✧. halaman pertama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

━━━━━━━━━━━━━━━━━

Haitani Ran tidak jatuh cinta pada pandangan pertama.

Saat itu, dirinya berjalan seorang diri. Melewati jalanan sepi, merasa sedikit kosong saat Rindou tidak bersamanya. Sang adik sedang pergi, ada urusan katanya.

"Sepi juga."

Dirinya berujar pelan saat langkah kakinya berhenti di depan sebuah toko. Berpikir, dirinya menimbang-nimbang sejenak.

Dirasa ingin membeli makanan ringan, Ran berjalan mendekati toko.

Namun ia berhenti di tengah jalan. Tatapannya terpaku pada seorang wanita yang tengah memunguti barang-barangnya. Di depan toko. Dia terlihat kewalahan.

Diperhatikan, sepertinya kantong belanjaannya sobek.

Ran terdiam seraya tersenyum senang. Terdiam, menonton tanpa adanya niat turun tangan.

"Hiburan yang menarik."

•••

Masih pada musim panas tahun 2004. Kali ini, Ran dengan adiknya baru saja selesai menemui Izana.

Berjalan seraya sesekali bertukar kata.

"Hm?"

Di depan jalanan sana, tatapan Ran tertuju pada seorang wanita.

Wajah yang tak asing.

"Aniki, ada apa?"

Sang adik bertanya bingung kala kakaknya terdiam secara tiba-tiba.

Pada seorang wanita, yang masuk ke dalam mobil mewah.

•••

Ini adalah ketiga kalinya mereka bertemu.

Di jembatan, dimana seorang lelaki tengah bersandar pada pagar. Dia menenggadah, menatap jumantara biru. Barisan burung melintas, serta awan berbentuk mengundang senyum pada paras.

Seorang wanita mendekat. Senyumannya semanis madu. Sehangat matahari. Menenangkan hati, memberinya kenyamanan tersendiri.

"Apa boleh aku ikut berdiri di sampingmu?"

Ran mengangguk sebagai jawaban.

Membiarkan sang surai hitam melipat tangan di atas pagar. Dia ikut menatap langit. Senyum samar tak pernah sirna dari wajahnya.

Keduanya bersebelahan, menatap langit bersamaan. Namun dengan posisi yang saling membelakangi.

"Aku Mura—Baji (Name)," katanya. Memulai pembicaraan, ia menoleh, menatap sosok yang bersandar di sebelahnya. "Kalau kau?"

Ran sebenarnya ingin memukul wanita ini. Sungguh, dia sangat mengganggu waktu santainya.

Namun hati kecil diam-diam menyuruhnya berhenti. Menolak mentah-mentah pikiran gilanya.

"Haitani Ran."

Dia tersenyum malas.

Rambut hitamnya panjang. Kira-kira setengah punggung. Berbeda dengan Ran, rambutnya digerai. Bergerak liar tatkala angin semakin kencang.

Tatapan keduanya masih terkunci satu sama lain.

"Kau suka berdiam di sini?" senyuman itu menguncinya. Seolah memberikan perintah absolut dimana Ran bahkan tak bisa mengalihkan pandangan. "Pemandangan dari sini memang bagus. Apa kau menyukainya?"

Mata Ran terlihat sayu, ia mengukir senyumannya. Dimana memberikan ketenangan pada lubuk hati terdalam lawan bicaranya.

"Suka."

Haitani Ran tidak jatuh cinta pada pandangan pertama.

Namun pada pertemuan ketiga.

Dimana semua terjadi tanpa sengaja.

•••

Rindou menaikkan alisnya bingung. Menatap aneh kakaknya yang terus mengulum senyum. Menerawang, entah menatap apa. Entah pikirannya melayang kemana.

"Aniki, kau tahu? Kau seperti orang gila akhir-akhir ini."

Senyum tak kunjung pudar meski imajinasinya buyar. Ran mengalihkan pandangan. Menatap sang adik yang mendekat. Duduk, bersebelahan di atas gedung. Menikmati semilir angin tatkala senja ikut melirik.

Pada insan muda yang tengah tertarik.

"Kata-katamu sedikit keterlaluan," ujar Ran. Kendati begitu, ia tetap tersenyum. "Belakangan ini, aku merasakan sesuatu yang aneh."

Rindou mendudukkan diri dengan nyaman di sebelahnya. Menumpukan tangan, melemaskan beberapa bagian badan.

"Aneh bagaimana?"

Kali ini, wajah Ran terlihat sedikit serius.

"Saat aku memikirkan seseorang, perutku terasa geli. Lalu saat aku bertemu langsung dengan orang itu, jantungku berdebar dengan cepat. Tidak seperti biasanya," sang kakak mulai bercerita.

Guratan halus tercipta pada lelaki yang mengenakan kaca mata. Ia menoleh ke arah Ran.

"Itu gawat, Aniki," tatapan itu berubah tajam.

Ran ikut mengerutkan kening.

"Apa yang gawat?"

"Mungkin kau sakit jantung."

"Itu bahaya."

"Bagaimana kalau ke rumah sakit besok?"

"Saran yang bagus."

"Aku akan menemanimu."

"Sempurna."

"Tapi kau yang bayar."

"Bajingan. Tapi baiklah."

•••

17 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro