No. 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Zack Morgino]
===========

Cih! Lo ganteng sih itu mutlak. Tapi kesalahan lo bikin gue pengen muntah.

-Anastasya-

.
.
.

Zack Morigino, seorang pria blesteran Indo-Thailand. Dia berstatus sebagai pacarku selama lima tahun dua belas hari dan tiga jam. Damn! Namun status itu segera kutalak saat tak sengaja aku memergokinya tengah bercumbu dengan seorang pria di lahan parkir sebuah hotel. Bagaimana bisa?! Adalah padan tanya yang terus berputar-putar di otakku sekarang. Zack yang sepantasnya disandingkan dengan model ala Vogue itu, harus kuakhiri dengan alasan paling tak bisa kuterima--- mantan gantengku seorang homo.

Arrgghh! Gue pengen mati tua rasanya. Kembali aku merutuki diri. "What the hell! He kissed him. But he never did that such thing to me. How come?! He totally drives me crazy! My Lord!" Aku mengacak rambut frustasi. Duduk di sebelah mobil Yaris putih, sembari memeluk lutut.

Bodoh banget dah lu, Sya!, aku mengibas-ngibaskan tangan saat setan di sisi kiriku tertawa bahagia meratapi nasib ini.

Sekali lagi aku berteriak kesal. Perasaanku sangat, sangat, dan bahkan sangat berkecamuk. Namun sesaat aku terdiam.  Malaikat sisi kananku ikut berbisik lembut, Sya! Balas dendam gih! Ancam dia dengan rekaman video lo tadi. Lalu kutuk dia ke jalan yang benar, sayang.

Aha!

Kenapa tak terpikirkan olehku. Aku melengkungkan senyum terlicik seorang Anastasya. Berpikir betapa jeniusnya malaikat yang selama ini numpang lengket di bahu kananku. Tak tunggu lama, aku merogoh tas dan mengeluarkan telepon genggam dari dalam sana. Kuketik deretan kalimat manis teruntuk Zack, mengajak pria itu untuk bertemu di belakang hotel. Dan saat dia tiba, maka giliranku untuk merapalkan kutukan tersebut khusus buatnya.

.
.
.

Huft! Kutukan tinggalah kutukan!

Justru mulutku yang dibuat bungkam oleh pengakuannya. Kulihat dia masih merapalkan kata cinta dan sayang itu hanya untuk Dicky. Ya, dia pria yang kupikir telah berhasil merebut posisiku di hati Zack.

Aku kalah. Telak.

"Sialan lo, Zack! Berengsek! Lo bajingan!", umpatku tak perduli lagi dengan raut sesalnya. Aku memuntahkan semua amarah selama hampir sejam penuh kepada Zack, mantan pacarku. Shit! Aku bahkan tak sudi mengakuinya lagi. Bagaimana bisa dengan tak tahu dirinya pria itu mengatakan statusnya dan kupikir terlalu gila untuk diakui, tentu saja olehnya sendiri.

"Tenang, baby. Kita bisa bicarakan hal ini pelan-pelan."

"Baby! Baby! 'Pala lu!" Dengusku tak terima.

"Calm down, Sya! Please!"

"Tenang lo bilang? Setelah puas lo cerita tentang hubungan kalian berdua. Lo masih bisa bilang 'tenang' ke gue?"

"Tapi, Sya. Percuma juga kita pertahankan hubungan ini. Tolong, ngertiin gue." Pinta Zack dengan wajah memelas. Namun, jangan lupakan jika manusia di hadapanku ini punya kasta rupawan yang selalu berhasil meruntuhkan semua egoku selama bersamanya. Zack menatapku dengan pandangan teduh. Sedikit tersenyum dan ia siap melempar tubuh wangi Dunhill Blue-nya ke arahku.

Tubuhku mematung. Namun bisik-bisik di sisi kiriku kembali hadir bersuara, Eh! Sadar lo! Jangan aneh-aneh deh. Lo lagi dalam mode kalap. Macam kepelet aja lo sama parfumnya.

Aku menggelengkan kepala. Seperti tak ada habisnya kini giliran sisi kananku pula yang coba merayu, Ckck! Tasya duh Tasya! Balas peluk gih! Rejeki anak sholeh jangan didustakan, cinta.

Baiklah, cukup! Selepas ini, aku wajib menyambangi seorang psikolog. Situasiku tak lebih hanya seperti lawakan buat dua malaikat yang numpang senderan di kedua bahuku selama dua puluh delapan tahun keberadaanku tercipta di dunia ini.

"Kita baikan ya, Sya. Gue masih sayang lo." Zack masih dengan wajah tampannya, malah makin mendekat.

"Lupa?! Lima tahun, Zack. Kita sudah jalani hubungan ini selama lima tahun. Dan apa lo masih berniat bungkam jika tadi gue nggak nemu fakta kalau lo itu---", Cukup! Lidahku bahkan terlalu keluh jika harus menyebut kata nista tersebut.

Yang bisa kulakukan hanya memandangnya dengan perasaan kecewa, marah, dan juga sakit. Berpikir bahwa waktu terlalu sombong mempermainkan tiap detik yang ia putar di hidupku bersama sesosok pria yang sangat kucintai.

"Gue sayang lo, Sya. Tapi gue juga sayang Dicki. Maaf gue nggak berani jujur karena gue nggak mau lo sakit hati."

"Berengsek lo! Bagaimanapun lo tetap nyakiti gue. Gue bodoh sudah nyia-nyiakan waktu lima tahun berharga gue cuma buat orang seperti lo!"

"Tapi Dicky--- he's too special for me. Someone I trust a lot. Someone who treats me like a real man I like to be."

Mendengar akuannya, membuat desir darahku makin menggila. Aku menatap nyalang pandangan itu. Dan sial! Mata sendunya begitu redup saat nama Dicky terlontar di bibir tipis seorang Zack Morgino. Dan yang tak bisa kuterima adalah, cara dia membandingkan si tolol Dicky denganku---sebagai orang yang pernah menaruh sejuta harap padanya.

"Maksud lo, gue nggak memperlakukan lo layaknya lo itu manusia? Oh, hell! Jadi selama ini lo anggap apa cinta gue? Sampah?! Notice this! Lo itu yang sampah, Zack! Dengar nggak lo? Elo, juga kekasih lo si Dicky sialan itu layaknya sampah yang bisanya cuma ngotori lingkungan! See! Bagaimana masyarakat melihat sepasang kekasih yang tak lazim seperti kalian! Lo dan kelainan lo itu, sampah!" Habislah semua kata-kata kasarku berhambur di terpa udara malam.

Dan kulihat, Zack memberang. "TASYA! How dare you! Jangan pernah lo ngatai Dicky seperti itu!"

"Is it not clear for you, Zack Morgino? Sampah artinya, lo dan Dicky itu sudah sepantasnya dibuang."

"Well, bagi masyarakat, ya. Tapi bagi gue, lo yang sampah. Dicky's so a precious guy anyway. Dan lo, sama sekali nggak ada harganya buat gue!"

Kemana kata-katanya barusan yang merasa tak enak untuk menyakitiku?

"Lo dan Dicky menjijikkan, Zack! Bagaimana bisa gue nggak nyadar kalau lo itu gay. Lo ngak normal! Sial gue bisa kenal lo. Lo masih mau main rahasiaan ke gue, Zack? Oke! Gue bakal bongkar keabnormalan lo ke orang-orang. Just see soon!"

Justru sekarang, aku melihat sisi lain dari Zack. Sisi yang tak pernah dia tampakkan selama kami saling bersama. Tak tunggu lama, Zack menarik kerah baju yang kukenakan. Aku bahkan dengan ringannya ia hempas ke tanah. Tak sampai di situ, pria itu justru ikut membungkuk, mengukungku dengan dua tangan yang bekerja masing-masing. Satu tangan membekap mulut dan yang lainnya coba membuka kancing kemejaku dengan paksa. "Gue normal, anyway. I'll prove it to you, beb."

Aku meronta! Menangis tanpa bisa bersuara. Tuhan, aku menyesali semuanya! Apa seperti ini takdir yang kau rancang untukku? Dimana semua rencana indah itu? Dimana pemilik tulang rusukku yang kau janjikan itu? Kenapa aku harus berakhir dengannya? My Lord! Just help me, please!

BHUUKKK!

Akhirnya dua tangan bajingan itu menjauh tak berdaya. Dia terpental jauh ke sisi kiri. Aku melirik ke arah sebelah, dan sesosok pria tinggi tengah menatapku dengan tatapan miris. Dia, pria tersebut, berdiri tegap di antara aku dan Zack.

Dia? Si permen kapas!

"Apa-apaan lo! Jangan ikut campur urusan kami!", Zack mencoba bangun seraya memegang bibirnya yang ternyata telah berlumur penuh darah hasil karya si pria jangkung.

Pria itu tersenyum mencemooh, sambil melipat kedua tangannya di depan dada, "Sayangnya kalian salah memilih waktu. Jangan bercinta sebelum dia sah jadi milikmu di hadapan Tuhan."

"Ceramah di mesjid sana, lo! SHIT!"

"Syid?--- Oh! By the way, nama saya bukan Rasyid."

"Fuck!"

"Nama kamu, Fak?"

"Sinting lo! Gue bakal balas bogem mentah lo ini suatu saat."

"Terserah! Yang penting bukan sekarang. Saya perlu antar pulang dulu wanita menyedihkan ini."

"Lo---"

"Sorry. Tapi sepertinya kamu nggak punya hak lagi buat dekati dia. Atau saya akan kirim video ini ke yang berwajib. Tolong camkan itu, mas Fak-ir." Pria itu mengantongi handphone yang ia pegang ke dalam kantong celananya.

Dengan sigap ia melepas jaket, membungkuk, dan menyelimuti jaket tersebut menutup depan tubuhku yang sekarang terlihat begitu menyedihkan. Pria itu tak tersenyum sama sekali. Dan saat tangannya terulur untuk membantuku berdiri, suara berat itu menyebut satu nama. Nama yang akan selalu diingat sebagai pemilik tulang rusuk untukku dari-Nya.

"Saya Azka. Jangan takut. Saya antar kamu pulang."


🌹🌹🌹

-Tbc-
Cu at 14:03












Hoi! Hoi!
Diriku balik lagiiiiii. Bagi semua pere-pere yang lagi nyari bacaan bertema kehidupan dewasa muda, yuk merapat.

Masih disini bareng nona Hani dan tentu mainnya masih setia dengan tema cinte-cinte'an. Cuma diriku nambah tag buat young adult. Ya, bisa liat sendirikan? Narasi berbalut sarkasme dan umpatan muncul silih berganti. Jadi bagi dedek-dedek yang seragamnya masih dicuciin sama emaknya, bijak lu yaa maknai cerita ini. Jangan ditiru, cukup ambil buat bekal lu menghadapi dunia nyata pas gede nanti.

Ok! Ok tenang. Ini cerita nggak berat-berat amat kok. Nggak bakal bikin dirimu mikir bolak-balik sampai buka KBBI 😁

So, enjoy your reading.

Oh by the way, janji updet saya di pertengahan April toh?! Jadi, sekarang hanya bagian prolog aja yang diriku pub. Selebihnya, will be soon.

Trims.

.
.
.

Salam,
-Dari nona Hani,

🐝

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro