Memasak

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ciaos, Readers tercinta salam dari Author kalian semoga pada Reader sedang menikmati hidup ini

Ya, walaupun dalam musim pandemi ini, Author harap para Reader tetap tabah, uwuy

Kali ini Author membawa chapter baru bersama mitress Hinata

Psssst Hinata milik Naruto, Masashi Kihimoto yang punya Naruto

Fanart di atas bukan milik Author

Oh ya deng, biar seru lagunya Hima pakai nadanya si C*** G***

Yang mana? Ituloh yang paling atas pembukaan

Ya okelah selamat membaca

"Mohon ampun Nyonya!" : Berbicara

'Mati aku' : Berpikir/membatin

#

"Memasak~, memasak~, masak dengan si mama~, si mama~, si mama~ istrinya pak pirang~. Pak pirang~ pak pirang~, pak pirang~hiyeeeah.........~~~~~"

Lagu itu terngiang – ngiang di dapur rumah Keluarga Uzumaki. Senandung nada lucu menggelitik telinga orang yang mendangarkan, cukup membuat Hinata tertawa. Pelaku pembuat kerusuhan tadi adalah putri dan anak kedua dari pasangan Hinata dan Naruto. Sedari tadi pada awal Hinata menyiapkan bahan resep, Himawari dengan senangnya menyanyikan lagu itu. Hinata penasaran sebenarnya siapa sih yang mengajari anaknya ini untuk menyanyi seperti ini. Mari kita beralih dengan apa yang mereka akan lakukan. Kali ini keduanya ingin membuat kue. Ya, kue red velvet yang terkenal akan rasanya yang enak. Sebenarnya Hinata mau memasak sendiri, namun secara kebetulan Himawari tidak ada kegiatan hari ini, jadi Himawari dengan riang mau membantu Hinata.

"Hima, siapa yang mengajarimu lagu itu?"

"Eh.... Hima sering mendengarnya dari Kak Boruto"

"Oh, yang di nyanyikan kakakmu di kamar mandi?"

"Iya, Ma! Kata kakak, Ayah itu pantas untuk di-nis-ta-kan? Terus kakak juga berkata kalau sekali – kali Mama ikut juga!"

Hinata dengan raut wajah yang mulai bertambah manis ingin menghantam Boruto.

"Hima juga mau ikut! Tapi Kak Boruto ngomong kalok Hima tidak cocok ikut begituan"

"Ah, kakakmu memang hebat"

"Ma, di-nis-ta-kan itu apa ya?"

"Ada saatnya nanti Hima tahu"

Dengan senyum tulus Hinata mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka. Ia meminta Hima untuk mengambil loyang di beberapa lemari.

'Awas saja kau Boruto, ibu tidak akan memberimu pelajaran yang berharga tentang cara menjaga mulut'

Hinata sudah menyiapkan rencana untuk mengajarkan si putra cara 'berbicara dengan sopan'

#

Sementara itu

"Wachim!!"

"Kenapa Boruto?"

Tanya Mitsuki melihat Boruto hampir jatuh dari dahan yang ia pijaki gara – gara bersin mendadak.

"Tauk tuh hidungku gatal"

Boruto mengusap hidungnya.

"Palingan lagi ada yang ngomongin kamu"

Sarada ikut nguping pembicaraan mereka.

"Hey, kalian ngapain! Ayo! Misi masih berlanjut"

"Iya sensei"

#

Kembali ke duo rambut bewarna navy tua. Hinata mulai memasukkan mentega dan beberapa telur ke sebuah mangkok besar lalu mengaktifkan mixer, bukan byakugannya okay. Himawari berada disampingnya sedang meneliti perubahan bentuk adonan. Ia masih menunggu intruksi bundanya untuk memasukkan gula pasir.

"Hima, gulanya"

"Okay, Ma"

Gula dimasukkan memberikan suara yang berbeda. Adonan berubah menjadi encer dan sedikit kental. Kini Himawari sudah memegang tepung ditangannya. Dengan pelan Hima mengangkat tepung yang lumayan banyak dan berat itu. Fokus Hinata masih pada bahan yang sedang diaduk agar rata.

"Tepungnya, Hima"

"Un"

Perlahan tapi pasti tepung yang semula dipiring berganti tempat ke dalam mangkok berisi adonan telur tadi. Kepulan tepung yang terhempas karena terlalu cepat dipindahkan membuat Himawari terbatuk – batuk sambil mengibaskan tangannya. Hinata tertawa pelan. Isi mangkuk mixer berubah menjadi kental menandakan adonan siap untuk dipagang.

"Oh, hampir lupa. Baking soda"

"Baking soda?"

"Iya. Supaya kuenya bisa mengembang"

"Kalau Hima makan baking soda. Apa Hima bakal mengembang, Ma?"

"Hima.... itu untuk kue. Kalau Hima tambah mengembang, nanti Hima jadi tambah gembul"

"Hima sukanya imut, Ma"

"Iya, sayang kamu sangat imut. Putri mama yang paling cantik"

Hinata sedang menyenangkan hati sang anak yang mulai merajuk. Hinata mencolek pipi Himawari yang tembam dan tertawa. Himawari ikut mencolek wajah sang bunda. Keduanya tertawa karena mereka penuh dengan tepung.

"Eh, iya. Adonannya belum dipanggang!"

Segera tiga loyang terisi penuh dengan adonan.

"Mama, mau bikin tiga kue?"

"Iya, nanti kita tumpuk"

Himawari ber-oh ria dengan penjelasan ibunya. Hinata meletakkan satu persatu loyang ke dalam oven dan mengatur suhu, sekarang mereka tinggal menunggu matangnya.

"Kini kita bikin creamnya"

"Krim? Dari apa, Ma?"

"Itu dari putih telur yang tadi dipisahkan dari kuningnya"

"Ku kira mau di goreng buat nanti malam"

"Loh, Hima mau makan telur nanti?"

"Iya, Ma! Ituloh yang bentuknya kayak matahari"

"Itu namanya telur mata sapi"

"Tapi, Ma. Matanya sapi nggak kayak gitu bentuknya"

Hinata bingung mau menjelaskan mengapa disebut 'telur mata sapi'. Sejak kecil Hinata tidak mempermasalahkan nama telur yang aneh. Tapi lain halnya dengan Himawari, ia butuh penjelasan lebih detail tentang semua hal yang dianggapnya tak masuk akal. Sepertinya putri kecil ini otaknya sangat kritis.

"Itu hanya sebuah sebutan"

Putih telur tadi diaduk sampai mengeluarkan busa yang tebal hingga menjadi krim yang sering mereka lihat.

"Wah, ajaib! Ini tanpa kekuatan chakra kan, Ma?"

"Tidak, ini murni perubahan zat"

Hinata semakin cepat mengocok krim itu dan menambahkan gula.

"Hima bisa ambilkan jeruk lemon dikulkas"

Segera Himawari bergegas mengambil lemon di kulkas dan mengantarkannya ke ibunya. Hinata segera memotong lemon menjadi dua dan meremas air perasan keruk jemon itu ke dalam krim.

"Apa tidak asam, Ma?"

"Gunanya lemon agar krimnya tidak amis. Nah selesai!"

"Yey! Tinggal menunggu kuenya. Hima nggak sabar mau menghias kuenya lalu memakannya!"

"Eitss, jangan makan dulu. Nanti kita makannya barengan dengan ayah dan kakak"

"Oh, iya. Ehe lupa"

Himawari tersipu malu karena melupakan kedua orang yang sedang mempunyai urusan mereka sendiri – sendiri. Sambil menunggu kue matang Himawari memberi tahu Hinata apa saja yang akan dia hias di kue nanti. Hinata mengangguk mengiyakan pemikiran kreatif Himawari.

#

Malam telah tiba, penduduk desa Konoha banyak yang memilih pulang tak terkecuali si duo pirang Naruto dan Boruto. Mereka bertemu pada saat tim Boruto memberikan laporan misi mereka. Keduanya berjalan kerumah tanpa bersuara apapun. Pertama karena sudah terlalu lelah dan kedua perut sudah pada menggeram minta di kasih makanan.

"Kami pulang!"

"Selamat datang, Ayah, Kakak!"

Himawari mendatangi mereka di depan pintu. Himawari tersenyum lebar menghangatkan keduanya. Hinata menyusul di belakang Himawari. Himawari langsung menarik masuk Boruto. Kedua orang yang lebih tua hanya menggeleng senang.

"Bagaimana pekerjaan, Anata?"

Hinata mengambil Hokage cloak yang Naruto pakai.

"Yah, seperti biasa. Banyak kertas bertumpuk disana sini"

Sedang Hinata dan Naruto berbincang, Himawari menyeret Boruto ke arah kamar mandi.

"Eh..... ada apa ini, Hima?"

"Cepat mandi Kak, Mama dan Hima memasak sesuatu yang spesial!"

Senyum sumringah terpancar dari wajah Himawari membuat Boruto menutup matanya sangking silaunya. Seharusnya ia membawa kacamata hitam untuk jaga – jaga kejadian seperti ini terjadi. Naruto yang memahami maksud Himawari langsung menuju kamar mandi. Setelah semuanya selesai melakukan kegiatan personal mereka, akhirnya waktu yang ditunggupun sampai.

"Selamat makan!"

Keluarga Uzumaki menikmati hidangan nikmat penuh dengan kesedapan yang tak bisa di utarakan dangan kata – kata. Sangking enaknya masakan istri Nanadaime, sampai tidak ada yang berkata pada saat makan. Makan berat sudah di lakukan sekarang hidangan utama akan di letakkan di atas meja.

"Wouw"

Terlihat nampak elok dan mantap, kue red velvet dengan hiasan bunga matahari terpatri anggun dihadapan keluarga mereka.

"Wih enak nih"

Timpal Naruto yang sudah ngiler duluan.

"Siapa yang ulang tahun?"

Tanya Boruto

"Tidak ada, ibu hanya mencoba membuat kue red velvet"

"Hima ikut membantu Mama"

"Wah hebat anak ayah!"

"Sayang sekali kalau dirusak"

Boruto memandang seksama kue red velvet didepannya, pasti susah sekali menghias kue ini sampai sedetail itu. Boruto memotret dan mengupload foto itu di medsos yang dimilikinya.

"Kapan nih di potong?"

"Tadi ngomong sayang buat di potong"

"Kan kue kalok nggak di makan nanti basi"

"Sudah – sudah ini mau dipotong"

Hinata memotong kue perlahan agar tidak merusak keseluruhan kue. Senang adalah kata yang tepat diberikan pada suasana hangat di rumah keluarga Nanadaime.

"Uwauw mantap rasanya!"

Naruto memuji kue yang dibuat Hinata dan Himawari.

"Wah enak Ma kuenya!"

Himawari ikut ber-wah dengan ayahnya. Boruto mengangguk setuju dengan ucapan adiknya. Hinata tersenyum senang melihat hasil karyanya di nikmati.

"Oh, ya. Boruto habis ini ibu akan berbicara denganmu empat mata"

Hinata berbicara santai sambil melahap kue buatannya sendiri.

'Apa salah dan dosa ku ya Lord'

Boruto tersedak mendengar nada perintah ibunya.

#

Omake

"Apa yang dilakukan Mama dan Kak Boruto di ruang tengah, Yah?"

"Um..... ah Kakakmu sedang 'diajar" oleh ibu"

Terdengar suara tidak jelas dari ruang tengah yang diabaikan oleh kedua insan di dapur.

#

Yeey, chapter ini selesai

Apa nyambung ceritanya?

See you

Author pulang kampung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro