7. Kill This Love

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Shortlist Part
Naruhina
Masashi Kishimoto (Disc)
Hanaamj

.

.

.

.


Rate: T
Genre: Romance
Alternate Universe
Hinata's Point Of View

.

.

.

.

"Bukan masalah menyerah kepada keadaan. Namun, kalau merasa ada jalan yang lebih baik, kenapa tidak?"

.

.

.

.

Uzumaki Naruto, kekasihku yang sekarang kulihat sedang berjalan menggenggam tangan seorang gadis. Wajahnya nampak sumringah dan bahagia. Dan, gadis itu, kurasa ia juga bahagia. Bisa dibilang, mereka sangatlah cocok. Entah dari segi sifat, perawakan dan lainnya.

Aku yang mengatakan hal itu tentunya aneh. Aku adalah kekasihnya. Tapi perlu diketahui, aku merasa biasa saja. Tidak ada rasa cemburu. Bahkan mungkin, aku merasa penasaran. Rasanya penasaran, apa Naruto senang bersama gadis itu? Apa mereka sudah menjalin hubungan? Cukup, kurasa pikiranku sangat aneh bagi yang belum mengetahui.

Dia kekasihku, dan aku tidak merasa cemburu. Saat ini juga, aku sedang berjalan dengan Kiba. Sahabat laki-lakiku yang mengajakku ke Kafe ini. Kami sudah bersama selama seharian sampai petang. Itu tidak akan bermasalah pada hubunganku dengan Naruto. Cemburu? Tidak, kata itu tidak akan pernah ada dalam hubungan kami yang sekarang ini.

Kalau ditanya, memangnya aku masih mencintai Naruto? Jawabannya adalah tidak. Kuyakin Naruto akan mengatakan hal yang sama.

Kami pada awalnya menjalin hubungan seperti biasanya. Saat itu rasa cinta kami tentu ada. Cemburu? Pasti ada. Namun, entah kenapa seiring waktu hubungan kami merenggang. Rasanya seperti karet yang ditarik panjang, dan entah kapan akan putus. Keterikatan antara aku dan Naruto, rasanya hanyalah seperti sebuah komitmen antara sepasang kekasih, tapi tiada rasa.

Aku tidak mengerti kenapa aku malah membiarkan hubungan ini terus berlanjut. Bagi sebagian orang, tentu kalau mereka sudah tidak ada rasa, mereka akan putus secara baik-baik.

Yang kuingat, terakhir kali kami bertukar pesan adalah 3 minggu yang lalu. Itu juga karena ia menanyakan tugas. Walaupun keadaannya seperti itu, kami tidak pernah merasa canggung atau tidak nyaman saat berinteraksi bersama. Sudah kukatakan kalau kami merasa biasa saja.

Tiba-tiba ponselku yang berada di atas meja Kafe bergetar. Sepertinya ada pesan. Aku membukanya.

From: Uzumaki Naruto
To: Hyuga Hinata
Subject: Taman Tokyo

Hey, malam ini ayo bertemu di taman Tokyo. Kutunggu kau jam 19.00.

Aku sedikit terkejut saat mendapati bahwa pesan itu dari Naruto. Sudah lama sekali kami tidak bertukar pesan. Dalam hati aku tertawa. Memangnya apa yang akan ia katakan saat kami sedang di taman? Meminta hubungan kami putus? Silakan saja.

Aku membalas pesan itu, hanya dengan satu kata, 'Ya'.

"Hinata, dari tadi kau senyum sendiri. Ada apa di ponselmu?" Kiba yang sedang makan hamburger melirikku dengan alisnya yang naik sebelah.

"Tidak penting. Ini dari Naruto."

Kiba nampak diam sejenak. "Kira-kira ia mau apa? Apa kau tidak keberatan dengan hubungan kalian yang menggantung seperti itu?"

Aku menggeleng. "Sudah kukatakan kalau aku merasa biasa saja. Lagi pula, hubunganku dengannya tidak menggantung, kok. Kami 'kan memang pacaran." Aku menyeruput teh hangat yang ada di cangkir. "Hmm.... hanya saja hubungan itu hanya status belaka. Tapi, biarkan saja."

Kiba hanya menggelengkan kepalanya dan menghela nafas. "Aku tidak mengerti jalan pikiran kalian."

"Aku juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi di antara kami." Aku terdiam sejenak. Mataku melihat pemandangan luar Kafe yang menampakkan langit senja. "Itu terjadi begitu saja. Kalau aku mau semuanya jelas, aku tinggal meminta putus dengannya, dan bunuh cinta yang ada di antara kami. Aku yakin kalau ia tidak akan keberatan."

"Bunuh cinta yang ada?" Pemuda di depanku memasang pose berpikir. "Hmm.... boleh juga."

***

"Hinata!" Naruto memanggilku dari kejauhan. Aku menoleh. Tangannya melambai-lambai. Dan lihat, dia memasang gestur ingin memelukku.

"Ada apa denganmu?" Aku menghindar dengan cepat. Akibatnya, ia tersungkur karena tidak bisa menyeimbangkan diri.

"Uh, jahat sekali! Sudah lama sekali aku tidak memelukmu." Ia memberengut. Rasanya aku malah kesal dan memilih menghela nafas.

Aku membantunya berdiri. "Kau yang mengajakku ke sini, tapi kau yang telat." Kulirik jam tangan. Pukul 19.10.

"Ah, soal itu... maaf, ya. Aku habis mengantar ibuku." Naruto menggaruk tengkuknya. Ia berjalan mendahuluiku menuju kursi taman.

"Mengantar ibu atau mengantar Shion?" tanyaku malas. Aku bertanya tanpa minat sedikit pun. Bukan karena cemburu. Hanya saja, ini sudah menjadi kebiasaannya.

Naruto mengehentikan langkahnya. "Ternyata kau tahu kalau akhir-akhir ini aku dekat dengan Shion."

Aku menggedikkan bahu. "Tahu secara tidak sengaja, sih. Lagi pula, aku 'kan pacarmu." Entah kenapa sehabis mengatakan itu, aku malah mengaku sebagai pacarnya. Rasanya sedikit menggelikan.

"Ya. Kemarilah." Ia melambaikan tangannya ke arahku. Mengajakku duduk bersama di kursi taman. Aku menurutinya.

"Sudah lama, ya...." ucapku sambil melihat orang-orang berlalu di hadapan kami. Banyak sekali pasangan yang berjalan atau sekedar bermesraan di taman. Ini malam Minggu.

"Memang. Sudah lama kita tidak seperti ini. Aku tidak mengerti kenapa hubungan kita bisa jadi seperti ini. Rasanya tidak hancur dan tidak utuh."

Aku kembali menghela nafas. Sebenarnya, aku sedikit merasa malas untuk membicarakan soal hubungan. Jujur saja, dimalam Minggu ini aku merasa ingin jalan bersama, ke fun fair*, atau ke sebuah festival, makan es krim atau es serut bersama seseorang. Seseorang itu bukan Naruto. Bisa jadi teman sekelas, sahabatku Kiba dan Shino, teman satu klub, dan yang lainnya. Tapi, kalau Naruto mau mengajakku, aku mau-mau saja.

"Entahlah. Oh iya, tujuanmu mengajakku ke tempat ini, ada apa?"

"Begini...." Ia menghela nafasnya dan menyerahkan sebatang cokelat padaku. Aku menerimanya.

"Untukku?"

"Kalau tidak mau, tidak masalah."

"Tentu saja aku mau. Kau tahu itu," ucapku sambil merebut kembali cokelatnya. "Terimakasih. Oh iya, maaf. Lanjutkan perkataanmu tadi."

"Begini, aku ingin bertanya," ucapannya terjeda sejenak. "Apakah.... apakah kau masih punya rasa padaku?" Ia melanjutkan perkataannya dengan serius.

Aku tertegun. Cukup bingung bagaimana aku harus menjawabnya. "Maaf. Sepertinya.... tidak." Dengan begitu, semoga saja hubungan kami semakin jelas. Jelas berakhir.

"Kalau begitu.... maafkan aku."

Aku menoleh dengan cepat. Mataku menatap matanya yang sewarna sapphire itu. "Ada apa? Aku tidak terkejut kalau kau akan berkata bahwa, kau sudah tidak mencintaiku lagi. Itu bukan masalah. Kita merasakan hal yang sama, Naruto."

Naruto hanya diam saja. Dia ini kenapa?

"Untuk memperjelas, bagaimana kalau kita putus?" ucapku dengan serius. Naruto hanya semakin menunduk. "Dengan begini, kau bisa bebas, kan?" Kuharap, ini jalan terbaik.

"Aku setuju denganmu. Tapi," ucapnya sambil memegang kedua bahuku. "Aku masih mencintaimu."

Mataku melebar. Antara percaya dan tidak percaya dengan ucapannya. Kalau begini, aku jadi bimbang untuk mengajaknya mengakhiri hubungan ini. Tapi, sudah kumantapkan hati.

"Kalau begitu, apa artinya gadis itu bagimu?" Aku bertanya dengan perasaan sedikit kesal. Bisa-bisanya dia bilang begitu, saat ia sudah dekat dengan gadis lain.

"Maaf. Kau tahu, kalau orang bisa mencintai dua orang secara bersamaan?"

"Ya, aku tahu. Tapi, kalau kau benar-benar mencintai orang yang pertama, kau tidak mungkin bisa mencintai yang kedua." Aku melipat tanganku di depan dada. Aku seharusnya tidak boleh terbawa emosi. "Artinya, kau benar-benar tidak sungguh mencintaiku."

"Ya, baiklah. Maafkan aku. Sepertinya putus memang jalan terbaik." Naruto nampak berwajah lesu. Tapi kami sama-sama meyakini, kalau putus adalah hal terbaik.

Aku bangkit dari kursi. "Dengan begini, kita resmi putus."

"Ya...."

Aku mulai berjalan meninggalkan taman. Namun, aku berhenti sejenak. "Cobalah bunuh dan hilangkan semua rasamu padaku. Perjuangkan yang terbaik menurutmu. Maaf ya, kalau selama ini aku punya salah padamu."

Naruto tersenyum samar. "Terimakasih banyak, Hinata. Maafkan aku juga." Ia berjalan menghampiriku dan mengelus pelan puncak kepalaku. "Bagaimana kalau kita ke fun fair bersama?"

Aku mengangguk dan tertawa pelan. "I think, go to the fun fair with my ex boyfriend it's not bad idea*."

Kami akan tetap bersama, walau kami telah membunuh rasa cinta kami masing-masing.

END

1. An Information:
-*Fun fair: pekan raya/pasar malam.
-*I think, go to the fun fair with my ex boyfriend it's not bad idea: Aku pikir, pergi ke pekan raya bersama mantan pacar bukanlah ide buruk.

-Words totaly: 1177 words (only story).

2. Author note:
Hallo, maaf baru up new chapter. Akhir-akhir ini lagi sibuk, apa lagi nanti minggu depan.
Dan, chapter ini terinspirasi dari lagu Kill this love dari BLACKPINK. Yang belum tahu, bisa coba lihat di Youtube.

Satu lagi, terimakasih bagi yang sudah membaca, memberi dukungan dan menambahkan cerita ini ke perpustakaan maupun reading list.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro