VIII : Perjalanan Ke Utara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kalian sudah membawa perlengkapan yang akan kita butuhkan?" Tanya Leo memastikan.

"Tenang saja." Kata Miranda meyakinkan.

"Aku mengecek perlengkapanku dua kali." Ucap Lea sambil mengangkat tas yang akan dibawanya.

Vinsen dan Andrew hanya memberi tatapan 'Kami juga sudah mengecek perlengkapan kami'.

"Sekarang berpegangan tangan." Perintah Leo pada mereka.

Tanpa banyak protes, mereka langsung menurut saja.

"Lea pegang kalung Emerald itu, kemudian katakan 'troll forest'." Jelas Leo.

'Troll forest.'

Setelah mengucapkan mantra, mereka langsung berpindah tempat ke troll forest. Kalau mau jujur, Lea lebih menyukai berjalan daripada berteleport.

Karena saat berteleport perutnya seperti diguncang dan ingin muntah di saat itu juga. Mungkin belum terbiasa dengan sihir teleport.

'Jadi ini yang namanya troll forest?' Pikir Lea.

Tanpa bertanya pada Leo dan kawan-kawan pun, Lea dapat mengetahui kalau hutan itu menyimpan sejuta misteri yang mungkin belum dapat dipecahkan.

Pohon-pohon di hutan itu sendiri cukup menakutkan. Dikarenakan bentuk rantingnya yang aneh, pohonnya yang berwarna hitam, dan di setiap pohon tidak memiliki daun.

"Um, apa troll itu memang nyata?" Tanya Lea polos.

"Aku belum pernah melihatnya. Mungkin Leo pernah." Jawab Miranda sambil menunjuk Leo.

"Hanya sekali. Dan aku tidak ingin membahas tentang itu." Kata Leo.

"Andrew, merasakan pergerakan?" Tanya Leo pada Andrew, yang sedari tadi Lea perhatikan hanya memejamkan matanya.

"Sejauh ini, tidak." Kata Andrew kemudian membuka matanya.

"Ayo kita harus keluar dari hutan ini sebelum malam." Kata Leo kemudian berjalan memasuki hutan itu.

"Miranda, memangnya kenapa kalau sudah malam?" Tanya Lea kemudian menyusul Miranda yang sudah mulai berjalan mengikuti Leo.

"Yang kutahu troll suka berkeliaran di malam hari." Jawab Miranda.

"Tapi kita punya Vinsen kan?" Kata Andrew.

"Tapi kita tidak bisa membiarkan Vinsen bertarung sendirian." Kata Leo yang membuat Andrew tidak berkata apa-apa lagi.

"Memangnya sihir Vinsen efektif di malam hari?" Tanya Lea pelan pada Miranda.

"Yap, kau cepat tanggap ya?" Kata Miranda sambil terkekeh pelan.

Menjadi satu-satunya perempuan di antara Leo, Vinsen, dan Andrew membuatnya kadang kesepian karena tidak memiliki satupun teman perempuan.

'Berteman dengan Lea merupakan sebuah keberuntungan.' Batin Miranda.

"Leo kau yakin kita tidak akan tersesat di hutan sebesar ini?" Tanya Vinsen.

"Tenang saja, selama kita terus berjalan ke arah timur kita pasti bisa keluar dari sini sebelum malam." Jelas Leo.

Kalau tadi jalan yang mereka lalui hanya tanah, sekarang mereka harus naik turun bebatuan yang cukup tinggi.

Lea dan Miranda dibantu oleh Andrew dan Vinsen. Sedangkan Leo? Melalui rintangan dengan santai.

"Leo! Ayolah bantu kami disini!" Teriak Miranda sedikit kesal karena leader mereka, tidak memperlihatkan walau hanya sedikit kepeduliannya.

"Andrew dan Vinsen sudah membantu kalian kan?" Balasnya sedikit terkekeh.

Miranda mengumpat pelan. Lea, Vinsen, dan Andrew yang melihatnya, menahan tawa terbahak-bahak mereka.

Setelah melewati bebatuan yang cukup tinggi, mereka kembali berjalan di tanah yang mulus.

Salah satu keanehan yang Lea perhatikan adalah pohon-pohon di hutan ini tidak memiliki daun, namun mampu menghalau agar tidak ada sinar matahari yang masuk.

Seketika Lea teringat perkataan Leo tadi.

'Tenang saja, selama kita terus berjalan ke arah timur kita pasti bisa keluar dari sini sebelum malam.'

'Nah loh kan ini masih pagi? Kira-kira jam enam pagi kami sampai di sini. Dan setelah berjalan, kira-kira telah lewat satu jam. Bagaimana Leo dapat melihat matahari sedangkan tidak ada sinar matahari yang mampu menembus hutan ini?' Pikir Lea.

"Lea nampaknya kau berpikir banyak. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Vinsen yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Lea yang menurutnya cukup aneh.

"Kita harus berhenti." Kata Lea pelan, namun dapat menarik perhatian Miranda, Andrew, dan Vinsen.

"Hm? Kenapa?" Tanya Andrew bingung.

"Leo yang di depan kita, bukan Leo." Kata Lea pelan, namun dapat membuat mereka bertiga membulatkan matanya tak percaya, karena perkataan Lea barusan.

~~~~

Sedangkan tidak jauh dari posisi mereka, ada seseorang yang memperhatikan mereka dengan seksama.

"Hebat juga gadis itu." Katanya sinis.

"Mungkin aku akan memberinya sedikit sambutan." Sambungnya sambil menyeringai.

~~~~

"Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?" Bantah Andrew.

"Kalian jalannya lama sekali, nanti kutinggal." Teriak Leo yang kira-kira 10 meter di depan mereka.

"Kami tidak akan mengikutimu. Kau bukan Leo!" Kata Lea penuh penekanan di setiap kalimat.

"Dia jelas-jelas Leo." Kata Miranda.

"Lihat matanya. Mata Leo berwarna biru gelap. Sedangkan sekarang matanya berwarna hitam." Jelas Lea.

"Dari awal kau membawa kami ke arah yang salah. Kuberi tahu kau, walaupun aku belum terlalu mengenal Leo, Leo bukanlah orang yang suka tertawa. Dan kau penipu yang buruk."

Vinsen, Miranda, dan Andrew sampai terkagum-kagum. Walaupun belum terlalu lama mengenal Leo, tapi Lea sudah sedikit tahu tentang kebiasaan leader mereka.

'Analisisnya hebat sekali!' Batin Miranda.

Leo yang di depan mereka menyeringai.

'Black Dagger.'

Setelah mengucapkan mantra, beberapa belati berwarna hitam menuju dengan kecepatan tinggi ke arah Lea.

'Shield.'

Tidak ingin Lea terluka, Vinsen memasang pelindung di sekitarnya. Belati hitam itu langsung terpental dikarenakan pelindung yang dipasang Vinsen.

"Cih, ternyata benar. Dia bukan Leo kawan-kawan, dan kita harus mencari cara untuk menyadarkannya." Kata Vinsen sambil menatap tajam Leo.

"Untuk jumlah kita yang menang, tapi untuk ukuran kekuatan sepertinya kita yang kalah." Kata Miranda kemudian mengeluarkan belati yang disimpannya.

Vinsen dan Andrew mengeluarkan pedang, dan Lea memegang busur dan anak panahnya.

Leo yang di depan juga mengeluarkan pedang dari tempatnya.

'Big wave.'

Ombak besar muncul dan mengarah kepada Leo. Leo nampak santai-santai saja.

'Holy sword.'

Dengan satu kali tebasan, Leo berhasil menghilangkan ombak besar yang diciptakan Andrew ini.

"Cih sepertinya kita harus memakai kekuatan fisik." Umpat Andrew.

"Lea, kau analisislah sesuatu yang dapat membuat Leo sadar." Perintah Vinsen.

"Kami akan memberimu waktu." Kata Miranda.

Andrew dan Vinsen maju bersama, mereka dengan tidak takutnya mengayunkan pedang kepada Leo.

Yang ditebas hanya melompat ke belakang.
Leo pun maju untuk menyerang mereka, perbedaan agility mereka sangat kentara, karena serangan-serangan yang diberikan Leo, mampu membuat Andrew dan Vinsen kewalahan menghadapinya.

'Earthquake.'

Tidak ingin diam saja, Miranda membantu mereka dari belakang. Apa daya, Leo hanya menganggap hal itu sepele dan mengucapkan sebuah mantera yang tidak dapat didengar oleh mereka.

"Tadi dia mengucapkan sebuah mantera." Kata Andrew dengan napas yang terengah-engah.

"Sepertinya dia salah merapal mantera, karena aku tidak merasakan apapun." Kata Miranda.

'Starfall.' Ucap Vinsen.

Tapi tidak terjadi apa-apa. Tidak ada bintang jatuh yang menimpa Leo.

Leo yang mendengarnya mengucap mantera, sedikit tersenyum sinis.

"Kalian lama sekali menyerangnya." Kata Leo meremehkan.

"Biar kutunjukkan,"

'Dark starfall.'

Walaupun belum malam, namun bintang mulai berjatuhan. Perbedaannya, bintang yang jatuh itu berwarna hitam.

"Sepertinya mantera yang dia ucapkan sebelumnya, menghalangi kita memakai sihir." Kata Miranda.

"Tch aku tidak bisa mengaktifkan sihirku." Umpat Andrew.

Bintang hitam yang jatuh pun semakin dekat dengan mereka.

"Tidak kusangka aku akan mati dengan sihirku sendiri." Kata Vinsen.

'Shield.'

Di saat Leo tidak memerhatikan, Lea maju dan memasang pelindung, sebelum bintang hitam itu mengenai mereka.

"Sepertinya sihir penghalang tidak mempan padamu." Kata Leo.

'Dark iron jail.'

Seketika muncul penjara beraura hitam dan memenjarakan Miranda, Vinsen, dan Andrew di dalamnya.

"Sekarang kita berdua bisa bertarung tanpa gangguan." Kata Leo.

'Matanya semakin gelap, aku harus cepat.' Batin Lea.

Minggu 18 Desember 2016
#102 Dalam Fantasy

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro