Enor

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

By: rakapratama

=========


AKU hanyalah orang biasa yang terjebak dengan orang yang bisa dibilang orang yang berbeda dari biasanya. Dia gila, abnormal, sinting, miring, tolol, bego, dan sebutan lain yang sejenisnya. Tidak sudi aku bergaul dengan orang semacam dia. Kau juga pasti begitu bukan?

Masalahnya di sini, dia adalah temanku. Bukan, sebenarnya dia adalah sahabatku. Tidak, sejujurnya dia adalah soulmate-ku. Ah, aku sendiri tidak tahu kenapa bisa kuat berteman dengannya.

Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Tia, dan aku hanyalah seorang cewek biasa dengan hidup yang normal. Namun ketika cowok itu berada di dekatku, aku tidak pernah merasakan apa itu kenormalan.

Cowok itu bernama Abnormal Forfattare. Aku biasa memanggilnya Enor. Please, jangan bertanya padaku perihal nama itu. Aku sudah cukup muak dengan pertanyaan yang mengacu pada asal usul nama soulmate-ku itu, tapi mungkin kau penasaran jadi akan kuceritakan.

Aku mengetahui cerita ini dari mulut Enor sendiri. Jadi ceritanya pada saat ia lahir, tepatnya tanggal 7 Juli, ia dilahirkan di bidan terkutuk. Katanya bidan itu adalah seorang penyihir. Bidan itu memaksa ibu Enor agar memberikan nama anaknya itu Abnormal Forfattare. Jika tidak, anak itu akan menjadi malapetaka bagi siapapun.

Please, jangan bilang kau percaya pada cerita Enor itu. Tentu saja itu hanya bualan konyol dirinya.

Cerita sebenarnya kudengar dari ibu Enor sendiri, Bu Anon. Bu Anon menceritakan kisah ini dibalik topengnya dengan suara yang disamarkan.

"Jadi dulu ibu tuh ngelahirin si Enor di malam Jumat Kliwon satu suro. Awalnya ibu gak yakin dia hidup apa enggak, tapi pas ibu denger tangisannya ibu lega, ternyata dia hidup. Dia nangis cuma semenit doang, abis itu dia ketawa-tawa.

Pas ibu ditanyain mau namain bayi itu siapa, ibu bingung. Tapi akhirnya ibu ngedenger bisikan setan yang bilang 'Abnormal Forfattare'. Akhirnya karena ibu takut, ibu kasih aja nama itu. Eh pas si Enor udah dibikinin akte kelahiran, suami ibu, Pak Nymous baru ngaku ternyata dia yang bisik-bisik waktu itu. Dia pengen nama anaknya kayak begitu. Biar greget, katanya."

Begitulah. Semenjak saat itu, aku tidak pernah lagi bertanya hal-hal tentang Enor pada orangtuanya. Kapok.

Saat ini aku berumur 17 tahun, begitu pula Si Enor. Ehm, tapi entahlah. Kau tahu apa yang ia katakan saat aku menanyakan umurnya?

"Idih mana ada gue tua kayak elo. Gue masih kiyut, umur gue baru hitungan bulan."

Kau dapat bayangkan seorang lelaki berkata seperti itu? Oh iya, jangan bayangkan Enor adalah lelaki yang keren dibalik keabnormalannya itu. Tidak, dia sama sekali tidak ada  keren-kerennya.

Walaupun begitu, aku menyayanginya. Ralat, aku iba padanya. Dia tidak punya teman, sungguh.

***

Hari ini tanggal 7 Juli, kau tahu kan hari ini hari apa? Hari ulang tahun Enor. Aku ingin memberi kejutan untuknya. Entahlah, aku benar-benar kehilangan akal sehat sampai-sampai aku kelewat baik padanya.

Hari ini sekolah masih libur semesteran, jadi aku dapat merencanakan semua ini dengan leluasa. Ingin mendengar rencanaku itu?

Pertama, aku akan mengajak Enor pergi ke toko buku. Ya, faktanya, Si Enor menyukai hal-hal berbau sastra. Ia hobi menulis cerita. Pernah sekali aku melihat note di handphone-nya, dan betapa terkejutnya aku note itu penuh dengan cerita karangannya. Fanfiction mendominasi. Ada fanfiction GGS, fanfiction Uttaran, fanfiction Anak Jalanan, fanfiction Super Puber, dan lain sebagainya. Semenjak saat itu, aku kapok mengecek note handphone-nya lagi.

Niatnya, nanti aku akan membelikannya sebuah buku. Hitung-hitung memberi kado padanya.

Nah kedua, setelah bersenang-senang memburu buku, aku akan mengajaknya makan-makan. Kebetulan di depan toko buku, ada stand-stand makanan dan minuman. Di situlah aku akan mengajaknya makan.

Terakhir, aku akan pulang bersamanya dan aku akan memaksanya agar membawaku ke rumahnya. Kenapa? Karena di rumahnya sudah ada kejutan yang apik menunggu! Akan ada balon-balon berwarna-warni, kue ulang tahun yang keren, dekorasi ulang tahun, segalanya! Ya, selama sebulan ini aku telah berdiskusi dengan Bu Anon tentang kejutan ini. Wah, ini akan sangat menyenangkan!

***

"Ya ampun, Enor! Elo ngaret 3 jam kampret!" caciku pada Enor yang baru saja sampai di hadapanku dengan motor matic andalannya.

Sudah hampir mati aku menunggu si Enor di depan sebuah taman seperti anak hilang. Kami janjian jam 10 pagi, dia baru datang jam 1 siang. Mungkin kau bertanya, kenapa aku tak diam di rumah saja dan biarkan si Enor menjemput ke rumahku?

Begini, kata Enor dia mau mengikuti gaya janjian orang Jepang. Kalau ingin jalan, maka kita harus janjian di suatu tempat. Jadi tidak ada acara jemput-jemputan ke rumah. Karena taman ini terletak di tengah-tengah antara rumahku dan Enor, maka di sinilah aku harus menunggunya. Karena dia yang bawa motor.

"Yaelah 3 jam doang, manja lo," ujarnya santai.

Bangsat juga, batinku.

Akhirnya aku hanya tersenyum kecut, lalu menaiki motornya. Ia menyerahkan sebuah helm padaku. Helm berwarna kuning terang dengan gambar primitive spongebob memenuhi seluruh bagian helm. Sedangkan Enor sendiri, dia memakai helm bergambar Dora the Explorer.

Dengan enggan aku memakai helmku dan kami pun melesat ke salah satu mall yang terdapat sebuah toko buku di dalamnya.

***

Kami pun sampai di dalam mall dan kami berbincang saat kami menaiki eskalator menuju lantai 3, di mana toko buku itu berada.

"Tumben lo ngajak gue ke toko buku. Biasanya gue yang ngajak, dan lo nolak," kata Enor tanpa memalingkan pandangannya pada salah satu mbak-mbak penjaga toko.

"Ga boleh?"

"Iya boleh. Cuma tumben aja gitu, Tia Sutianingsih."

"Please, jangan manggil pake nama lengkap gue, Abnormal Forfattare."

"Bodo amat," tukas Enor.

"Kampret."

Kami sampai di lantai 3, langsung disuguhi pemandangan makanan dan minuman di sana sini. Aku akan mengajak makan si Enor di sini nanti setelah kami ke toko buku. Itu rencananya.

Tiba-tiba Enor duduk di kursi salah satu meja berbentuk bundar yang disediakan untuk pengunjung. Aku berhenti dan menarik baju Enor.

"Ih ngapain. Ayo masuk ke toko buku dulu," kataku dengan nada memelas.

"Gue laper," katanya singkat, padat, dan jelas.

"Nanti aja dong, abis ke toko buku aja ya?" bujukku karena tak mau rencanaku gagal, walau hanya gagal urutannya saja.

"Lo mau gue mati di dalem sana?" tanyanya dengan wajah yang serius.

"Ah elah," keluhku kesal yang lalu duduk dengan malas di salah satu kursi yang berhadapan dengan Enor. "Jadi mau makan apa? Ada ramen, ada sushi tuh, terus tuh ada pasta tuh." Mood-ku naik seketika ketika berbicara soal makanan.

"Nasi goreng aja."

Mood-ku langsung jatuh kembali.

"Yaudah," kataku seraya bangkit dari kursi. "Gue yang pesen aja ya. Lo jagain tempat ini."

"Sip."

Aku pun segera menuju stand nasi goreng yang berada tak jauh dari situ dan segera memesan. Sembari menunggu, aku menatap Si Enor dari sini. Ia sedang sibuk dengan handphone-nya. Paling ia sedang mengurusi organisasinya, Pasukan Anu.

"Neng, Neng." Panggilan tukang nasi goreng memecah lamunanku.

"Ya?"

"Pake bawang goreng enggak?"

"Ya terserah deh."

Si tukang nasi goreng itu pun menaburkan bawang goreng di atas nasi goreng yang ditempatkan pada kotak styrofoam itu. Setelah selesai, si tukang nasi goreng itu pun memberikan dua kotak nasi goreng itu dan aku membayarnya. Kemudian aku kembali pada Enor.

"Nih," kataku sambil menyerahkan satu kotak nasi goreng padanya.

"Asik." Enor membuka kotak nasi gorengnya dan terdiam sejenak.

"Kenapa diem?" tanyaku.

"Sendoknya mana?"

"Oh iya." Sendoknya sedari tadi kupegang. Aku menyerahkan salah satu sendoknya.

"Asik." Enor hendak melahap nasi gorengnya, namun kemudian terdiam kembali.

"Sekarang kenapa lagi?" Kali ini Enor tidak menjawab.

Aku menatap Enor lebih tajam lagi, dan ternyata ia sekarang sedang menangis sambil menatap sedih nasi gorengnya!

Astaga! Penyebabnya bawang goreng! Aku baru ingat!

"Tega banget ya elu ngegoreng anak gue," kata Enor sendu.

Ya, Enor mempunyai sebuah sindrom yang membuatnya terus berkhayal bahwa dia mempunyai anak seonggok bawang. Dia pernah mengatakan bahwa dia mempunyai dua orang anak bawang bernama Tev dan Tav.

"Yaampun maaf, Nor! Gue lupa!" kataku panik.

"Ah bodo amat, mending gue makan anak gue daripada gue mati kelaperan," kata Enor yang lalu dengan enggan melahap nasi goreng berbawangnya.

Untunglah rasa laparnya dapat mengalahkan sindromnya itu.

Setelah sesi makan penuh emosi itu selesai, akhirnya kami pun datang ke toko buku juga. Aroma buku baru langsung menyambut kami seraya kami masuk ke dalamnya.

"Gini, Nor. Jadi hari ini gue mau jajanin lo buku. Tapi satu aja ya," kataku memulai.

"Wah? Seriusan lo?" tanyanya dengan mata yang berbinar.

"Iya."

"Asik." Enor langsung berjalan cepat menyusuri rak-rak buku mencari buku apa yang ingin dibelinya.

"Nyari buku apa sih?" tanyaku heran.

"Gak ada buku anu-anuan ya di sini?" tanyanya dengan wajah polos.

"Gila mana ada lah buku dewasa yang sampe ada ena-enaannya kek gitu di sini!"

"Yeh, emangnya anu-anuan yang gue maksud itu ena-enaan? Kagak sih. Orang gue lagi nyari buku yang ada gambar anunya," kata Enor dengan nada mengejek.

"EHEM!" Suara dari balik rak mengejutkan aku dan Enor. Ternyata sedari tadi ada yang menguping, atau mungkin kami yang terlalu keras mengobrol.

Dengan segera aku menyeret Enor menuju rak pojok agar terjauhi dari orang-orang polos yang risih mendengar percakapan anu kami.

"Bego," omelku padanya. "Kalau mau nyari buku yang ada gambar anunya, lo beli aja buku pelajaran biologi sana. Dijamin banyak gambar anu plus penjelasannya."

"Cih, gak perlu. Gue gak usah belajar anu-anuan lagi karena gue udah ahli nganu."

"Bodo amat aaah." Aku yang kesal pun meninggalkan Enor.

"Tunggu, Tia! Ini gue udah ada buku yang mau gue beli!" seru Enor tak tahu malu.

Aku pun berbalik untuk melihat buku apa yang dibawanya. Dia membawa buku berwarna merah muda dengan gambar kuda poni di cover-nya.

"Idih, apaan nih my little pony. Najis!" ejekku.

"Buat adek gue ini, jangan bawel dah."

Aku tak kuasa lagi merespon kalimat-kalimatnya, aku ingin langsung ke rencana terakhir saja. Oleh karena itu aku segera berjalan menuju kasir.

Lagipula sejak kapan dia punya seorang adik? Dasar pembual.

***

"Lo ngapain sih mau maen ke rumah gue? Udah sore gini juga," kata Enor ketika kami turun dari motornya dan menginjakkan kaki di halaman depan rumah Enor.

"Gue mau ketemu emak lo," bualku.

"Ada urusan apa sih, ga jelas bego lu," cerca Enor. Aku tak peduli.

Aku segera menarik-narik Enor menuju rumahnya sendiri. Entah kenapa aku merasa sangat excited, padahal ini acara paling tidak penting yang pernah kurencanakan.

Perlahan aku membuka pintu dan berseru girang.

"SELAM—" Kalimatku terpotong ketika aku membuka pintu lebar-lebar.

Tidak ada apapun! Tidak ada balon-balon! Tidak ada kue ulang tahun! Tidak ada dekorasi! Ruangan tamu itu masih polos. Yang lebih mengejutkannya lagi di sofa ruang tamu itu terdapat Bu Anon dan Pak Nymous, bersama dengan kedua orangtuaku!

Aku menatap Enor dengan wajah yang memanas, ia tersenyum licik. Ia mendorongku pelan menuju sofa dan kami pun duduk di sebelah orangtua masing-masing.

Bu Anon dan Pak Nymous tampak misterius dengan topeng yang menutupi wajah keduanya. Dengan suara yang disamarkan, Pak Nymous berbicara.

"Enor dan Tia sudah datang, kita beritahu saja sekarang," kata Pak Nymous.

"Ka-kasih tau apa? Ke-kejutan buat Enor mana?" tanyaku sambil menatap kedua orangtuaku dan kedua orangtua Enor bergantian.

Kedua orangtuaku menempatkan jari telunjuknya di bibir pertanda jangan berisik.

"Di ulang tahun Enor ini, kami ingin memberikan kado berupa perjodohan Enor dengan Tia. Ini juga kejutan buat Tia," ujar Bu Anon.

"Hah?" Aku melongo.

"Ya, jadi nanti kalian akan langsung menikah setelah lulus sekolah nanti. Gak ada penolakan ya Tia, kalo nolak kamu bakal ayah coret dari kartu keluarga," ucap ayahku.

"HAH?!" Aku berdiri, namun kedua orangtuaku memaksaku duduk kembali.

"Di keluarga kami, yang ulang tahun lah yang memberikan kejutan, dan yang ulang tahun lah yang memilih kadonya sendiri," kata Bu Anon.

Enor tersenyum iblis.

Air mataku mengalir deras.

"ENGGAK MAAAAOOOOOOOOOOOO!!!!!!"

=END=

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro