Ingkar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yeeeeeeeeeyyyy, Author dah balik

Author membawa chapter baru yang agak beda

Mau tahu? Bacalah

"Apa?" : berbicara

'haduh' : membantin/berpikir

"Ku gigit" : hewan kuchiyose/bijuuu berbicara

'Kapok' : hewan kuchiyose/bijuu berfikir/membatin

#

Hari itu sangat cerah, burung berkicauan, kupu – kupu beterbangan dan hembusan angin yang semilir kian berganti. Nampak seorang anak sedang tertidur pulas di kamarnya. Biasalah motto anak jaman sekarang kalau nggak ada misi tidur sampai ketemu besok lagi. Muncul sesosok anak perempuan imut yang membawa sebuah teplon mainan buat masak – masakan.

"Kak! Kak! Bangun!"

Himawari membangunkan sang kakak tercinta menggunakan teplon itu.

"Uhhhh, apa Hima? Aku masih ngantuk"

Boruto menyingkir kan benda yang mengganggu tidurnya lalu menyeret selimut yang sempat di sibakkan oleh Himawari. Boruto sangat mengantuk hari ini diakibatkan begadang menuntaskan game. Mumpung kemaren malam ada kompetisi memperebutkan juara gamer seantero dunia ninja, jadilah begini keesokannya. Himawari mulai sebal melihat sang kakak melanjutkan kedunia mimpinya.

"Kak! Bukankah tadi malam kakak menyuruhku untuk membangunkan kakak hari ini?"

"Emang ada apa sih hari ini"

Dia beneran malas hari ini. Kalau boleh milih dia lebih berpihak pada kasur daripada harus bangun.

"Loh, bukannya kakak punya janji dengan ayah?"

"Hah? Janji? Apaan?"

Kesadaran Boruto mulai terfokus seutuhnya. Dia masih berusaha mengingat – ingat apa yang sebernarnya ia ingin lakukan hari ini bersama dengan bapaknya yang nggak guna itu.

"Ituloh, kak. Ayah kemaren berjanji untuk mengajari kakak jutsu!"

Seketika itu juga Boruto teringat dengan adu pendapat yang mereka lakukan semalam

#

Flasback

"Bosan"

"Emang kamu nggak ada misi besok?"

Naruto nimbrung saat mendengar ucapan Boruto.

"Nggak, Konohamaru-sensei ada urusan"

Boruto menjawab malas.

'Oh, iya. Kan aku yang ngasih dia misi'

Naruto nepuk jidat mengingat kalau dia yang memberi kebosanan pada putranya.

"Kenapa gak main dengan yang lain?"

"Pada sibuk semua"

"Kasihan"

Boruto menatap ayahnya dengan kesal sedang Naruto tertawa melihat sebegitu sengsaranya sang anak yang tidak tahu harus ngapain.

"Bagaimana kalau kita latihan besok"

Ucap Naruto enteng sambil memainkan remote televisi di genggamannya.

"Yang bener?"

Jawaban sontak dari Boruto yang kaget saat tiba – tiba ayahnya dengan santuy berkata seperti itu.

"Iya"

"Kau tak sakit? merasa pusing? Atau belum makan?"

"Anda mau cari masalah?"

Naruto jengkel saat tawarannya di pertanyakan.

"Habis perkataan itu hampir 90% nggak akan terwujud dikeesokan harinya"

"Percaya deh, kutunggu jam 7 pagi"

"Oke! Awas saja kau mengingkari janjimu"

Baruto sudah mulai berharap dan sangat antusias dengan latihannya bersama Naruto.

"Nggak bakal, yang penting kau bangun pagi. Aku pasti akan memberikan sedikit waktuku untuk mengajarimu"

Fokus Naruto pada TV lagi. Ia bisa mendengar teriakan gaje dari kamar Boruto.

#

Boruto teringat dengan janjinya bersama ayah, ia melek lalu melesat menuju kamar mandi, bagai mengejar kucing laknat itu. Himawari yang melihat ini hanya menggeleng kepalanya.

"Mangkanya jadi orang jangan pelupa"

Himari meninggalkan kamar Boruto melanjutkan bermain dengan Kurama.

Boruto berlari menuju halaman depan rumah, tapi dia tidak menemukan sosok Naruto. Entah mengapa Boruto menjadi kecewa dan marah pada Naruto.

"Tuh kan benar, lagi – lagi janji itu hanya sebuah pajangan"

Dia merutuki dirinya sendiri karena mau terkena tipu daya oleh sang ayah. Seharusnya ia tahu daripada ia menerima dan terlalu berharap yang pada akhirnya mendapatkan hati yang sakit, lebih baik ia menolak dan menikmati hari libur dengan mengorok ria. Tapi sebagai seorang anak, Boruto ingin ayahnya mengajarinya jutsu sama seperti teman – temannya. Bahkan Shikamaru yang katanya orang termalas yang pernah menjabat sebagai sekretaris Hokage pun, masih bisa berlatih bersama Shikadai. Sungguh Boruto sangat iri.

"Apa yang kau lakukan bocah"

"Bukan urusanmu, Rubah"

Boruto malas meladeni hewan kuchiyose ayahnya. Dia malas menatap seriangaian si hewan yang kayak tahu tentang segalanya. Kurama melirik, ia merasakan aura negatif dari Boruto.

"Kakak!"

"Himawari"

Himawari mendekati mereka berdua. Ia bisa melihat wajah kusut Boruto.

"Kakak nungguin sapa?"

Tanya Himawari polos. Kurama diam mendengarkan obrolan para bocah.

"Nggak nungguin siapa – siapa"

Jawab Boruto singkat. Boruto tidak menoleh kearah Himawari yang sedang meneliti raut wajahnya.

"Kalau kakak nyari ayah, dia lagi kepasar sama mama"

"Lah?"

Boruto terkejut.

"Kakak tahu, Ayah dari tadi menunggu kakak bangun di halaman ini. Dia menunggu sambil bermain masak – masakan dengan ku dan Kurama"

Himawari tersenyum riang saat Naruto mau menemaninya bermain. Untuk kali ini saja Boruto merasa bersalah kepada ayahnya.

"Kenapa nggak bangunin aku langsung sih?"

"Naruto ingin tahu kau punya niat untuk berlatih atau nggak"

Kurama bisa menebak jika Boruto itu sudah merapal kalimat – kalimat yang jelek ke Naruto. Sebenarnya cara didik Naruto itu sedikit berbeda dengan orang tua pada umumnya. Ia menyuruh Sasuke untuk mendidik putranya, karena dulu Naruto belajar dari Masternya Jiraiya. Naruto tidak pernah diajarkan sesuatu pun dari orang tuanya karena mereka telah wafat. Naruto ingin Boruto tidak selalu mengandalkan dirinya maupun ibunya. Ia ingin Boruto mandiri tanpa harus selalu disokong oleh dia.

"Jika bangun pagi saja kau perlu dibangunkan, apalagi nanti saat kau dalam misi yang berbahaya"

Menurut Kurama, Boruto itu bukan apa –apa. Kurama bisa membandingkan Naruto yang masih genin dengan Boruto ini. Jauh sekali dari kata sebanding. Perkataan Kurama menusuk Boruto. Boruto paling tidak suka jika dibanding – bandingkan dengan sang ayah. Dia mengakui kalau memang ia tidak sehebat Naruto.

"Bukan urusanmu!"

"Memang bukan urusanku, tingkah lakumu membuat ku muak. Kau bukan apa – apa dibandingkan dengan Naruto semasa mu. Dia tak pernah mengeluh, sedang kau bocah mengeluh dengan hal – hal yang tidak berguna"

Ouch ucapan Kurama sangat menohok hati Boruto bahkan Himawari ikut memegang dada mendengar perkataan itu.

"Hayooooo, pada ngapain ini?"

Orang yang mereka bicarakan nongol di depan mereka membuat Boruto dan Himawari melemparkan sandal mereka kearah Naruto.

"Aduh!"

"Mampus!"

"Anata jangan sering menjahili mereka, entar bukan sandal yang dilempar tapi kunai"

Hinata mendekati Naruto yang terjungkal terkena hempasan sandal penuh cinta dari anak – anaknya. Naruto mengusap wajah tampan yang kini terdapat tapakan si sandal.

"Habis serius amat diskusinya"

"Kalian sedang membicarakan apa?"

Kedua orang yang pada saat perkara terjadi tidak ada, menanyakan perihal diskusi yang berujung pada kesepakatan pelemparan sandal.

"Kami nggak diskusi"

"Tapi, kak-"

"Cuman ngobrol aja"

Boruto memotong perkataan Himawari, ia malas untuk kembali ke diskusi tadi yang memojokkannya. Boruto memberikan kode pada Himawari supaya tidak memberitahukan kejadian yang tadi.

'Coklat ya kak!'

'Sip!'

Ya bisa dibilang begitu kode mereka. Kurama untuk kali ini saja meladeni si sulung, tadi itu dia hanya ingin mengingatkan.

"Lah baru bangun? Ku kira bakal nggak jadi sesi baku hantam kita"

"Siapa yang takut baku hantam dengan mu"

Boruto nantang balik saat Naruto mengejeknya karena bangun telat.

"Udah telat banget, males mau berlatih. Kau tidak disiplin"

Naruto dengan wajah serius mengatakan itu. Boruto merasa kalau hari ini kesabarannya tengah diuji.

"Sudahlah anata, Boruto mengharapkan ini dari kemaren. Jangan membuat harapannya pupus tanpa ada hasil"

Sebagai ibu yang mengerti sangat dengan anaknya, Hinata berpihak pada Boruto. Ia bisa melihat mata Boruto berkaca – kaca ingin menumpahkan air yang kapan saja dapat merembes. Naruto merasakan hawa kematian pada tatapan Hinata yang diberikan kepadanya.

'Haduh kenapa kerasa kayak mau di hajar ya?'

'Bukan perasaanmu tapi memang kau akan dihajar oleh istrimu sendiri'

'Sayang! Jangan dihajar wajah tampan suami mu ini!'

"Eh bentar Boruto, aku hanya bercanda. Ayo kita latihan sekarang"

Naruto buru – buru menggeret Boruto menjauhi Hinata. Siapa yang tidak takut saat Hinata memberikan wajah manis sekali dengan mata byakugan yang aktif? Bisa – bisa tepar tuh orang kena serangannya.

#

Omake

"Kita mau latihan apa?"

"Bunshin"

"Itu udah diajarin di akademi, Pak"

"Oh iya, kah? ganti deh, bagaimana kalau Kage Bunshin"

"Bunshin lagi nggak guna"

"Eh jangan salah, ini jurus andalan bapakmu, kakekmu, dan para Hokage"

"Benarkah?"

Dari kejauhan terlihat Himawari yang sedang membawa spanduk semangat dengan Kurama disampingnya membantu.

'Sumpah, obrolan mereka nggak guna banget. Percuma tadi aku ceramahi tu bocah kalau bapaknya sendiri macam begitu'

#

Wuhu, selesai sudah chapter ini

Author mau balik

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro