Kado Attare

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

By: chokiwa97

============


"KITA mau kemana, Attare?"

Aku, Ananda Dwi Tyas. Teman sekaligus sahabat masa kecil dari seorang laki-laki bernama Abnormal Forfattare. Oh kumohon, jangan tanyakan aku tentang nama itu. Yang pasti, aku hanya merasa sangat beruntung karena memilikinya.

Dia, Abnormal Forfattare, atau yang akrab aku sapa dengan Attare. Sahabat yang paling berjasa bagiku. Dia satu-satunya orang yang mampu menyelamatkan dari pem-bully yang ada di sekolah.

Attare tidak tampan. Dia manis seperti laki-laki kebanyakan. Kulitnya saja tidak putih seperti oppa-oppa Korea yang disukai oleh Gadis dan juga Tiffany. Tapi dia cukup terkenal di sekolah.

Orangnya baik dan periang, pandai bergaul dan tentu saja ... unik. Sesuai dengan namanya.

"Hampir sampai!" ucapnya dengan bangga.

Aku sudah merasa hampir kehabisan napas, dan dia bilang 'hampir sampai'. Ugh ... yang benar saja?

"Sebenernya kita mau kemana, sih?" kesalku.

Dia berbalik dan tersenyum lebar. Kulit kecokelatannya sudah habis dibakar mentari yang bahkan tak sanggup lagi untuk berdiri tegak di atas kami.

"Ke puncak bukit. Aku mau kasih lihat kamu sesuatu."

Aku mendengus sebal. Puncak bukit? Dia gila apa? Bahkan orang-orang saja harus menggunakan motor untuk ke sana. Sedangkan kita? Oh jangan tanyakan! Attare saja tak bisa menarik gas motor karena terlalu takut akan terjatuh.

"Attare!" panggilku. Dia tak menyahut dan terus berjalan di hadapanku. Membuatku kesal aja. Padahal seharusnya aku merayakan ulang tahunnya, atau dirinya dengan geng pasukan anu-nya. "Attare!"

Dia tak menjawab dan terus mengabaikan ku. Terpaksa aku menarik tangannya kasar, membuatnya hampir jatuh karena kehilangan keseimbangan. Tapi aku tahu, dia tak akan marah.

"Kenapa?" tanyanya padaku.

"Capek," pelasku.

Dia memerhatikan diriku yang tampak kelelahan. "Sedikit lagi. Aku janji, abis ini aku bakal traktir kamu. Kan sekarang aku ulang tahun."

Aku ingin memukul kepalanya saat itu juga. Kalau tahu dirinya sedang ulang tahun, kenapa menyusahkan diri sendiri?

"Aku bisa kasih kamu kejutan yang lebih baik dari tahun kemarin, aku janji. Jadi ayolah, kita pulang aja, ya!"

"Nggak, Nanda! Udah tanggung. Bentar lagi kan mau sampe. Masa harus balik lagi. Sayanglah ...."

"Attare ...."

Dia mengacuhkanku. Lagi! Senang sekali sepertinya dia bertindak seperti itu.

Dalam diam. Kami terus melangkah. Attare yang mengetahui aku sudah tak berdaya lagi, terkadang berjalan di belakangku. Menuntun dan memastikan bahwa aku tak tertinggal.

Malam semakin cepat datang dan bulan tampak malu-malu di balik awan hitam. Aku terdiam saat kami sampai di puncak bukit.

"Akhirnya ...." Aku merentangkan tangan lebar-lebar dan merasakan udara sejuk berhambur menyentuh kulit-kulit yang mungkin sudah basah karena berkeringat.

Sebuah suara mengejutkanku. Ledakan dahsyat di atas langit. Kembang api berkelip indah di hadapanku. Membuatku tak kuasa untuk menahan senyuman.

Ini ... apa? batinku.

Aku menoleh pada Attare. Tersenyum pada laki-laki di sampingku yang membalasku juga ikut tersenyum.

"Kamu rencanain ini?" tanyaku tak percaya. Sebersit rasa kagum dan harapan bahwa Attare yang melakukannya terlintas dalam benakku.

"Ya nggak lah, Nan!" elaknya. Aku menatapnya lebih tak percaya lagi.

"Kalo nggak, kenapa bisa tepat banget waktunya?"

Sedangkan Attare malah tertawa di sampingku. Aku yakin, dia sedang menertawaiku yang sempat merasa percaya diri karena menganggap bahwa diriku sedang diberi kejutan.

"Jangan ngarep deh, Nan. Aku mana mau bikin kayak beginian. Wong aku yang ulang tahun, ngopo musti kamu yang dapet kejutannya."

Aku mendesis padanya. "Nyebelin! Kalo nggak niat buat bikin kejutan, kenapa harus maksa-maksa naik ke puncak segala. Capek tau nggak?!"

"Ya, aku mau ngerayain ulang tahun aku. Karena pengen ada kembang apinya, mangkanya aku bawa kamu kemari. Soalnya di sini bagus buat liat kembang api."

Aku memukulnya kuat. "Aku bisa beliin dan nyalain kalo kamu mau."

Attare mengaduh padaku. Pandangannya seutuhnya menemuiku. "Aku pengen nikmatin kembang apinya barengan kamu. Bukan nikmati kembang api yang kamu bikin."

Untuk beberapa detik, ada hening di antara kami. Pikiranku tengah sibuk mengartikan kalimatnya. Oh ayolah ..., bukankah Attare sudah tahu kalau otakku lambat untuk menafsirkan.

Memahami kondisi di mana aku yang tampak begitu slow respon, dengan sigap Attare mencairkan suasana di antara kami.

"Mana hadiahnya?" tanyanya padaku. Sontak membuatku teringat akan hadiah Attare yang aku lupakan.

"Eh ... itu ..."

"Kamu lupa?" tebaknya tepat sasaran.

Secepat mungkin aku mengelak. Attare hanya tertawa lepas. Seperti anak-anak yang merasa kesenangan karena diajak bermain ke taman.

"Nggak apa kalo kamu lupa. Lagipula, aku udah dapet kadoku kok."

Aku menatapnya bingung. "Kado apa?"

"Kamu!"

Lagi, otak lemotku mengartikan kalimatnya. Membuatnya geram bercampur gemas. Tangannya mengacak rambutku.

"Dasar lola, lelet banget sih peka-nya!" katanya. Aku hanya nyengir membalasnya. "Aku pengen kamu jadi kado aku. Masih belum paham?"

"Eh aku? Jadi kado kamu?" Lagi-lagi aku berpikir. "Kenapa aku jadi kado kamu? Emang aku benda apa? Bisa dijadiin kado segala."

Dan sekarang dia yang tertawa. Membuatku kesal saja.

"Dasar Ananda Dwi Tyas. Cewek culun nggak peka yang cuma suka cowok dalam novel." Dia memelukku cepat. "Aku suka kamu. Dan malan ini, aku mau kamu jadi hadiahku yang berarti ..., aku mau kita jadian, Nanda!"

Jadian? Benarkah? Aku terkejut di buatnya. Secepat mungkin aku menangis sejadi-jadinya.

Ternyata aku ada yang nembak juga. Meski harus pasrah karena orang itu adalah Attare.

Dan malam berlalu secepat mungkin. Tidur yang tidak nyenyak--tentu saja, aku kasmaran. Bahkan saat bangun tidur dan pergi ke sekolah lagi keesokan harinya, rasanya sangat malu. Terima kasih, Tuhan. Karena memilihku untuk menjadi kado dari ulang tahun ke 17 Abnormal Forfattare. Semoga dalam hidup, kami bahagia dan terus bersama. Aamiin.

=END=

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro