Mertua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yoooooooo~

Readers~

Berjumpa lagi dengan saya si Author!

Membawakan sebuah chpater yang berjudul~

Jengjengjeng!

Baca sendiri yah~

Credit untuk Om Masashi Kishimoto

"Nani?!": berbicara

'Oh...': berpikir/membatn

"Nggak jelas": bijuu atau hewan kuchiyose berbicara

Enjoy~

#

Hari ini keluarga Uzumaki memutuskan untuk mengunjungi rumah besar klan Hyuga. Terlihat di depan gerbang, Hanabi telah menunggu kedatangan mereka. Padahal jarak rumah mereka dengan kompleks perumahan klan Hyuga cuman menghabiskan waktu setengah jam.

"Nee-san! Boruto! Himawari!" Hanabi melambaikan tangannya kearah mereka bagai orang yang tak pernah bertemu dengan saudaranya. Ya kalik, baru kemaren dia bertemu dengan Naruto di kantor Hokage.

"Aku kok nggak disapa?"

"Hm?? untuk apa? Bang Naruto kan udah banyak yang manggil" ucap Hanabi dengan senyum licik. Naruto memasang wajah seperti biasa padahal dalam hati ingin sekali merutuki adik istrinya itu. Boruto dan Himawari tertawa mendengar ini sedang Hinata hanya tersenyum dengan kekehan pelan.

'Awas kau Hanabi... lihat saja misimu besok' Naruto punya pemikiran untuk memberikan misi terlaknat yang pernah seluruh ninja Konoha alami. Mereka memasuki rumah tradisional jepang yang panjang dan tua.

"Bagaimana kabar bibi Hanabi?" Himawari tersenyum riang menyakan kondisi bibinya.

"Kabar bibi baik sekali~ ihhhhh Hima-chan tambah gemoy ya~" Hanabi mencubit pipi Himawari yang tembem.

"Bibi jangan dicubit terus, nanti nggak tembem" Boruto yang merasa kasihan pada adiknya datang menolong.

"Iri bilang bos" Hanabi meledek Boruto yang dibalas dengan tatapan sengit dari si bocah berambut kuning. Perjalanan mereka terhenti di depan sebuah pintu geser tradisional. Hanabi menggeser pintu itu dan menampakkan pria paruh baya tengah memandang tenang taman didepannya.

"Kakek!" Himawari berseru riang membuat si kakek yang semula muram menjadi penuh dengan senyuman.

"Himawari! Boruto!" si kakek melebarkan tangannya. Himawari segera memeluk kakeknya.

"Boruto peluk sana" Naruto menyenggol anaknya yang masih terpaku ditempat.

"Nggak ah, aku sudah besar" namun Boruto menarik ucapan itu saat Himawari dan Hiashi memberikan wajah ala moe – moe yang nggak akan bisa dia tolak. Naruto tertawa melihat Boruto dengan malu menghampiri mereka berdua. Melihat ini Naruto teringat akan sebuah memori dimana dia secara official di bertemu dengan mertuanya.

#

Mari kita flashback

Sudah 5 bulan ini Naruto dan Hinata menjadi pasangan suami istri. Mereka berdua masih malu – malu kucing dalam urusan bermesraan sebagai pasutri.

"Kenapa Hime? Kok kayak sedih?" Naruto melirik ke istrinya yang cantiknya melebihi bidadari dari surga. Eyaaaaaa~ cihuy

"Ah... tidak apa aku hanya kangen dengan Hanabi dan Ayah..." Naruto mendadak kaku dan Hinata tahu tentang hal itu. Jujur saja Naruto yang notabenenya adalah pahlawan ini masih takut dan canggung ama mertuanya sendiri.

'Aduh....' firasat Naruto nggak enak.

"Neeee, Naruto-kun bagaimana kalau kita mengunjungi Ayah besok?" Hinata memandang penuh harap

"Etto ,anuuuuu"

"Dahlah jangan kau tolak, toh juga kau bakal kalah" Kurama berbicara dalam mindscape Naruto. Dia sudah nebak dengan apa yang akan terjadi.

'Berisik kau, Kurama!'

"Naruto-kun?" Naruto menatap kembali kearah istrinya dan menghela nafas.

'Ya tuhan nggak seharusnya aku melirik ke rupanya yang sangat indah.... aku nggak tahan...'

"Lebay anda"

Hinata makin mengeluarkan jurus maut puppy eyesnya membuat Naruto tidak bisa lagi berkata tidak.

"Baiklah.... kita akan kesana"

'Yok, siap – siap ketemu mertua.....wait gua harus gimana?!' pekik Naruto dalam hati.

#

Rumah klan Hyuga ada di depan mata dan Naruto punya niatan untuk keburu – buru ngacir dari sana. Jika bukan tangan Hinata yang menggenggamnya erat mungkin Naruto udah ngilang duluan.

'Duh, kok aku nggak makek bunshin aja ya tadi??'

"Kau pikir si princess Hyuga bakal ketipu dengan jurus murahan macam begitu?"

'Ya kalik..... mental ku belum kuat, Kurama... Help me!!!!!'

"Au ah gelap... mending aku jadi spectator aja. Kan seru~" Kurama menantikan adegan adu banting antara mertua dan menantu.

'Teman laknat kau!'

"Jinchuriki edan kau!"

"Ehem, Naruto-kun? Aku jangan ditinggal berbincang ama Kurama-san dong~" Hinata tahu dengan rahasia Naruto yang dapat berkomunikasi bebas dengan bijuunya.

"Eheq, maap" Naruto menelan ludah saat memandang kembali rumah tua nan memiliki sejarah panjang itu.

"Tenang saja, Naruto-kun. Ayah nggak galak kok....mungkin" kata terakhir Hinata membuat Naruto yang semula semangat kembali menjadi pundung. Sepertinya Hinata senang sekali membuat suaminya merinding disko ya~.

"Nee-san! Naruto-san!" Suara Hanabi memfokuskan keduanya. Hanabi dengan setelan indah datang menemui mereka.

"Weh, weh mau kemana, Hanabi?"

"Mau bertemu dengan lainnya, Naruto-san"

"Oya? Ku kira kau akan berkencan dengan Knohamaru" ucapan Naruto membuat si gadis tersipu malu.

"Ih nggak lah! Ada reunian! Daripada kita bahas yang nggak jelas mending masuk, ayah sudah menunggu" seketika muka Naruto kembali kaku. Hanabi tersenyum sumringah melihat ini.

#

Di sebuah ruangan yang agak gelap nampak seorang pria tengah meminum teh dengan khidmatnya. Suasana asri dan tenang membuat bapack tadi menghela nafas senang.

"Ayah! Sudah kubilang kalau sudah malam lampu dihidupkan! Jangan kayak kelelawar yang takut ama cahaya!" Hanabi menghidupkan lampu ruangan itu.

'Hilang sudah ketenangan yang baru kudapat...' si bapak menghela nafas melihat putri bungsunya yang sedang menceramahi dirinya.

'Bukannya yang tua menasehati yang muda ya?.. ini kok kebalik?' Naruto menatap adegan didepannya.

'Boleh ngakak gak?'

"Boleh... terus anda bakal ditampol ama 3 orang mau?

'Nggak jadi deh' Hiashi baru tersadar kalau Hanabi membawa beberapa orang keruangannya.

"Selamat datang" Hiashi berkata pada Hinata dan Naruto. Hiashi tersenyum melihat putrinya datang menjenguk. Dia kira setelah berkeluarga nanti putrinya yang bagai dewi ni akan melupakannya. Gimana nggak wong impian Hinata telah tercapai yakni menjadi pendamping hidup Naruto. Hiashi melirik kearah Naruto dan ekspresinya langsung berubah.

'Wah.... disapa ama ekspresi muka batu dong...' Naruto hanya tersenyum kikuk melihat ini. Hinata secara bergantian menatap kedua pria yang sangat berjasa dalam hidupnya.

'Laki – laki mah...' Hinata menggeleng geli. Jujur seumur hidup Naruto, dia nggak pernah merasakan bagaimana rasanya punya ayah jadi setiap kali ketemu ama bapaknya Hinata dia merasa canggung. Ditambah lagi Hiashi selalu menggunakan muka judes bin bete setiap kali dia mampir.

'Apa salah ku ya lord...'

"Ah! Nee-san bisakah kamu membantuku merapikan rambut?"

"Tentu saja" Hinata sengaja menerima ajakan Hanabi supaya Naruto lebih akrab dengan ayahnya.

'Hime-chan! Jangan tinggalkan aku sendiri dengan bapakmu yang sangar ini!' Hati Naruto meronta ke Hinata yang dengan senyum angel meninggalkannya. Sunyi melanda.

"Ih sama mertua sendiri takut" Kurama berkomentar.

'Coba sekarang kau yang jadi aku!'

"Nggak sudi"

'Dasar rubah kerjaannya tidur muluk!'

"Dasar manusia kerjaannya cari perkara!"

"Ehem" Naruto mendadak menoleh kearah Hiashi.

"Ummmmmmmmmmmm, cuacanya bagus ya pak" dan dengan bodohnya mengajak berbincang tentang cuaca padahal kondisinya malam hari.

"Pffffttttttt"

'Begok banget ane....' sedang yang diajak omong hanya memandang aneh kearahnya. Hiashi menggeleng melihat tingkah laku menantunya.

"Sebenarnya aku tidak terlalu pintar berbicara"

"Eh?"

"Aku mempunyai keponakan yang memiliki sikap yang beda dengan kembaranku, berkat hasil didikanku yang kurang bagus. Aku selalu memandangnya dengan dingin. Jadi maaf aku tidak bisa bersikap ramah dengan mu, Naruto"

"Ah tidak apa apa, saya juga kurang paham dengan beginian..." Naruto paham siapa keponakan yang sedang Hiashi bicarakan.

"Oh, karena kau yatim piatu" Entah kenapa ucapan Hiashi sangat nyelekit di hati Naruto.

"Ehehe iya...." Suasana hening kembali, kedua pria tidak tahu topik apa yang ingin mereka bahas hingga yang lebih tua mengangkat pembicaraan lagi.

"Hm... kau mengingatkanku dengan si Harbanero"

"Harbanero?"

"Ibumu Uzumaki Kushina"

"Eh, benarkah?" Naruto mulai excited mendengar ini. Jarang – jarang orang mau bercerita tentang ayah dan ibunya walaupun mereka sangat famous.

"Iya, kami teman satu angkatan..." Hiashi menceritakan beberapa kisah tentang Minato dan Kushina. Saat Hinata kembali, dia menemukan suaminya sedang bersenda gurau dengan ayahnya.

#

Keesokan siang Naruto dan Hinata pamit untuk undur diri.

"Sering – sering lah mampir, wajahku memang galak.... tapi sebenarnya aku itu biasa – biasa saja"

"Iya, Hiashi-san.."

"Jangan panggil aku itu... panggil aku ayah saja, kau kan sudah menjadi menantuku. Jangan sungkan – sungkan"

"Ah iya.... ayah..." Naruto mengucapkan kata tadi dengan canggung.

"Oh ya, satu hal lagi... kapan rumah ini bakal ramai? Aku menunggu cucu nih..."Pertanyaan Hiashi sukses membuat Naruto dan Hinata salting. Sedang si penanya dengan santuy menyeringai tipis.

#

"Naruto-kun?" Suara Hinata membangunkannya dari lautan memori.

"Iya?"

"Kok dari tadi melamun?"

"Ah nggak papa, hanya mengingat sesuatu" Naruto berkata sambil melihat Himawari dan Boruto bermain dengan mertuanya. Himawari tak henti – hentinya menceritakan pengalaman yang menurutnya menarik dan Boruto yang menganggukinya. Begitulah pendapat Naruto mengenai Hyuga Hiashi, si pak mertua yang kelihatan ganas tapi sebenernya santuy.

#

Omake

'Hmm boleh juga punya menantu macam dia... ' Hiashi manggut – manggut sambil dikelilingi oleh dua cucunya. Yang satu imut macam ibunya yang satu ganteng macam bapaknya.

'Gen memang berpengaruh besar.....' begitulah pemikiran pria paruh baya yang tengah senang dapat bermain dengan cucunya.

#

Wow~

Author off

See you~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro