SoniSakuGol 10 : Empat Titik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[ Iksan POV ]

Setelah perkenalan-- Jaek membawa sebuah peta 4x4 dan disana tertera nama-nama tempat yang ada di dalam Fraksi Kerajaan Keln. "Kerajaan ini memiliki empat kota utama," Jaek menitik(melubangi kecil) empat nama kota. "Unk, Groe, Namil dan Hamman. Bila yang dikatakan kalian benar maka keempat bayangan itu pasti menuju ke empat tempat ini.."

Tangan kuletakkan ke bawah dagu, berpikir.

"Ini akan merepotkan.."

"Tuan Iksan benar. Akan membuang waktu jika harus satu persatu.."

"Bagaimana kalau kita berpisah dan membagi kelompok saja?" aku dan Nancy melirik Sakuragi.

"Kita akan pergi ke empat tempat sekaligus.?" tanya Jaek.

"....."

"Kalimat mereka susah dimengerti.." batinku sweatdrop.

"A-aku mengerti. Kita akan membagi siapa yang akan pergi ke empat titik masing-masing.."

Aku dan Sonia saling tatap, aku tidak mengerti saat dia mengangguk.

"Aku akan ke Unk.!" seru Sonia.

"Aku Hamman.." sambung Sakuragi.

Hee. Sejak kapan ini jadi kontes memilih? Beruntung Nancy adalah orang yang peka.

"Kalau begitu kami menuju ke dua tempat tersisa.."

Oke, mungkin tidak. Nancy, kau memilih yang mana??

"Haah.." aku mendesah dan mulai berjalan ke arah pintu, karena merasa tidak akan selesai(?) masalah ini. Aku memutuskan, "Tuan, anda mau pergi kemana?" tanya Sonia.

"Namil!"

.T.H.U.N.D.E.R.

Kuperiksa tali kekang yang terikat pada kuda jantan ini, Ram pernah bilang 'kuda terbaik adalah kuda yang sehat'. Suara derap langkah kaki kuda terdengar di kandang seberangku, kulirik disana ada Jaek yang bersama dengan Nancy, mereka satu kelompok menuju Groe. Mereka berdua terlihat menikmati percakapan mereka.

"Tuan.." Sonia datang setelahnya, ia mengekspresikan kekhawatiran. "Ada apa dengan wajah masam itu!?" sahutku tanpa niat melihat Sonia, ia diam dalam waktu cukup lama.

"Kalau tuan mau, aku bis--"

"--Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kau mengenalku lebih dari yang lainnya, kau tahu seperti apa aku 'ini'. Bisakah kau tidak menganggapku sebagai anak kecil... Sonia? "

"......"

Sonia diam tanpa bicara lagi sampai kami semua memutuskan untuk pergi ke empat titik masing-masing.

Aku tahu betul perkataanku terhadap Sonia tadi agak dingin, tapi jika aku tidak mengatakannya Sonia akan terus bicara dan mungkin saja dia akan ikut bersamaku.

Aku terpaksa. Aku tidak tahu cara apa yang dapat menggantikan kalimat tadi? Cara lembut?

Orangtuaku tidak pernah mengajariku hal semacam itu.

Tak. Tretak!

Kuda jantan hitam ini aku pacu menuju arah timur, Kota Sawah Namila

"Aku memiliki mulut tajam ya.?"

Aku 'melesat' keluar dari menara pusat, jalan raya dari tanah dikepung banyak rerumputan hijau, seperti padang rumput. Dari kejauhan dapat terlihat pohon setinggi awan, cukup tinggi untuk mencapainya. Jaek bilang itu adalah kantor.

Kantor macam apa itu?!

"?" pandanganku menemukan asap hitam dari balik gunung padang rumput.

"Hitam. Aku merasakan firasat buruk. Padahal baru 10 menit mereka kabur.."

Kuda hitamku telah memasuki wilayah desa. Dan benar banyak api membakar perumahan, para warga berteriak minta tolong, aku tidak ada niat membantu mereka karena penjaga kota yang memiliki tugas itu. Jadi aku memutuskan untuk terus maju.

Slash!

"......."

Kuda yang kutunggangi terayun ke arah depan, sontak saja membuat kami terjatuh.

Aku merasakan ada sesuatu yang basah. Air?

Tidak. Ini?!

"Darah.." warna merah membasahi tangan dan pakaianku. Kuda hitam yang aku tunggangi, kedua kakinya dipotong.

"Hahaha. Lucu sekali ekspresimu, bocah!" tawa suara seseorang. Seorang ninja berpakaian ungu, ada dua pedang dibelakang punggungnya berganggang putih hadir 5 meter didekatku. Mood-ku tiba-tiba berubah dratis, ninja ini tipe orang yang aku benci.

"Orangtua mana yang memperbolehkan anaknya menunggangi seekor kuda di usia semuda itu, haha.." ejeknya. Dia adalah orang yang asal bicara tanpa berpikir lebih dulu.

"Ada apa, anak kecil? Kau mau menangis dan memanggil ibumu, hahah.!"

"Banyak bicara!"

Aku tiba-tiba berpindah dibelakang ninja itu, tidak ada respon darinya, kurasa dia akan mati konyol.

Blue Thunder : Blue Strike

Bzz!

Tangan kananku yang diselimuti petir biru menusuk tepat ditengah-tengah punggung ninja ini.

"A-apa? Bagaimana--?"

"?!" awalnya dia terlihat terkejut karena aku tiba-tiba menyerangnya dari belakang, tetapi selanjutnya adalah giliranku yang terkejut. Dia seketika menjadi asap dan lenyap dihadapanku.

"Dimana dia??"

Suatu kilatan cahaya nampak di depanku, refleks aku menghindar dan benda mengkilat itu ternyata sebuah shuriken kecil. Disaat yang sama aku merasakan suatu kehadiran tepat dibelakangku, ninja berpakaian ungu tadi itu tiba-tiba sudah ada di sana. Dia mengeluarkan kedua pedangnya dan menebas X.

Trang.!

Sesuatu berwarna putih seperti tulang tiba-tiba mencuat keluar dari bawah tanah dan menangkis tebasan X sang ninja.

"Terimakasih, ibu.."

Aku bergerak dengan cepat memutar badan ke kiri, menyusup ke depan dada musuhku.

"Kali ini kau kena!" kukerahkan tangan menusuk cepat jantungnya.

"....."

Hss..

Aku kembali dikagetkan dengan tubuhnya yang lenyap menjadi asap lagi

"Jurus apa yang sebenarnya yang ia gunakan?!"

Baru memikirkan itu, sebuah pedang menebas kumpulan asap, beruntung aku sempat menghindar dan bagian tajamnya cuma menggores pipiku. Aku ledakkan petir dikaki kiri dan melancarkan tendangan lurus vertikal ke atas, namun dia dapat menghindarinya. Sial!

Ninja berpakaian ungu sekejap ada dan sekejap tidak ada, dia seperti ingin mempermainkanku. Serta kini berdiri tegak, menantang di depanku.

"Mengejutkan sekali kau dapat memojokkanku sebanyak dua kali. Namun kau tidak akan bisa mengalahkanku!" ia membuka jubahnya dan memperlihatkan banyak shuriken yang diikat benang besi.

Tik.?

Ninja itu memustuskan benang besi... Dan menusuk dirinya sendiri?

Dia menyeringai sebelum menjadi kumpulan asap. Tidak berselang lama seutas tangan mengambil bagian ujung benang, mengayunkannya membuat semua shuriken yang terikat diawalnya kini beterbangan. Aku membuat sambaran petir untuk menangkis semuanya, dia terlihat menggerakkan benang dengan cepat beberapa shuriken berubah arah mengepungku dari tiga arah berbeda. Dua sambaran kecil tercipta di kanan dan kiriku menetralkan shuriken.

"......"

.T.H.U.N.D.E.R.

[ Author POV ]

Ninja berpakaian serba ungu menyusup ke belakang Iksan. Ia menebas horizontal mengarah ke leher, tebasan itu hanya melewati bayangan Iksan yang menunduk, jeritan petir mengalir dari lengannya, menembus badan lawan Iksan. "!" mata Iksan terkejut melihat lawannya menusuk dirinya sendiri dengan pedang dan kembali.

Mata pedang bersinar tepat di atas Iksan, tusukannya melukai pundak kanan Iksan. Ninja itu segera memotong kepala tapi Iksan langsung berguling ke belakang lewat selangkangan lawannya untuk dapat lolos. Dengan tergesa-gesa Iksan melompat mundur menghindari serangan lanjutan.

"Hah, hah.." keringat mulai jatuh dari pelipis Iksan, ninja tadi menyeringai melihat kondisinya.

"Sudah kubilang kau tidak dapat mengalahkanku.." sombongnya, Iksan berdecak diam.

"Ayo, cari celah untuk mengalahkan ninja tanpa masker ini. Dia menggunakan jurus yang tidak aku tahu, senjatanya cuma dua pedang itu..dan shuriken."

"........"

Iksan memperhatikan kedua tangan yang memegangi senjata.

"Tunggu dulu? Jika tidak salah tadi ia menekan sesuatu.." batin Iksan.memperhatikan tangan kanan. "Aku baru sadar dia membawa tas besi," Iksan memperhatikan lebih jelas, ada kabel kecil yang terhubung pada tas.

"?!"

"Padahal ini lumayan menyenangkan tapi aku ada misi disini.." ucapnya bersiap, dan menekan sesuatu dari balik telapaknya.

"!"

"Pertarungan kita berhenti sampai disini, bocah! " ia melempar satu shuriken lalu berlari ke tempat Iksan setelah menghindari shuriken.

Tap. Tap!

Iksan menahan dengan tangan kosong dua pedang yang mengincar kepala itu,  dalam sekejap Iksan menghantamkan mukanya ke dahi sang ninja, lawannya meringis seraya terdorong.

Cruak.!

Hantaman kasar menembus badan ninja itu. Iksan menusukkan tangan kiri ke badan sang ninja tangan kanan memegangi lengan kiri lawannya.

"H-haha..apa k-kau tidak belajar, bocah.? Kau tidak akan bisa mengalahkanku.." kata ninja itu meremehkan. Tapi Iksan hanya diam menatap datar.

Ninja itu perlahan menjadi asap, senyuman kecil terukir di bibir Iksan.

Jrak!!



"........"

"?"

Darah menetes di dekat kaki Iksan, tangan yang memegangi pedang itu berbalik dan menancap di hati si ninja.

"D-darah?"

"Skat mat, paman.." bisik Iksan tersenyum. Darah merah keluar deras dari badan lawan Iksan.

"B-bagaimana k-kau--?"

"--telapak tanganmu!"

"T-telapak..ku??"

"Kau menggunakan sesuatu dari balik telapak. Sebuah tombol yang terhubung langsung dengan tas besi kotak di punggung.." Iksan menunjuk tas kotak dengan garis lurus. "Alat aneh yang kalian sebut senjata. Kemungkinan di dalam sana ada tertanam sihir ruang dan waktu,"

"K-kau.."

Iksan melepas tangan lawannya dan membiarkan ninja itu jatuh.

"Sensei.."

Bruk!

"Aku beruntung memiliki teman yang paham tentang ruang dan waktu.."

Iksan lalu berbalik dan menatap desa serta kota yang terbakar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro