➥ D-7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

- Hari senin. -

kelas sudah berlangsung sejak 1 jam yang lalu dan masih tak ada tanda-tanda tentang kedatangan Oikawa. Pikiranku gagal untuk fokus, isinya masih sama seperti kemarin, yaitu memikirkan Oikawa.

Bagaimana keadaannya saat ini? apakah ia tidur dengan nyenyak? apakah ia baik-baik saja? sudahkah ia sarapan? apa ia masih tertidur saat ini? atau ia terus menangis sepanjang malam? ku rasa pertanyaan terakhir itu tidak akan terjadi, aku sangat yakin Oikawa itu pria yang kuat dan lapang dada.

ku tidurkan kepalaku diatas meja. Batinku sibuk bertarung dengan rasa khawatir yang timbul dihatiku, ku harap keadaan Oikawa baik-baik saja saat ini, apalagi kemarin ia baru saja gagal untuk lolos ke pertandingan selanjutnya.

kelas, ku mohon cepatlah berakhir.

🌿

"Aku juga tak dapat kabar darinya, terakhir kali kami bertemu ya tadi malam," tutur Iwaizumi sambil menatap datar kearahku.

Sial. Bahkan Iwaizumi yang notabenenya adalah sahabat Oikawa pun sama sekali tak mendapatkan kabar.

Iwaizumi menutup kedua matanya, kemudian menghirup udara dalam-dalam. "Lagi pula, kami memang diizinkan untuk tidak datang ke sekolah hari ini. Mungkin saja dia lebih memilih untuk tidak datang."

"Aku khawatir...." Ku mainkan kedua jempol jariku, ku tundukan kepalaku menghadap tanah.

"Kemana saja kau, hingga baru merasa khawatir sekarang?" jelas sekali Iwaizumi marah kepadaku.

Nyaliku menciut. "A-aku...." Belum sempat ku selesaikan ucapanku, Iwaizumi sudah lebih dahulu memotongnya.

"Akan ku beritahu satu hal yang penting, Oikawa sama sekali tidak tertidur sejak kemarin. Tadi malam ia aktif memainkan media sosial." Kini nada bicaranya pun menjadi sangat datar.

"Ta-tapi, ia mengirimkan pesan kepadaku. Ia mengetik bahwa ia tidur dengan nyenyak," jawabku.

"Dan kau percaya?" Sorot mata Iwaizumi benar-benar membuatku takut. "Mana mungkin ia akan mengetik dan memberitahumu kalau ia sama sekali tidak tertidur? Oh iya lagi pula kau tidak akan peduli." Iwaizumi tersenyum remeh.

"Aku...." Lidahku terasa kaku, entah jawaban seperti apa yang harus ku berikan.

"Selesaikan masalahmu dengan dia, kalau kau memiliki rasa bersalah segeralah meminta maaf." Dan itulah kata-kata terakhir yang Iwaizumi berikan padaku, sampai akhirnya ia pergi kembali menuju kelasnya.

🌿

https://www.youtube.com/watch?v=1F2bOpGBabg

(© : Syah Lyrics on youtube)

Di sebuah kamar yang minim akan pencahayaan itu diisi oleh alunan musik dengan tempo yang lambat, suara nyanyian Oikawa juga ikut mendominasi isi ruangan tersebut.

"I know you think I got it all figured out
'cause I walk around like my head's in the clouds, but I'm just a boy with his heart pouring out of his head, i wish that you could see the pain that, I've seen and all of the times I spent being not me, I hope you know that it's not always happy in my head, cause I don't know, the perfect road to go down. But I know, I'm trying my best."

Oikawa tak sampai menangis, ia hanya diam menatap kosong isi kamarnya yang tampak berantakan. Perut yang terus berbunyi itu ia biarkan, ia tak memiliki nafsu makan saat ini.

Oikawa menghela napas, menarik selimut lalu kembali tertidur.

🌿

Langit mulai terlukis oleh warna oren dan jingga keemasan dengan sedikit warna merah disana. Setelah mencari informasi dari para anggota klub voli, akhirnya aku mendapatkan alamat rumah Oikawa.

Ternyata jaraknya tak begitu jauh dari sekolah, hanya menghabiskan waktu sekitar 30 menit jika berjalan kaki dan 15 menit jika menggunakan alat transportasi.

Aku sudah memantapkan hati untuk meminta maaf secara langsung kepada Oikawa, aku hanya bisa berharap ia mau memaafkanku.

Belum sempat aku mengetuk pintu rumah Oikawa, tiba-tiba saja ia sudah membuka pintu tersebut. Dengan kompak, kami berteriak kaget.

"Eh, apa yang [name]-chan lakukan disini?" Oikawa tersenyum kikuk.

Rasanya aku ingin menangis, hatiku merasa sangat bahagia dapat bertemu dengannya. "A-anu...."

Oikawa tersenyum tipis, tatapannya menjadi sendu. "[Name]-chan mau mengatakan sesuatu? Bagaimana kalau kita ke lapangan yang tak jauh dari sini?"

Aku sama sekali tak menjawab. Entah karena tidak mau menunggu jawaban dariku atau apa, Oikawa langsung saja menarik pergelangan tangan kananku dan membawa ku pergi.

Di lapangan, kami duduk di sebuah bangku kayu yang ukurannya lumayan besar. Jarak duduk kami sekitar 3 jengkal tangan orang dewasa.

"Nah, [name]-chan mau ngomongin apa?" mata Oikawa terlihat berkilau.

Dengan gugup aku menarik napas pelan, lalu menghembuskannya. "Aku minta maaf...." Ku tundukan kepalaku, aku tak punya keberanian untuk menatap balik Oikawa.

"Meminta maaf untuk apa?" Nada suara Oikawa merendah.

"Atas perlakuan kasarku, saat kejadian buku diary itu...."

"[Name]-chan, seharusnya aku yang meminta maaf. Itu barang privasi mu, maaf aku membacanya tanpa izin."

Reflek aku mengarahkan wajahku kearahnya. "Tapi, Oikawa-kun--." ucapanku sempat terhenti saat kedua mata kami bertemu.

"Itu hanya diary, perlakuan ku seharusnya tak sekasar itu," lanjutku.

"Kalau begitu aku juga meminta maaf, apa [name]-chan memaafkanku?" Matanya membentuk garis setengah lingkaran, senyuman tipis ikut terbentuk diwajah Oikawa.

"Iya...aku memaafkanmu." Aku ikut membentuk sebuah senyuman.

"Haaaah lega, akhirnya [name]-chan memaafkanku." Oikawa mengangkat wajahnya kearah langit, raut wajahnya nampak bahagia.

"Oikawa-kun, ada yang ingin ku tanyakan."

"Silahkan."

"Apa yang Oikawa-kun tertawakan saat membaca isi diary ku?"

Oikawa mengerutkan keningnya, mengingat-ingat sesuatu. "Ah soal itu, Aku tertawa itu karena baca bagian kamu ngalahin perempuan yg ngebully kamu. Aku ngetawain perempuan-perempuan itu kok bukan kamu."

"Hanya karena itu?" tanyaku kembali.

"Iya. Kamu tahu, [name]-chan? Kamu hebat bisa lawan balik yg ngebully kamu, mirip seperti kisah ibuku saat masih SMA seperti kita." Senyumnya melebar.

Ragu-ragu, aku kembali bertanya. "Apa Oikawa-kun menceritakan soal ibumu?"

Oikawa melirik ku sekilas, lalu kembali menatap kearah langit. "Ibuku mirip kamu, kamu mirip ibuku, sama-sama wanita hebat yang bisa ngebelain diri sendiri. Ibu mulai mendapatkan bullyan setelah mendapatkan pernyataan cinta dari OSIS sekolah."

Ia terkekeh, "lalu ibu berhasil menyelesaikan masalah bullying itu sendirian hanya dalam waktu 2 minggu. Hebat bukan? Kalau kamu sebulan kan?"

"Iya, bisa dibilang seperti itu."

Oikawa bangkit dari duduknya, sorot matanya terus menatap kearah langit. Angin yang berhembus membuat rambutnya bergerak kesana kemari.

Sejak tadi, Oikawa tampak seperti orang yang begitu dewasa. Sama sekali tak ada nada bicara yang dibuat imut seperti biasanya, tak ada basa-basi, dan kata-kata gombal.

"Ano...Oikawa-kun, boleh aku menanyakan satu hal lagi?"

Oikawa berbalik kearahku. "Silahkan."

"Di-dimana, Ibu Oikawa-kun saat ini?" Jujur, aku sangat ragu menanyakan hal ini kepadanya.

Oikawa mengedipkan kedua matanya dengan cepat, pandangannya ia jatuhkan kearah tanah. "Ibu dan Ayah sudah berpisah, sekarang Ibu tinggal di Korea bersama keluarganya yang baru." Oikawa tersenyum pahit.

Aku mendadak menjadi panik, seharusnya aku tak menanyakan hal ini kepadanya. "Maafkan aku, kau harus kembali mengingat hal pahit seperti itu."

"Tak apa, santai saja. Pembicaraannya sudah selesai bukan? Aku mau pergi." Kakinya mulai melangkah pergi meninggalkan lapangan ini.

Tubuhku sulit untuk digerakan, hatiku ingin mengejarnya tapi tubuh ini sama sekali tak memihak kepadaku. Oh ayolah, Oikawa sudah makin jauh.

"OIKAWA-KUN!!!" Teriakku.

Oikawa kaget, langkahnya terhenti.

"Kau berhasil! Sial, kau berhasil! sekarang aku yang jatuh hati padamu!" Lagi, aku kembali berteriak.

Oikawa terdiam, matanya membola. "[Na-name]-chan...?"

Dengan sekuat tenaga aku bangkit, berlari kearah Oikawa dan memeluknya dengan erat. "Aku jatuh hati padamu...."

"Apa itu artinya, [name]-chan menerima ku sekarang?"

"Iya."

Oikawa membalas pelukan ku. "Bisa katakan sekali lagi?"

"Iya, aku menerima mu," ucapku menahan malu.

Oikawa terkekeh, "katakan sekali lagi~."

Ku lepaskan pelukan kami secara kasar, membuat Oikawa tersentak kaget. "Iya!"
Pipiku terasa panas saat ini.

"[Name]-chan? [Name]-chan, tunggu aku!" Oikawa berlari, mencoba menyamakan jarak langkah kaki kami.

"Sialan." Aku yakin wajahku sangat merah saat ini.

Oikawa tersenyum lebar lalu mengandeng tanganku. "Terima kasih, aku merasa bahagia saat ini. Berkat [name]-chan pastinya!"







- Hari senin, selesai. -
PDKT SUKSES!


( Saya mohon untuk meninggalkan jejak like divideo tersebut, sebagai bentuk dukungan kepada channel tersebut.)

Udah tau kan, setelah ini yang muncul chapter apa.





┬┴┬┴┤(・_├┬┴┬┴

Book baru 🔍

╭──────────────╮
Sedang memuat...

0%
2%
8%
Mencari sinyal...
9%
13%
18%
Mencari sinyal...
Memulai kembali...
0%
10%
17%
24%
35%
46%
55%
55%
55%
55%
55%
55%
Koneksi lambat...
╰───────────────╯

█ ▉ ▜ ▙ ▟
▛ ▟
▞ ▙ ▚
▇ ▕█ ▜ ▙
▟ ▛ ▟ ▞
▙ ▚ ▐ ▕ ▉
▜ ▙ ▛ ▟
▞ ▙ ▚ ▐ ▇

───────────────
╔═╗╔╦╗╔╦╗╔═╗╔╦╗
║╩╣║╔╝║╔╝║╬║║╔╝
╚═╝╚╝─╚╝─╚═╝╚╝─
───────────────
▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄
████▌▄▌▄▐▐▌█████
████▌▄▌▄▐▐▌▀████
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀

█ ▉ ▜ ▙ ▟
▛ ▟
▞ ▙ ▚
▇ ▕█ ▜ ▙
▟ ▛ ▟ ▞
▙ ▚ ▐ ▕ ▉
▜ ▙ ▛ ▟
▞ ▙ ▚ ▐ ▇


↺ Coba lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro