❃ halaman terakhir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Takashi memperhatikan jaket milik (Name) yang terdapat robekan besar. Bagaimana ceritanya jaket yang terlihat masih bagus—Takashi bertaruh pacarnya baru saja membeli ini—sudah robek lagi?!

"Apa ini?"

Gadis di sampingnya mengedikkan bahu. Terlihat tidak peduli sama sekali—padahal itu miliknya.

"Rusak, terkait pagar depan rumah."

Laki-laki itu menghela napas pelan. Ia menatap jaket milik gadisnya sejenak, dan berpikir bahwa itu masih bisa diperbaiki.

"Apa ada jarum dan alat jahit?"

"Untuk apa?"

"Biar aku menjahitkannya untukmu."

(Name) adalah orang yang dingin, dan Takashi adalah orang hangat. Kalau begitu, izinkan Takashi untuk berbagi kehangatannya. Izinkan dia untuk mengetuk pintu hatinya. Bisakah?

"Mitsuya."

"Hmm?"

"Aku kesepian."

Tangan sang matahari mengelus punggungnya perlahan, mencoba memberikan rasa nyaman yang didambakan.

"Itu dulu," gadis itu bergumam. "Karena sekarang aku punya kamu."

Dia selalu ada saat rasa bosan muncul. Mengulurkan tangan, dan mengeluarkannya dari dalam laut kehampaan. Menariknya keluar dari jurang keputusasaan. Dan memberinya cahaya, dalam gelap tak berujung. Serta memberinya napas, dalam ruang tanpa udara.

"(Surname)-san, apa kau sedang luang?"

Pelukannya hangat, apalagi senyumannya. Penampilannya khas anak berandalan, tapi hatinya sangat lembut.

(Name) tidak bisa menahan perasaan yang mengalir tanpa izin.

Ah, Mitsuya Takashi. Laki-laki satu ini benar-benar ...

"Tidak bisakah kamu belajar lebih serius?!"

"..."

"Kerjaanmu setiap hari hanyalah keluar! Keluyuran saja, perbaiki nilaimu! Ibu malu saat—"

"Memang sejak kapan Ibu peduli padaku?"

Entah sudah berapa kali jarinya tertusuk jarum.

Entah berapa kali juga tangannya teriris pisau.

Ada keinginan yang tak bisa dikatakan. Atau mungkin enggan dikatakan. Merasa gengi dengan diri yang dibawah ekspektasi.

Kelihatannya sederhana. Kedengarannya sederhana.

Dia hanya ingin memasak, untuk Takashi. Dan belajar menjahit, juga untuk Takashi.

Dia tersenyum kaku di depan cermin. Entah sudah berapa lama dia berdiri seraya mencoba untuk mengulas senyum.

Tapi hasilnya sia-sia.

"Senyumanku sangat buruk."

Matanya terpejam, dan wajahnya berubah muram.

"Padahal, dia bilang ingin melihat senyumanku."

Bento di tangannya digenggam erat. Bibirnya dikulum gugup.

Apakah Takashi mau mencoba masakannya?

Ah, ini gawat ... Bagaimana jika makanan ini tidak sesuai seleranya?

"Apa kau yang namanya (Full Name)?"

Alih-alih kekasihnya datang, yang muncul adalah laki-laki lain bersurai pirang sebahu, dan laki-laki jangkung dengan tato naga.

Gadis itu menoleh dengan tatapan tajamnya.

"Siapa?"

Sudah jelas bukan mereka siapa?

"Kamu pacarnya Mitsuya?" tanya Ryuguji Ken. Laki-laki dengan tato naga di pelipis kirinya.

"Hm."

"Lalu, apa yang kau lakukan di sini?" kali ini laki-laki bersurai pirang sebahu yang bertanya.

Gadis itu menoleh malas.

"Menunggunya."

"(Surname) tidak tahu?"

"Apa?"























"Mitsuya sudah tidak ada."





















"Hanma bajingan itu pelakunya."






















"Mitsuya bukan orang yang lemah. Berhenti bicara omong kosong."



























"Hanma licik."

"Mitsuya memang unggul awalnya. Tapi dia ditusuk dengan pisau lipat."

"Kami terlambat datang."

























"(Surname)-san, dingin."






























"Kau terlihat pucat. Apa kau baik-baik saja?"





















"Aku baik-baik saja."




































Apakah maksudmu aku tidak dapat melihat senyumannya lagi?

•••

Mengapa kau tidak kunjung sadar, bahwa pelitamu telah padam?

Mengapa kau tidak kunjung sadar, bahwa mataharimu telah terbenam?

Bersyukurlah kau bertemu dengan Sano Manjiro.

Orang yang telah membangunkanmu dari imajinasi berkepanjangan.

•••

Matahari sudah terbenam. Dan sang pemimpi telah terbangun dari tidurnya.

Apakah kau sebegitu tak relanya?

Memeluk angin, berbicara pada entah siapa. Wahai kamu yang tengah dilanda rasa sakit, bisakah kau ingat kalimat sang matahari saat ia masih bersinar terang?

Aku ingin melihat senyummu.

Jangan membuatnya merasa sedih. Berikan dia seulas senyum terbaikmu. Dan juga, kamu harus tahu.

Walau matahari telah terbenam, esoknya akan kembali bersinar terang. Bisakah kamu menjadi matahari untuk esok hari?

Sebab yang kamu miliki, sudah pergi.

Dan tak akan kembali.

Jadi, ikhlaskan dia, ya?

•••
























































•••

9 Juli 2021
©Lemo_Ra

-end

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro