berteriak dan menarik perhatian semua orang kan?" ancam wanita itu.

Oke, Akagi baru saja menyadari sesuatu. Wanita ini ternyata dari SMA yang sama dengannya pada waktu itu, SMA Inarizaki. Berasal dari kelas yang sama dengan Rieyu rivalnya waktu itu.

Namanya Yuna, salah satu siswi paling terkenal di angkatannya.

"Suruhan kah?" Pikir Akagi.



=^._.^= 




Pintu apartemen dibanting dengan kasar, suaranya mengagetkan orang-orang disekitar sana.

Tubuhnya jatuh tersungkur dibalik pintu itu. Mendengar suara isakan dari majikannya, Ichi langsung datang menghampiri.

Bersuara seakan-akan sedang bertanya "ada apa? ada apa?" kepada [name].

[Name] memeluk rubah bernama Ichi itu, terus menangis dan menangis. "A-akagi...."




=^._.^= 




Besoknya, didepan pintu apartemen [name]. Akagi mengetuk-ngetuk pintu itu, memanggil nama kekasihnya [name] sudah hampir sekitar 3 menit.

Pemilik ruangan yang berada tepat disamping ruang milik [name] pun memberi kabar bahwa gadis itu terlihat pergi sejak malam tadi.

Membawa beberapa barang penting dan belum kembali lagi sampai detik ini.

"Kembali ke rumah? tapi Hyogo kan memakan waktu dari sini?" Pertanyaan yang terus terputar di otak Akagi.

Pasrah, sepertinya ia harus datang lagi kesini besok. Panggilan telepon tidak diangkat, pesan juga sama saja.

Kemudian muncul sebuah notifikasi.


━━━━━━

🍅

Akagi?
Yuhuuu
10:45

━━━━━━
Akagi

Ada apa??
10:46

━━━━━━
🍅

Hoho, ku tebak...
Pasti kau sedang
mencari [name] kan?
10:46

━━━━━━
Akagi

Oke kau benar
Dari mana kau
mengetahuinya?
10:47

━━━━━━
🍅

[Name] ada di tempatku
Kemari, kita perlu bicara.
10:49

Detik itu juga perasaan Akagi tidak enak.





=^._.^= 




Duduk diam dalam keadaan membeku karena tatapan tajam dari Tomat, itulah penderitaan Akagi saat ini.

"Jelaskan apa yang terjadi. Kau apakan sahabatku wahai pria dengan julukan best soft boy saat SMA?" setiap kata nadanya ditekan.

"Sungguh aku sama sekali tak tau cerita lengkapnya. Saat di bandara kemarin datang Yuna dan mengatakan sesuatu yang tidak-tidak," jelas Akagi.

Kondisi hati Tomat makin jelek. "Haaah wanita itu, salah satu persengkokolan anak kelas 2 juga pada waktu itu. Siapa ya namanya...Nao?"

Entahlah Akagi tidak peduli soal itu, tujuannya kesini untuk meminta penjelasan kepada [name] soal ke-salah pahaman yang terjadi.

"Lalu dimana [name]?"

"Santai, akan ku pertemukan kok. Lalu ada clue lebih?"

Akagi berpikir untuk sesaat. "Kemarin...apa ya...seingat ku ada pembicaraan soal foto ku dengan Yuna yang tersebar."

Tomat langsung mengingat curhatan [name]. "Oh foto itu? ada seseorang tak dikenal mengirimkan foto-foto mu dengan wanita kepada [name], baru ku sadari itu Yuna. Apa itu benar?"

Akagi membulatkan matanya. "Hah? Fotoku? sial. Apa kau punya fotonya?"

Tomat menunjukkan foto-foto yang dimaksud kepada Akagi. "Ini kumpulan foto saat di Korea. Tapi saat itu aku sedang berfoto sendiri."

Tomat menaikkan salah satu alisnya. "Kau mau mengatakan ini foto ghaib begitu?"

"Bukan begitu, tapi sepertinya foto ini di edit oleh seseorang. Gila, editannya sangat halus, mataku bahkan tertipu dan membuatku mengingat ulang hasil foto-foto di Korea itu."

"Terlepas itu asli editan atau kau yang berbohong, tapi sepertinya tidak mungkin karena reaksi mu sendiri yang menjelaskannya...," ucapan Tomat terhenti sebentar.

"Ya tapi yang namanya editan atau bukan, jika sampai membuat ke salah pahaman seperti ini dalangnya tetap harus ditindak lanjuti. Bisa saja kan korbannya bukan hanya kalian saja," sambungnya.

Akagi tertegun, dirinya sependapat dengan semua perkataan Tomat barusan. "Ngomong-ngomong, Yuna itu sekelas dengan Rieyu kan?"

Tomat merubah posisi duduknya. "Seingat ku iya, hah mereka berdua memiliki banyak kasus saat itu."

"Hanya curiga tentang sesuatu."

"Curiga?" Tomat mengernyitkan dahinya. "Oh hahaha sialan, tunggu. Kau tau? Rieyu kampret itu sekarang bekerja sebagai editor."

"...Kau pasti paham maksudku kan, Tomat?"

"Paham, kita bahas lagi ini nanti. Kau ingin bertemu [name] kan? ikuti aku."

Keduanya beranjak dari posisi duduk masing-masing, berjalan menuju kamar tamu rumah Tomat.

Disana terdapat [name] yang sedang tertidur lelap, terlihat sekitaran area matanya memerah dan bengkak efek menangis semalaman.

Akagi tidak tega, ini terjadi pasti karena dirinya. Tubuhnya mendekat dan menatap lembut wajah yang sedang tertidur itu.

Jarinya bergerak menyingkirkan helai-helaian rambut yang menutupi wajah sang gadis. Tomat sendiri hanya melihat dari pintu kamar.

"Wah aku iri, sepertinya aku harus mencari kekasih juga," ucap Tomat, iri.

"Cari saja, tapi aku tidak yakin mereka akan bertahan lama bersamamu. Secara kau itu galak."

"Hoho, sial. Tapi benar juga."

Masih setia Akagi memandang wajah itu, mengelus pipi [name] lembut. "Aku tidak tau secara jelas dengan yang terjadi selama seminggu ini, tapi maafkan aku," ucapnya dalam hati.

"Akagi," panggil Tomat.

Akagi hanya menjawab tanpa membalikkan pandangannya. "Ada apa?"

"Mereka sudah siap, sore ini di kedai onigiri Miya. Ada Shinsuke juga."

"...hah?"



=^._.^=





Disinilah Akagi, bersama adik kelasnya Suna, Osamu,  Atsumu dan Ginjima. Serta teman seangkatan dan mantan kapten klub volinya saat SMA yaitu Shinsuke.

Semuanya sudah dijelaskan sejak dua jam yang lalu, tinggal mencari jalan keluar dari permasalahan ini saja.

Ginjima sendiri yang kebetulan sedang magang sebagai editor sudah mengakui kalau foto-foto itu dia minta secara langsung kepada pihak Sekolah tempat Akagi bekerja dan di setujui, lalu foto itu dia berikan kepada senior tempatnya sendiri kerja karena memang dirinya itu disuruh. (Beberapa Sekolah memiliki ekstrakurikuler dokumentasi/IT)

Tapi sampai seminggu ini Ginjima sendiri tidak mengetahui secara jelas senior mana yang meminta foto-foto itu, dia hanya memberikannya melalui orang penengah. Toh, dia menjalankan tugasnya itu saja.

Suna yang sedari tadi sibuk memainkan handphone ternyata diam-diam mencari informasi tambahan. "Besok, di tomatoes restaurant. Yuna dan Rieyu itu akan bertemu."

Shinsuke melirik kearah Atsumu, membuat Atsumu merasa risih. "Ada apa...Kita-san?"

"Peran mu dibutuhkan saat ini."

Osamu terkekeh. "Selamat tuan selebriti, kau harus turun langsung ke tempat kejadian besok."

"Berisik."

Akagi merasa tidak enak karena ini akan benar-benar merepotkan semuanya. "Anooo...."

Dan langsung di potong oleh ucapan Shinsuke. "Tak perlu merasa tak enak begitu, tak ada salahnya juga kami ikut membantu kan?"

Akagi membungkukkan tubuhnya dan mengucapkan banyak terima kasih kepada semuanya. Yang lain hanya tersenyum bangga karena merasa sangat berguna saat ini.

Rencana pun disusun, Shinsuke juga sudah memastikan ini pasti berjalan lancar.

Semuanya akan dimulai besok.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro