➥ D-4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sampah
Ku mohon maafkan
aku, [name]-chan.

Sungguh [name]-chan
sudah salah paham.

18:00

Aku tak bermaksud
jahat.

Sungguh maafkan aku
[Name]-chan.

18:05

[Name]-chan...

Ku mohon.

18:30

Maaf mengganggu waktu
milikmu, tapi bisakah kita
bicara?

18:40

Ku mohon bacalah pesanku.

19:00

Beri aku kesempatan...

19:05

Aku ingin menjelaskannya
tapi tidak melalui pesan.

19:10

[Name]-chan saat ini sedang
aktif di insta...

Ternyata kau menyukai
seseorang ya?

19:20

Maaf, seharusnya aku tidak
berharap lebih.

19:25

Ah, maaf. Aku mengetik
hal yang tidak-tidak.

Ternyata dia idola mu.

19:40

Selamat tidur [name]-chan.
Semoga mimpi indah mendatangi.

21:00

- Hari jumat -

Semua pesan dari Oikawa memenuhi notifikasi handphone ku saat ini. Aku sangat ingin memblokir akun miliknya, agar ia tak dapat mengirim pesan lagi. Tapi, aku takut dia akan semakin ribut.

Kelas sudah dimulai sejak 10 menit yang lalu dan Oikawa belum menampakkan dirinya sama sekali. Bangku miliknya masih kosong, tak seperti biasanya.

"Maaf aku terlambat."

Suara itu menarik perhatian ku, itu adalah suara Oikawa.

Wajahnya tampak sedikit kusam, terlihat ada kantong mata disana. Meskipun kantong matanya itu tidak parah. Hidungnya juga sedikit memerah, sepertinya ia habis menangis.

Aku merasa bersalah, takut karena hal itu disebabkan oleh ku. Tapi, jika ku pikir-pikir, itu adalah pilihannya sendiri. Aku sama sekali tak menyuruh Oikawa untuk menangis dan begadang seperti itu bukan?

Saat Oikawa hendak duduk dibangku miliknya, kedua mata kami bertemu. Matanya menatap ku sendu, ia mengeluarkan senyuman kecil yang kurasa itu tidak bisa dikatakan sebagai sebuah senyuman.

🌿

"[Name], ada apa? Kenapa kau bengong?" ucap temanku, Tomat.

Aku mendadak menjadi canggung. "Ahaha tak apa, lanjutkan saja pembicaraannya."

Saat ini aku sedang melakukan sebuah rutinitas harian bersama Tomat, yaitu bergosip.

Hanya saja, isi kepalaku sama sekali tak dapat menangkap alur pembicaraan yang sedang berlangsung saat ini.

Aku terus kepikiran tentang Iwaizumi yang selalu membuat tatapan aneh saat kami bertemu. Sama seperti 10 menit yang lalu, aku bertemu dengan Iwaizumi di kantin dan ia kembali melayangkan tatapan aneh itu kepadaku.


Tomat berteriak, "Nah nah! Terus si ular itu yaampun. Pengen ku tampar, kesal banget." Ia meremas tas miliknya.

"Mat, menurutmu kalau misalnya ada cowo yang ngasih tatapan aneh sama kita itu gimana?" Pertanyaan ini tiba-tiba saja keluar dari bibir milikku.

Tomat berpikir sejenak. "Apakah itu artinya dia menyukai kita?" Tomat kembali berpikir. "HEY ADA COWO YANG MENYUKAI MU?"

Seharusnya aku tak melontarkan pertanyaan tersebut kepada Tomat, lihatlah sekarang dirinya malah heboh sendiri.

Tomat memegang kedua pundakku. "YAAMPUN, SIAPA? SIAPA ORANGNYA? AKU HARUS BERTEMU! DIA HARUS MEMENUHI KRITERIA KU KALAU MAU BERPACARAN DENGANMU!"

Jika aku menyebutkan nama Iwaizumi, pasti Tomat akan lebih heboh lagi saat ini. Sekarang ini pun tenaga ku sudah terkuras 60% karena teriakannya.

Aku menyingkirkan kedua tangan Tomat yang berada dipundakku. "Aku hanya kepikiran, haha."

"Yaaah, padahal aku sudah berharap." Tomat tampak kecewa. "Lalu, bagaimana soal pangeran sekolah kita ini?"

Sungguh, kenapa dari sekian banyak topik yang ada. Kenapa harus Oikawa yang Tomat singgung?

"Hmmm, biasa saja. Sepertinya dia sudah menyerah." Aku menopang daguku.

"ASTAGA, [NAME]! SUNGGUH JIKA KAU ADALAH AKU, AKU SUDAH MENERIMA PERNYATAAN SUKANYA ITU!" Tomat kembali berteriak, kali ini lebih kencang.

"Kalau begitu mau tukeran badan? Keke." Aku bermaksud untuk bercanda.

"Tidak tidak, aku sudah bahagia dengan diriku saat ini. Pacarku sudah berencana untuk serius tentang hubungan kami. Kyaaaaaa." Tomat menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

🌿

Hujan turun dari langit. Tak deras tapi tetap dapat membuat badan ini basah kuyup dalam beberapa detik saja.

Sialnya, aku sama sekali tak membawa payung hari ini. Ramalan cuaca hari ini pun memberitahukan bahwa hari ini hanya mendung bukan hujan.

Dengan kesal, akun duduk disamping vending machine sambil menatapi setiap rintik hujan yang turun.

Baterai handphone ku yang lobet juga menambah rasa kesal ku saat ini. Jika saja handphone ku masih aktif, aku bisa menelpon orang rumah untuk datang menjemput ku.

Ku dengar langkah kaki yang rasanya menuju kearahku, saat aku menoleh. Aku melihat sosok Iwaizumi sudah berdiri disamping ku.

"Ini." ucap Iwaizumi singkat, tangan kanannya menyodorkan sebuah payung berwarna mint.

Wajahku membuat ekspresi bingung.

Iwaizumi langsung paham. "Untuk mu, saat ini hujan dan sepertinya akan lama." Tatapan aneh itu ia keluarkan lagi.

Aku mengambil payung itu darinya. "Terima kasih."

Iwaizumi dan aku diam untuk beberapa menit. Iwaizumi mulai membuka payung berwarna biru tua miliknya. Ia hendak pergi, tapi langsung terhenti karena salah satu tanganku memegang tangan miliknya.

"Kenapa?" tanya Iwaizumi datar.

Ku kumpulkan segala keberanian untuk menanyakan soal tatapan itu kepadanya. "Iwaizumi-kun, kenapa setiap kita bertemu kau selalu memberikan tatapan aneh kepadaku?"

Ekspresi datar muncul dari wajahnya, membuat nyaliku sedikit menciut. "Entahlah, memang tatapanku seperti apa kepada mu?"

"Ta...tatapan mu sulit untuk dijelaskan, Iwaizumi-kun."

"Begitu ya. Kalau begitu maafkan aku, sepertinya itu membuat mu tak nyaman."

"Iya, tak apa."

"Dan, tolong jangan terlalu berharap kepadaku."

Setelah mengucapkan hal itu, Iwaizumi langsung pergi meninggalkan ku. Entah apa maksudnya, aku sendiri pun tak paham.













- Hari jumat, selesai. -

















Iiih kok Oikawa munculnya dikit, thor?



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro