SoniSakuGol 18 : Saikyo Sasuke Terakhir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[ Author POV ]

Nancy mengenakan bodysuit hitam ketatnya setelah selesai mandi, begitu juga Sakuragi yang masih dalam pakaian sekolah beremblem kan Astrea.

"Sakura, apa tidak apa pergi tanpa tuan Iksan dan Sonia?" tanya Nancy nampak tak yakin.

"Ini salah mereka sendiri karena tidak ada. Bukankah kita sudah memeriksa seluruh kota.."

Mereka benar-benar memeriksanya kecuali bagian dimana Iksan dikelilingi perempuan malam.

Nancy menyelipkan sepucuk surat di balik bantal kemudian pergi keluar kamar penginapan. Dan disaat bersamaan Iksan serta Sonia masuk lewat jendela.

Berfokus ke duo sahabat ninja. Mereka berlari sangat cepat menghadapi dinginnya angin malam menuju ke Hutan Basrih.

"Kau merasakan hal yang beda, Nancy?" tunjuknya ke arah hutan. "Biarku periksa!"

Nancy mempercepat larinya dan melompat ke satu dahan pohon. Nancy mengganti peluru pada pistolnya ke pistol kamera, itu ditembakkan di satu dahan pohon yang sangat tinggi. Nancy kemudian membuka layar pada jam yang menempel di pergelangan kirinya, pada layar menunjukkan kondisi malam hari di hutan.

"Bagaimana?" Sakura mendarat di dahan yang sama dengan Nancy, ikutan melihat ke layar.

"Ada empat ninja. Mereka sulit dilihat karena berpakaian serba hitam dan sedikit hijau.."

"Kita tidak diuntungkan.." bisik Sakuragi. "Tapi percuma saja kita sudah tahu lokasi mereka,"

"Hmm.."

Sakuragi mengaktifkan kekuatan, menyebarkan bunga-bunga sakura ke empat tempat berbeda. Saat keempat ninja itu terlambat menyadarinya bunga sakura meledak dan membuat mereka pingsan.

Crass...

"Kamera kita dihancurkan--" Nancy ingin memberitahu Sakuragi tapi hadir satu ninja berpakaian serba hitam ditengah mereka.

"Mereka cepat menyadari kita??!"

Sakuragi refleks melompat dari dahan itu, sedangkan Nancy menghadapi. Ia menarik benangnya melilit tangan yang ingin membuatnya pingsan itu, Nancy memutar badannya dan melempar si ninja hingga membentur pohon. Tidak berselang lama beberapa kunai serta shuriken mengepung Nancy.

"Sial.!"

Berpindah ke Sakuragi yang turun ke tanah... Diikuti dua ninja hitam. Mereka mendesak Sakuragi menggunakan senjata yang sama.

"Mereka terlatih. Apa mereka anggota elit Slayer? Tapi teknik taijutsu ini?!"

Sakuragi melawan balik dan memanfaatkan ilusi bunga sakura, lalu menjatuhkan kedua lawannya dengan cepat.

"Hah, ah. Mereka kuat.."

"Kyaaaa?!"

"Nancy?!"

Sakuragi melompat ke udara dan menangkap Nancy yang terjatuh dari atas sana.

"Ugh..!" ringis Nancy merasakan sakit disekujur badan.

Srek...... Tap! Tap!

"Kita terkepung.."

"P-pergi. Aku..hanya..menjadi bebanmu saja... Sakura."

"Diamlah. Kau mau jadi baik setelah sekarang?"

"Kau menjengkelkan.."

"........"

"".........""




























"Jangan bunuh mereka!"

Suara perintah dari seseorang seketika membuat semua ninja berpakaian hitam disana jadi berhenti dan berdiri tegak.

"Mereka berhenti.?"

"Mengejutkan melihat kalian ada disini.." kata suara itu mendekat.

Sakuragi menjatuhkan banyak keringat dan Nancy membulatkan kedua matanya tak percaya.

"P-pakaian itu?!?"

.T.H.U.N.D.E.R.

Pagi harinya.

"Selamat pagi, tuan~~" peluk Sonia.

"Sonia, aku tidak bisa bernafas.!" seru Iksan mencoba lepas.

Setelah selesai, mereka berpakaian.

"Apa itu, tuan?" tanyanya penasaran melihat Iksan memegangi sepucuk surat.

"Aku menemukannya dibawah lantai(terjatuh), dari... Nancy?" Iksan membuka surat.

Untuk Tuan Iksan,

Maaf kami pergi duluan ke Hutan Basrih tanpa kalian. Susul kami secepat kalian bisa!

Dari Nancy Gold.

"Mereka pergi ke Hutan Basrih?!"

"Benarkah itu?"

"Beraninya mereka meninggalkanku ke tempat yang menyenangka-- berbahaya!"

"........ "

"Sonia, cepatlah. Kita akan pergi sekarang juga.."

"Bolehkah aku ikut?"

"!!? Kau bukannya..."

"Nyonya Himeona?!" pekik Sonia terkaget.

"Gurunya Sakuragi.."

"Kau tahu soal surat ini?" lanjut Iksan bertanya.

"Ya, tentu. Mereka pergi malam kemarin.."

"Ugh. Seenaknya.." sebal Iksan.

"Aku tidak mau menyalahkan Nancy dan muridku.." jedanya tersenyum jahil dibalik masker. "Mungkin mereka tidak mau menganggu momen malam pertama kalian,"

""?!"" Iksan dan Sonia sontak saja wajah mereka memerah.

"A-apa m-maksudmu? A-a-aku tidak tahu.."

"Lucu.."

"Ugh!"

"N-nyonya Himeona, kenapa anda mau ikut? Bukankah semalam--?"

"--Aku berubah pikiran. Jadi, kapan kita menyusul mereka?"

Ketiganya mengakhiri percakapan yang tidak perlu, dan langsung menuju ke Hutan Basrih.

Ditengah perjalanan Iksan bertanya alasan Himeona merubah pikirannya, dan jawaban yang di dapat adalah 'karena khawatir'.

"Kau mengelak dengan bagus.." puji Iksan memasang tampang kesal.

"Terimakasih, bocah petir.."

Kenapa Himeona tahu kekuatan Iksan? Itu karena tepat di depan hutan mereka diserang beberapa ninja berpakaian serba hitam. Dan tebak? Ya, Iksan langsung mengalahkan mereka.

"Apa-apaan para ninja tadi? Mereka sempat menghindari seranganku.." gerutu Iksan.

"Tapi bukankah tuan mengalahkan mereka diwaktu itu juga?" heran Sonia. "Kau benar tapi itu merepotkan. Aku mesti bergerak ulang untuk dapat mengalahkan mereka,"

"Yang tidak beres disini itu adalah bocah ini. Bagaimana ia dapat mengalahkan mereka semua dalam sekali serang.? Apa yang Sakuragi katakan benar. Bocah ini tidak biasa.!"

Himeona mengingat kembali saat kumpulan ninja berdiri di depan hutan, Iksan menyerang mereka langsung dengan 'Sentakan Petir' namun serangan jangka yang sudah diperluas itu dapat dihindari mereka semua sampai-sampai Iksan berhenti dibelakang mereka. Namun Iksan dengan cepat mendatangkan serangan lanjutan dimana sambaran petir dari 'Tangisan Langit' menyambar mereka semua sampai hangus.

"?!"

"Ada musuh, tuan?"

"Ya..mereka ada banyak!"

"Aku kagum dengan kemampuan mendeteksimu, bocah petir.."

"Berhenti memanggilku seperti itu!"

"Tidak usah dibawa serius. Kita sampai..!"

Ketiganya dengan kompak berpencar, dengan Iksan masih ditengah. Saat melewati beberapa pohon ada satu lapangan luas di dalam hutan.

"Dia datang.."

"Cuma satu?"

"Jangan sampai lengah!" kumpulan ninja itu dalam posisi siap.

"Dia menyebalkan sama seperti Sakuragi. Aku setrum saja nanti.!"

Blue Thunder : Distributed Breath

Jeritan petir berkumpul ditangan kanannya, Iksan melompat kecil ke depan dan langsung melepaskan petir. Lesatan laser biru tua menciptakan bekas hitam dan bau gosong ditempat ninja berkumpul tadi.

"Hm?!" dua ninja mendadak melompat ke belakang Iksan, yang tentu orangnya tahu.

Namun Iksan cuma diam, membiarkan Sonia menendang mereka jatuh ke bawah ditambah Himeona yang sudah menanamkan peledak seakan tahu jika akan jatuh disana. Saat mereka membentur tanah seketika peledak aktif dan mementalkan keduanya. Iksan mengaliri kaki kanannya dengan petir dan melakukan tendangan berputar ke belakang kanan dimana kedua ninja tadi terpental ke arahnya.

Penyergapan berakhir dengan cepat.

"Tendangan yang bagus, tuan.."

"Kau juga sama.."

"Kerja bagus, kalian berdua. Hmm~kalian memang cocok jadi pasangan.." gumam Himeona.

"I-itu.." malu Sonia.

"Cukup dengan godaannya, ninja hijau.." sela Iksan.

"Itu aku? Ninja hijau??" batin Himeona agak kaget.

"Ini belum semuanya, bukan?"

"Kau benar. Mereka cuma pembuka, utamanya ada di dalam dibagian paling gelap Hutan Basrih!"

"Jadi disana ada yang paling kuat, gitu? Ini membuatku tambah semangat.."

"Tuan memang seperti itu.." beritahu Sonia karena Himeona nampak keheranan.

"Gila bertarung, ya.?"

"Kau bilang sesuatu, ninja hijau?" Himeona mendesah.

"Aku salut denganmu, Sonia.."

"Hm? Soal apa??"

.T.HU.N.D.E.R.

[ Sonia POV ]

Kita bagi kelompok jadi 2. Aku sendiri dan kau bersama Sonia.!

!?

Tunggu dulu. Kenapa? Bukankah kau tuannya Sonia?

Ini termasuk dalam rencana.

Tap!?

Aku sekarang berada di satu kelompok dengan nyonya Himeona setelah diskusi pembagian kelompok berakhir. Aku tidak mengerti kenapa tuan menyatukan aku dengan nyonya. Apa ada hubungannya dengan malam tadi?

"T-tuan malu?"

Membayangkan ekspresi malu tuan membuatnya tambah menggemaskan. Itu lucu. Padahal kemarin malam ia 'ganas' sekali.

"Hei Sonia.."

"Ya, nyonya~~?"

"Kau nampaknya sangat gembira.."

"Nampak jelas, ya~?"

"Hm. Aku cuma mau bertanya apa kau tahu kenapa dia menyatukan kita dalam satu kelompok?"

Ini yang ingin saya tahu juga. "Sebenarnya saya tidak tahu apa yang dipikirkan tuan tapi saya percaya padanya.."

"Kau sangat menghormatinya, ya. Mungkin aku harus berhenti menyebutnya bocah.."

"Tuan pasti senang mendengarnya.."

Sudah lama kami berlari di dalam hutan, yang awalnya cerah kini mulai gelap akibat pohon-pohon rindang yang tinggi menghalangi cahaya matahari.

"Nyonya, jadi disini bagian yan--!??"

Set!

Aku melihat sedikit pergerakan pada tangan itu. Saat aku mendadak berhenti dan mencabut kodachi, lesatan cahaya yang sangat cepat menyilaukan mataku dan bersamaan dengan itu aku sontak menangkis sabetan pedangnya.

Karena kekuatan yang dikeluarkan lumayan aku terlempar ke belakang berkat sabetan senjata... Nyonya Himeona.

"Nyonya Himeona?"

"Kau berhasil menyadarinya? Kurasa berada disekitar bocah itu memberimu sedikit keahliannya.."

"Kenapa anda menyerang saya?" tanyaku.

"Mencegahmu masuk lebih dalam. Awalnya aku pikir kita bakal terhenti di depan hutan tapi kekuatan tuanmu tidak normal, Sonia.."

"Saya tanya, kenapa anda menyerang, nyonya?!" teriakku. Ini sangat membingungkan.

"Aku sudah menjawabnya. Jika kalian masuk lebih dalam maka hanya ada ketidakpercayaan dan penyesalan yang menunggu. Orang yang menjaga hutan ini bukanlah orang yang dapat kalian kalahkan maka pergilah.!"

"Tidak akan! Nancy dan Sakura sudah pergi. Kedua sahabatku pergi ke sini dan anda meminta saya pergi meninggalkan mereka.?"

"Aku yang akan mencari mereka. Sakura adalah muridku juga.."

"Saya... Tidak bisa mempercayai anda. Kenapa anda menyembunyikannya? Memangnya siapa orang yang ada disini?!?"










































Berisik dan keras kepala, Sonia... Sonia!

"?!!"

Deg?!

Suara siapa ini? Kenapa rasanya sangat familiar??

Tap, tap, tap...

"Ck. Sepertinya kita terlalu ribut.." aku bisa mendengar nyonya Himeona mendecak.

Dari arah kegelapan nampak sosok bayangan tinggi dengan syal hitam robek-robek... Dan armor putih itu?!

"I-ini tidak mungkin. Kenapa?"

"Bukankah aku sudah bilang? Kalian bertiga ternyata tambah keras kepalanya..!"

Nyonya Himeona memutar badannya menghadap sosok itu. "Kau pikir kenapa aku menyembunyikannya? Untuk menghentikan rasa tidak percaya itu namun kalian tetap saja pergi.."

"Kenapa anda tidak memberitahukannya kepada kami?"

"Aku tanya, jika aku jawab apa kalian percaya.?"

Aku mengerti kalimat itu. TENTU jawabannya tidak. Aku tidak mau mempercayai jika orang yang ada di depanku saat ini adalah... Tetua desa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro