MELTED

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

If the ice melts, a warmer song would have come out. But why is the ice so cold? Why is it so cold? Why are they so cold?

=Akmu, Melted=

Getaran resonansi gitar sudah menguap ke langit-langit kamar. Kepulan asap kopi yang barusan kubuat menyeruak memenuhi ruangan, terhirup menyenangkan. Ruangan persegi tak luas ini sudah cukup lembab sebab cahaya matahari hanya menelisik seadanya melalui celah jendela. Menemani aku, gadis dengan dunia yang sebagian runtuh.

Perceraian sialan itu mengubah segalanya. Mereka pergi. Papa mama, melangkahkan kaki meninggalkanku sendiri. Tidakkah mereka ingat pernah ada cinta yang kami miliki? Muak. Kini mereka buta, tuli dan tak punya hati. Aku tidak akan percaya siapa pun lagi. Bahkan orangtuaku sendiri sudah mengkhianati. Aku tidak akan mencintai lagi.

Suara ketukan pintu terdengar.

Aku menoleh, mataku yang sembab terlalu bosan mengeluarkan air mata lagi. Abaikan lah, paling hanya orang iseng.

Suara ketukan itu terdengar lagi, lebih kencang dari sebelumnya.

Alena? suara bariton lembut terdengar dari luar.

Tunggu. Siapa dia? Suaranya asing. Jantungku berdetak lebih cepat. Tubuhku segera berdiri. Kakiku melangkah perlahan menuju pintu depan. Lalu memutar kuncinya yang jarang sekali kuputar.

Aku tersentak. Kutemui seorang laki-laki bertubuh tinggi di balik pintu, namun tatapannya ramah.

Namanya Glenn. Kami berbicara di ruang tamu. Kami membicarakan banyak hal. Mulai dari tujuan dia ke sini, tentang dirinya, tentang papaku yang ternyata menyuruhnya setiap hari untuk mengunjungiku, sampai hal kurang penting sekali pun, seperti phobia-nya terhadap kucing.

Sore itu untuk pertama kalinya aku menemui seseorang lagi, setelah sebulan, mungkin? Glenn yang baru kukenal adalah seseorang yang bertolak-belakang denganku. Dia optimis, punya semangat, dan kelihatan bahagia. Aku selalu memperhatikan mata dan senyumannya. Pancaran hangat dan lengkungan tipis itu, rasanya menyembuhkan hati.

Setelah kami selesai mengobrol, aku mengantarnya sampai teras yang tidak tahu kapan terakhir kali kubersihkan. Kulihat sampai dia berbelok di persimpangan jalan, lalu punggungnya mulai menghilang.

***

Glenn. Lelaki itu setiap sore mengunjungiku. Pada sore kesekian, dia melihat gitarku terbaring di atas sofa ruang tamu. Memang selagi aku menunggu dia datang, aku selalu memainkan gitar. Sejak dunia itu runtuh dan sebelum bertemu Glenn, hanya gitar yang bisa membuatku lebih baik. Rasanya aku berada di dunia lain, berada di duniaku sendiri. Bebas bernyanyi dan berteriak dengan nada tinggi sambil memetik gitar kesayanganku. Lalu beban-beban itu pun rasanya terlepas.

"Kamu jago main gitar, Al?" tanyanya terdengar antusias melihat gitar kayu berwarna putih itu.

"Iya, eh... Gak jago sih, cuman bisa."

"Ah suka merendah gitu deh. Pasti juga jago nyanyi, iya kan? Coba sini gitarnya." Glenn menunjuk gitar itu setelah duduk di ujung lain dari sofa panjang yang kududuki.

"Kamu juga jago main gitar, ya?" tanyaku sambil meraih gitar itu lalu memberikannya pada Glenn.

"Haha gak jago banget. Yuk kita nyanyi!" ajaknya sambil memeluk badan gitar dan tangan kirinya sudah siap menekan chord-chord.

"Eh? Nyanyi apa? Aku gak bisa nyanyi," tolakku. Aku terbiasa bernyanyi sendiri, tidak peduli nadaku fals atau apa lah.

"Ayolah, tadi aku lihat ada kertas berisi chord lagu AKMU yang judulnya Melted di atas meja ini sebelum kamu pindahkan."

"Eh? Kamu tahu lagu itu?"

"Tau haha. Kakak perempuanku penyuka lagu ballad korea, dia sering menyanyikannya di rumah. Jadi keseringan dengar dan tertarik belajar gitarnya hehe," ujarnya. Aku hanya tersenyum.

"Okeee, nyanyi ya... satu... dua..."

Dia mulai memainkan intro lalu menyanyikan lirik pembuka lagunya. Aku ingin tertawa karena rupanya dia bisa juga bernyanyi lagu bahasa korea. Aku ragu-ragu ikut bernyanyi karena terlalu malu.

Reff pertama pun masih hanya dinyanyikan olehnya. Aku sejak awal hanya mendengarkan sambil tersenyum. Sepertinya ini senyum pertamaku sejak...

"Ayo nyanyi dong, Al," ucapnya sambil terus memainkan gitar putihku.

Awalnya ragu tapi kuberanikan untuk mencoba. Setelah reff awal, aku ikut bernyanyi. Aneh rasanya karena untuk pertama kalinya aku bernyanyi di hadapan orang lagi. Glenn semakin tersenyum ketika mendengar aku mulai bernyanyi.

Reff kedua kami bernyanyi bersama. Tidak kusangka ternyata perpaduan suara kami sangat lembut dan tidak terdengar fals. Rupanya Glenn banyak memiliki nilai tambah di mataku. Mungkin tidak aneh kalau tahu akhirnya dia memang sudah memiliki seseorang special. Kami pun akhirnya menyanyikan bagian akhir lagu.

Why are they so cold...

Why are they so cold...

Glenn bertepuk tangan, memuji suaraku yang menurutnya bagus. Aku hanya tersenyum, sekaligus menyembunyikan pipiku yang rasanya memanas. Menyenangkan sekali rasanya bersama Glenn. Aku baru menyadari aku amat nyaman berada di dekatnya, rasanya aku sudah melupakan dan tidak peduli dengan perceraian kedua orangtuaku. Aku sudah menemukan dunia baru, bersama Glenn.

"Wah, asik banget hari ini. Eh, Al... Aku pulang dulu ya, udah kesorean. Besok kita nyanyi bareng lagi ya." Glenn beranjak berdiri sambil mengambil tas yang tadi ditaruhnya di bawah sofa.

"Iya, makasih ya, Glenn," ucapku tulus sambil tersenyum. Belakangan ini wajahku lebih mencerah lagi. Rambutku tidak berantakan lagi. Mataku tidak berair lagi. Semua ini karenanya.

Seperti biasa aku mengantarnya sampai teras depan rumah yang kini sudah jauh lebih bersih. Melihat punggungnya yang menghilang di persimpangan jalan. Lalu tersenyum setelahnya.

Aku kembali ke dalam rumah, memutar kunci untuk mengunci pintu. Duduk di sofa ruang tamu, lalu mengambil ponselku yang tergeletak di atas meja. Ada satu pesan masuk. Mataku terbelalak, satu pesan tak terduga. Dari Papa.

"Halo, Al. Maafkan papa. Papa terlalu takut menemuimu yang terlihat depresi, takut memperburuk keadaan, karena itu papa mengirimkan Glenn yang akan menjadi kakak tirimu nanti. Bagaimana? Sudah bertemu kan? Senang bertemu dia?"

"Bulan depan pernikahan papa dengan mama Glenn berlangsung. Papa harap kamu sudah merasa baikan dan bisa bergabung bersama kami. Papa rindu kamu, Al. Sampai bertemu bulan depan."

Saat itu aku tahu. Aku tidak akan pernah memutar kunci itu lagi.

=Selesai=

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro