‧˚ ୭ halaman terakhir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat orang-orang berpakaian putih menggiringnya menuju sebuah ruangan, tatapan gadis itu menyendu kala mata menatap sang kakak.

Kouyou menatap datar sejenak, sebelum akhirnya mengulas senyum tipis.

"(Name)."

"Nee-san, dimana Keisuke?"

Senyum itu masih berhasil ditahan meski tangannya gemetar.

"Sedang dalam perjalanan. Tenang saja."

Kali ini, tanpa terduga, seorang Kouyou yang membenci cinta, menggenggam tangan adiknya. Ia mengulas senyum dengan mata yang menyipit kala rasa takut terlihat jelas di dalam mata cerinya.

"Aku tahu kamu kuat."

Gadis itu memejamkan mata dan tersenyum. Hatinya menghangat, dan dirinya membayangkan dimana Keisuke akan memeluk dan tersenyum lebar di malam tahun baru.

"Aku pasti bisa."

•••

Ketika mata kosong itu menatap Kazutora, sosok berambut panjang dengan rambut terikat mendekat. Tersenyum lebar kala perhatian berpusat padanya, pisau di tangan kanan ia angkat.

Kata-kata ia ucapkan, mengundang raungan rasa takut, kemudian tangannya bergerak ke atas. Setelahnya, teriakkan terdengar.

"Baji-san!"

Kepala ditaruh di atas paha Chifuyu. Air yang menetes jatuh, menyentuh pipi bernoda darah. Bibir mengukir senyum saat mata mulai terasa berat.

"Para pendiri Touman adalah hartaku. Aku ingin memperbaikinya sendiri ... tapi aku tidak bisa. Aku mati oleh diriku sendiri."

Chifuyu menggigit bibir bawahnya kala kesadaran Keisuke mulai menghilang. Kelopak mata memberat saat suara terdengar serak.

"Chifuyu, boleh aku minta tolong?"

Laki-laki dengan rambut pirang mengangguk dengan cepat. Berharap Keisuke tetap terjaga kesadarannya. Memintanya bertahan, memintanya sadar untuk sebentar.

"Apapun, Baji-san. Apapun!"

Tangan yang terkulai lemah ingin diangkatnya. Tapi nihil, tenaganya benar-benar habis tak bersisa. Hanya seringaian khas yang tercipta. Kemudian bibirnya mulai berbicara.

"Tolong jaga (Name)."

Mata Chifuyu yang terpejam kini terbuka lebar. Ia tidak ingin mendengar ini.

Bukankah kamu sendiri yang harus menjaganya?

"Apa maksud—"

"Katakan maaf padanya karena aku tidak bisa menepati janjiku."

Bersamaan dengan kelopak mata yang memberat, kesadaran dalam angan berbicara.

"Maaf. Ketakutanku terwujud."

Kamu mengingkari janjimu, Keisuke.

•••

Kouyou membanting barang yang ada di dalam kamarnya. Ia menjerit kencang. Rambut dijambak dengan wajah frustasi.

"AAA! SIALAN, SIALAN, SIALAN!!"

Kepala tangan tercipta kala tungkai kaki melemah. Dirinya ambruk, dan kepalanya bertumpu pada meja.

Setetes air mengalir, membuka jalan bagi aliran sungai.

"Tidak ada yang bisa menyembuhkannya."

Bibir itu digigit, membuat lidahnya mengecap rasa amis.

"Kali ini, aku benar-benar sendirian."

"Maaf aku tidak bisa menjadi kakak yang baik."

Matanya dipejam dengan rapat. Guratan pada kening tercipta, dan tangisannya semakin keras. Terdengar begitu pilu, hingga alam ikut menyendu. Semilir angin mendatanginya, dengan halus mengelus pipi seolah memberinya kekuatan tuk bertahan.

"Harusnya aku menyayanginya ... harusnya aku lebih sering mengunjunginya. Aku akan lakukan itu semua."

"Aku akan lakukan semua yang kamu minta. Akan aku belikan semua yang kau inginkan. Akan kuberikan semua yang kau dambakan."

"Jadi, (Name). Kembali pada Nee-san, ya?"

•••

Empat orang menatap makam keluarga Baji. Manjiro berjongkok, sementara Ken berdiri di sebelahnya. Chifuyu menggigit bibir seraya berlutut, dan Takemichi mengepalkan tangan.

Ah, langit sore ini tampak sedikit gelap.

"Baji-san ... " mendadak, kalimat yang Keisuke ucapkan terlintas dibenaknya. Takemichi mengangkat kepala. "Dimana Ozaki-san?"

Manjiro terdiam. Wajahnya terhalang, sementara bahunya tetap tegak.

"Baji-san menitipkannya padaku," gumam Chifuyu. Dirinya mengepalkan tangan, berupaya tuk menahan tetesan air matanya. Mengumpulkan tekad, berusaha menahan jeritan.

Takemichi menatap cemas ke arah Ken yang menunduk dalam.

"Draken-kun?! Mengapa Ozaki-san tidak datang?!"

Ia bertanya dengan nada tinggi layaknya orang frustasi. Wajahnya kacau saat menatap Ryuguji Ken.

Manjiro tersenyum tipis lalu mendudukkan diri. Dia menatap langit, dimana ilusi membuatnya ingin lari dari kenyataan. Fatamorgana yang membuatnya ingin menghancurkan diri sendiri, menyalahkan sebab tak berhasil menyelamatkan Baji.

Tuhan, tolong putar kembali waktu. Manjiro masih ingin mendengar tawa temannya.

"Bagaimana caraku menjaganya, Takemicchi?"

Chifuyu bergumam. Dirinya mengangkat kepala, menatap Takemichi dalam keadaan berlinang air mata.

Laki-laki yang menyandang status sebagai ketua Touman tersenyum tipis kala langit mulai berganti warna. Pandangannya kosong menerawang.

"Mereka sudah bersama, Takemicchi. Bagaimana caranya kita menjaga (Name)?"

Kekehan kecil lolos dari bibir Manjiro. Ken tersenyum seraya memejamkan nata.

"Baji yang akan menjaganya sendiri."

Tidak ada yang abadi, tidak ada yang kekal. Semua akan kembali pada sang penguasa.

Namun, mereka dari balik layar merasa marah. Emosi tatkala membaca guratan pena. Merasa tidak adil membaca kisah pasangan yang dipermainkan oleh takdir.

Baji Keisuke gagal menemani (Name) pada saat terakhirnya.

Dan (Name), gagal menepati janjinya.

•••



























Jangan pergi, Keisuke. Aku masih ingin mendengar tawamu.






















Aku tidak ingin pergi. Aku masih ingin melihat senyummu.
















Aku rindu pelukanmu.


































maret 2005


°
































°


°

































°















Mereka ada, hanya tidak terlihat.

Mereka ada, menerangi jalan yang gelap.

Layaknya sapaan bintang kejora kala senja.

•••















Mereka adalah venusnya seseorang.

Venus kita.

Kamu, dan aku.

Apa kamu setuju?






















"(Name), mau beli peyoung yakisoba?"


























•••

11 Juli 2021
©Lemo_Ra

-end

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro