#7. Boudica

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

The Mighty Queen of Britain


╔════════════╗
The His-Fic Cutscene
╚════════════╝
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Wanita berambut merah api itu memejamkan mata rapat-rapat. Ingatan akan sebuah mimpi kembali muncul di dalam benaknya.

"Boudica, bolehkah aku mengetahui keinginan terbesarmu?" tanya seseorang yang ada di dalam mimpinya.

Di alam bawah sadarnya, ia tersenyum lebar. "Keinginanku adalah menjadikan Britania sebagai tanah yang damai, sehingga orang-orang dari berbagai negara juga anak-anak yang tidak berdosa bisa tertawa dan hidup secara berdampingan tanpa perselisihan di negeri ini."

Seseorang yang muncul dalam mimpinya itu menepuk pundaknya. "Kalau begitu, bergembiralah. Sebab di masa depan nanti, Tanah Britania akan menjadi negeri yang sesuai dengan keinginanmu."

Seiring sang wanita berambut merah membuka kelopak mata, ingatan akan mimpi tersebut mulai pudar. Ia dipaksa untuk kembali menatap kenyataan yang begitu menyedihkan.

"Masa depan itu … apakah aku bisa merasakannya?" gumamnya lirih.

Bunyi pecutan cambuk terdengar menggelegar di telinganya. Bersamaan dengan itu, sebuah luka terbuka di punggungnya, lengkap dengan memar di sepanjang sisinya.

Ia sudah terlalu akrab dengan rasa sakit hasil cambukan itu, sampai-sampai lupa seperti apa rasanya memiliki tubuh yang sehat.

Di hadapannya, para warga Britania tengah menatap dirinya—atau pecambuk yang berdiri di belakangnya dengan tatapan penuh dendam dan amarah, tetapi juga putus asa.

"Apakah wargaku dan anak-anakku bisa merasakannya?"

***

Roda-roda kereta perang berputar, bersama hentakan kaki-kaki kuda yang menariknya. Di atas kereta perang tersebut, seorang wanita bergaun putih berdiri dengan tegak—mengabaikan segala memar dan luka yang tercetak di tubuhnya.

Rasa muak dan amarah telah menelan akal sehatnya.

Dalam kereta perang, wanita itu berseru dengan lantang. "Wahai rakyat Britania, apakah kalian tidak lelah dengan semua penderitaan ini? Apakah kalian tidak muak diperlakukan seperti budak oleh orang-orang Romawi bajingan itu? Apakah kalian rela anak-anak perempuan kalian dan istri-istri tercinta kalian dijadikan boneka pelampias nafsu oleh para bedebah Romawi itu?"

Wanita itu menarik pedang panjang yang semula tersimpan di dalam sarungnya.

"Kita adalah orang-orang yang bebas. Oleh karena itu, berjuanglah untuk merebut kembali hak-hak kita yang sudah dirampas!"

Angin kencang berembus, membuat rambut merah api milik wanita itu menari—terlihat persis seperti bara api yang berkobar.

"Memenangkan pertempuran atau binasa, itulah yang akan kulakukan sebagai ratu kalian. Aku tidak akan lari. Oleh karena itu, persembahkanlah kesetiaan terbaik kalian kepadaku!"

Sorakan semangat bergemuruh dari segala penjuru yang kini sudah terlihat seperti lautan manusia. Warga Britania—baik pria, wanita, bahkan anak-anak semuanya berkumpul di medan perang demi memenuhi panggilan ratunya.

"Wahai warga Britaina, bertarunglah sampai titik darah penghabisan." Sang wanita berambut merah mengangkat pedang panjangnya tinggi-tinggi, sebelum memberikan titah, "Serang!!"

Pasukan garis depan segera maju, mencoba untuk menembus garis pertahanan Romawi yang begitu kokoh.

Akan tetapi, sebelum mereka berhasil memangkas jarak sampai orang-orang Romawi itu masuk ke dalam jangkauan pedang panjang mereka, tombak dan panah-panah segera dilepaskan sehingga menghujani pasukan garis depan Britaina.

Puluhan warga Britania berjatuhan, sementara belum ada satu pun pasukan Romawi yang gugur.

Sang wanita berambut merah berhasil melewati hujan panah dan tombak berkat kereta perangnya. Ia langsung menerobos seorang diri ke 'benteng manusia' milik Romawi, melompat ke atas para prajurit yang berlindung di balik perisai-perisai mereka dan membukakan jalan bagi pasukan Britaina yang berada di belakangnya.

Gaun putihnya mulai robek di sana-sini sekaligus ternoda oleh darah manusia. Luka di punggungnya juga kembali terbuka dan mengeluarkan cairan merah. Namun, wanita itu sama sekali tidak mempedulikannya. Ia terus mengayunkan pedang panjangnya demi membabat leher-leher pasukan Romawi.

Suara pecut menggelegar, bersama dengan ringkikan kuda yang bersahut-sahutan. Pihak Romawi menerjunkan pasukan kavaleri mereka demi menahan pergerakan warga Britania yang mulai menguasai pertempuran.

"Jangan gentar! Ratu kalian masih hidup!" Wanita berambut merah kembali membangkitkan keberanian pasukannya. "Bunuh saja semua musuh yang ada di hadapan kalian!"

Akan tetapi, prediksi sang wanita berambut merah meleset. Pasukan kavaleri yang baru saja dilepaskan oleh pihak Romawi ternyata tidak menyerang garis depan Britaina. Mereka mengambil rute berputar dan segera memulai pembantaian dari belakang.

Pria lemah, wanita dan anak-anak tewas terlebih dahulu. Jumlah warga Britaina yang gugur sudah lebih dari delapan puluh ribu orang berkat taktik licik pasukan kavaleri Romawi.

Sang wanita berambut merah bersama beberapa prajurit garis depan yang tersisa kini terkepung oleh pasukan Romawi dari depan dan belakang. Tidak akan ada bala bantuan. Peluang mereka untuk menang sudah tiada.

Manik biru milik wanita itu mengkilat karena amarahnya meledak. Ia mencengkram gagang pedang erat-erat. "Sudah kukatakan bahwa aku tidak akan lari."

Dalam satu hentakan kaki, wanita itu memelesat maju sambil mengayunkan pedangnya ke arah pasukan Romawi. "Kematian lebih pantas daripada aku mundur dari sini!"

Serangan penuh tekad dan keberanian itu segera diikuti oleh para prajurit Britaina yang tersisa. Mereka terus maju meski tahu itu sama seperti bu·nuh diri.

Aksi tempur heroik yang dilancarkan oleh sang wanita berambut merah terpaksa harus berakhir setelah pedangnya berhasil dipatahkan oleh seorang tentara musuh. Ia segera ditangkap dan dibawa ke hadapan Kaisar Romawi, Nero Claudius.

Namun, dalam perjalanan ke Romawi, wanita itu sudah meninggal terlebih dahulu karena meminum racun yang sudah disiapkannya untuk menghadapi kemungkinan terburuk.

Lebih baik aku mati daripada menjadi mainan orang-orang Romawi seumur hidup.
[]

Karanganyar, 2 Februari 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro