Pupus

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hola~

Readers!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Author membawakan chapter baru nih~

Penasaran kah?

Kuy baca~

#

Taburan bintang yang menghiasi galaksi dan semilir kekuatan Eterna yang berkeliaran mengelilinginya, membuat Azure terperangah dengan kemegahan alam semesta. Terkadang dalam benaknya yang kosong itu terselip pemikiran untuk apa semua ini diciptakan.

"... untuk apa menciptakan sesuatu yang indah.... jika pada akhirnya hanya dihancurkan?"

"Itulah kehidupan, Azure" Destiny menghampiri Azure yang menatap angkasa lepas yang berkilau.

"Terkadang hidup memberimu sebuah arti, terkadang dia juga yang membuatmu merasa tak berarti" Selama hidupnya, Destiny telah mencari petunjuk tentang kehidupan tapi tak pernah menemukannya. Azure memandang masternya dengan tatapan 'untuk apa kau kemari dan menceramahiku?' yang dibalas dengan senyuman ala iklan pepsodent yang silaunya mengalahkan si Plasma Spark. Mereka kembali menatap angkasa lepas sebelum diusik oleh gerak gerik Destiny yang membuat Azure merengut bingung.

"Hei... uh, um.." Azure menatap masternya. Terpampang jelas didepannya saat ini Destiny tengah gelisah.

"Master?" Destiny yang mendapat sebuah tatapan yang sangat jarang Azure perlihatkan.

'Heh... khawatir kah?'

"Azure.... kupikir kau sudah siap" entah kenapa ucapan itu membuat Azure memandang Destiny tak percaya.

"Tidak.... aku belum siap" Destiny memasang ekspresi yang tak dapat Azure pahami.

"...Aku masih membutuhkan bimbinganmu..."

"Kau sudah sangat siap Azure. Lebih siap dari siapapun dari generasi diatas mu" Destiny tertawa hambar menjelaskan ini. Dia telah mempersiapkan Azure semaksimal mungkin, selama yang dia bisa dan kini waktunya telah tiba.

"Aku sangat bangga padamu.... walaupun aku bukanlah orang tuamu yang asli. Aku selalu menganggapmu sebagai putra yang tak pernah aku miliki. Terimakasih Azure, kau telah memberikan ku satu kenangan yang indah" Tubuh Destiny perlahan berubah menjadi serpihan kecil cahaya yang mulai beterbangan terhempas oleh kekuatan Eterna. Azure merasa bagai sesuatu mengikat erat dadanya.

'Apa ini?..... Apa yang kurasakan ini?' sedikit rasa itu makin membebani dadanya. Menyesakkan.

"Awwww, muridku menangis? Apa kata galaksi???" Destiny mengusap kepala Azure. Entah mengapa ia merasa lega. Lega karena tahu kalau Azure mengetahui apa itu kesedihan.

"Jangan ditangisi kepergianku, Azure. Aku telah hidup sangat lama. Aku telah mengemban tugas ini dengan serius. Aku adalah Guardian terlama yang menjalani tugas ini. Aku ingin kau melampaui ku dan juga Guardian terdahulu" Destiny menjelaskan dengan serius. Ini adalah kali terakhir dia bisa memberikan masukan yang berarti untuk muridnya.

"Aku sangat, sangat berharap sekali kau tidak menemukan malapetaka di luar ambang batasmu" sebagai seorang guru yang sangat menyayangi muridnya, Destiny tidak ingin Azure melalui masa – masa terkelam menjadi Guardian. Ia tidak bisa membayangkan jika muridnya ini masuk dalam situasi yang buruk tanpa bantuan dirinya. Saat Destiny membawa Azure ke Palace of Eternity, dia bisa melihat sekeping masa depan yang tak menentu. Sekelebat pertarungan hebat, takdir yang tak berpihak, dan kegelapan. Tapi Destiny percaya, Azure bisa menghadapi itu semuanya. Mungkin terjatuh dua kali tak masalah, selama Azure masih bangkit itu sudah cukup bagi Destiny. Karena dia tahu, Azure itu tak pernah menyerah sebelum apa yang dia raih berhasil dia gapai.

"Jaga dirimu baik baik Azure. Walaupun tugas ini sangat berat.... membawa kepedihan dan kesedihan, tapi aku ingin kau bahagia. Aku ingin kau menemukan tujuanmu. Menemukan takdir mu" senyum lembut terpatri di wajah Destiny sebelum seluruh tubuhnya benar – benar berubah menjadi serpihan cahaya yang bergabung dengan Eterna. Esensi yang ditinggalkannya adalah dua buah pedang kembar. Azure hanya menatap hampa apa yang terjadi didepannya. Kali ini dia merasakan tarikan kuat dari hatinya. Rasa kehilangan dan satu lagi rasa yang tak pernah dia kenali. Untuk sepersekian detik, semesta beserta isinya terpaku dalam diam dan mereka menatap Azure penuh ekspetasi. Akankah Azure mengambil pedang itu atau dia akan meninggalkan peninggalan terakhir dari Destiny.

"Itu hadiah yang ingin kuberikan padamu..." Semilir Eterna berbisik lembut ditelinga Azure. Azure tahu, dia tahu kalau tadi adalah kata terakhir yang ingin Destiny sampaikan. Azure tahu selama dia didik oleh Destiny, masternya itu selalu berucap ingin memberikan sesuatu yang bermakna padanya dan dia tidak akan menyangka jika pada akhirnya Destiny memberikan pedang kembar sebagai hadiah perpisahan.

"....aku berharap...kau akan menemukan kedamaian disana...Master..." Serpihan cahaya emas tadi mengelilingi Azure dan terbang menuju angkasa lepas. Lama waktu yang Azure pakai hanya untuk menatap dua bilah pedang tak bersalah. Selangkah demi selangkah Azure mendekati Twin Blade yang tertancap di genangan air yang merefleksikan jagad raya seperti meminta seseorang menarik mereka keluar dari situ. Saat berada pas didepannya terlintas sekelebat kejadian yang membuat Azure ragu.

"...apakah aku pantas?" kedua pedang berpendar mengeluarkan cahaya bagai ingin menenangkan calon tuan mereka.

"Jangan ragu! Karena keraguan akan menumpulkan keyakinanmu! Jangan Takut! Karena takut hanya akan memperlambatmu! Jadilah dirimu sendiri! Berani untuk mengambil keputusan! Semua keputusan yang kau ambil, baik ataupun buruk kau harus menghadapinya dengan teguh!"

"....." Dengan keyakinan baru yang selama ini terus ditempa Destiny, Azure menarik kedua pedang itu. Seketika cahaya silver berbentuk halo melingkupi Azure lalu menyebar ke seluruh Eternity Palace. Dengan ini secara official Azure telah dinobatkan menjadi Guardian terbaru menggantikan Destiny.

"Terimakasih...." Azure tahu kalau dia sangat terlambat mengatakan kata itu disaat terakhir masternya. Tapi, ia berharap Eterna menyampaikan ucapan itu kepada Masternya di suatu tempat nan jauh disana. Perlahan cahaya yang dipancarkan oleh pohon Eternity meredup bagai sumber yang menghidupkan Palace of Eternity telah habis waktunya. Keindahan yang tercipta dari pantulan semesta itu mulai menghilang. Pohon Eternity mulai layu dan perlahan mati. Azure tahu, bagaimanapun juga tempat ini yang menciptakan adalah Masternya dan suatu saat juga akan ikut menghilang bersama dengan penciptanya. Berat hati Azure untuk melangkah keluar dari tempat yang telah memberikannya kehangatan dan perlindungan. Lalu, menempatkan semua kenangannya di sini di sebuah memori yang pastinya akan memudar seiring berjalannya waktu. Mau tidak mau dia harus meninggalkan tempat itu. Dengan sabar Azure melihat seluruh Palace of Eternity memudar menjadi bintik – bintik cahaya yang bergabung dengan bintang.

"..... Farewell"

#

Kabar kematian Destiny mengundang kesedihan pada semesta. Meskipun Destiny tak sehebat Guardian pada umumnya tapi tetap saja yang merawat mereka adalah Guardian. Awan galaksi melepaskan hujan yang membasahi apapun yang ia lewati, memberitakan bahwa sesuatu telah bepergi dan tengah diganti oleh sesuatu yang baru.

"Apaan dah tuh?" Taro yang kebetulan melihat fenomena spektakuler di depannya.

"Wujudnya seperti awan yang ada di Bumi" Jack menimpali.

"Itu Awan Galaksi" Seven menjawab.

"Sebuah fenomena luar angkasa yang menandakan ada perubahan secara specific dalam tatanan tata surya" Hikari menjelaskan.

"Lalu itu menandakan apa?" Taro kembali bertanya.

"Mana kutahu"

"Coba kamu tanya awannya"

"Wey! nanti dikira sedeng saya!" Taro menatap jengkel kearah saudaranya yang bukan sedarah yang sekarang sedang asyik ketawa geli mendengar pertanyaan terkesan poloz dari si pemilik tanduk.

"Tapi.... entah kenapa aku merasa melankoli melihat awan itu" Ultraman tiba – tiba merasa sedih saat melihat itu.

"Ih, kok sama?" Ace terbangun dari tidurnya gegara suasana dalam ruangan berubah yang semula ricuh penuh dengan debat menjadi hening dan sedih.

'Apa yang sebenarnya terjadi....' Zoffy memandang dalam diam Awan Galaksi yang melintas di Planet Cahaya.

#

"Guardian?....."

Di suatu tempat serba putih seseorang tengah berdiri menatap sendu Awan Galaksi yang perlahan meninggalkan tempat kediamannya.

"... Semoga kau tenang disana.."

#

Banyak planet yang Azure lalui tak memikat perhatiannya sama sekali. Semenjak gelar yang disematkan kepadanya, Azure bisa merasakan sebuah tarikan. Tarikan berasal dari jagad raya yang tak dapat Azure mengerti dan dia tahu semesta menarik sumber kehidupan darinya. Destiny pernah memperingatkan kapadanya, tapi tentu saja dia kaget saat tarikan awal yang begitu lama, berat dan menyakitkan terjadi tanpa dia duga. Tarikan itu berangsur – angsur menjadi samar dan tak ia gubris. Azure bisa merasakan angkasa menyapanya dengan semilir angin galaksi. Dapat merasakan kekuatan dan sumber kehidupan dari galaksi yang dia temui. Dan sekelebat bayangan masa depan silih datang dan pergi seperti memberitahunya akan ada suatu kejadian yang dapat memberikan dampak berarti bagi semua makhluk. Azure berdiri disebuah Planet yang gersang, memasang wajah tanpa ekspresi.

"Aku adalah Guardian. Baktiku pada Semesta, Jagad Raya, dan Galaksi. Jika aku melanggar janji ini... maka biarlah Api Gehenna membakar seluruh Jiwa dan Esensiku"

#

Dan bersambung~

Nyehehehehehehehe

Sampai jumpa Readers~

Author out

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro