Batch 6, Taruhan 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siang ini setelah pulang sekolah di jalan belakang halaman sekolah. Adalah tempat dan waktu aku dan Nando akan melakukan balapan. Balapan apa? Lari tentunya kalau motor sudah jelas aku tidak bisa. Punya saja tidak.

Hadiahnya? Siapapun pemenang dari balapan akan mendapatkan Reina. Itu semua atas usul Kak Sena. Usul itu sempat diprotes oleh Reina. Dengan alasan jika ia tak mau disamakan dengan piala bergilir yang seenaknya saja diserahkan ke orang lain. Namun kata-kata dari Kak Sena yang berbunyi "Begitu ya, kalau gitu apa kau punya solusi lain untuk masalah ini?" berhasil men-skakmat Reina. Alhasil mau tidak mau ia menyetujui balapan ini.

Sejujurnya aku juga tidak setuju. Alasannya? Pertama, aku bukan siapa-siapa Reina. Reina dan aku tidak ada hubungan apa-apa kecuali teman sekelas itu saja.

Kedua, aku juga tidak punya perasaan pada Reina begitu pula sebaliknya. Jadi tidak ada alasan sama sekali bagiku untuk mengikuti balapan dengan Nando.

Sayangnya, aku tidak bisa mengatakan "tidak" dengan lantang. Walhasil inilah yang terjadi. Kalau mau aku mungkin bisa saja kabur pulang. Tapi hari ini juga ada latihan ekskul lari sprint yang baru aku masuki kemarin. Fiuhhhhh.... Kenapa kehidupan SMA ku terasa begitu berat padahal belum genap satu bulan.

Treet........ Treet......
Bel bunyi pergantian jam pelajaran telah berbunyi. Setelah guru yang mengajar mengucapkan salam dan keluar, suasana kelas yang tadinya hening jadi ramai seketika. Nizam temanku sebangku juga langsung meninggalkan tempat duduknya untuk bergabung dengan anak-anak yang lain.

Aku meletakkan kepalaku di meja sambil mengigit ujung pensil. Pandanganku kuarahkan ke jalan raya yang ada di depan sekolah. Kebetulan bangkuku berada paling depan dan dekat dengan jendela.

"Ehemmm.. Buroq," panggil sebuah suara lirih. Aku hanya menggerakkan bola mataku ke arah si pemanggil  tanpa mengangkat kepala. Ternyata itu Reina. Gadis itu telah berdiri di depan mejaku. Namun ia tidak menghadap ke arahku melainkan ke jendela.

"Buroq maafkan aku ya karena telah melibatkan mu dalam masalahku," katanya lirih dan tanpa menoleh ke arahku.

"Aku tidak bermaksud menyeretmu dalam masalahku, aku hanya ingin Kak Nando tidak mengangguku lagi. Tapi siapa sangka dia lebih nekat dari perkiraan ku, sekali lagi aku minta maaf ya Roq," kata  Reina lagi. 

Sungguh selama mengenal Reina  beberapa Minggu ini aku kira ia orangnya jutek dan judes. Tapi entah kenapa dari  perkataan nya barusan aku sepertinya telah salah menilainya. Ia terdengar begitu tulus saat mengatakan nya.

"Bukan masalah kok, jangan terlalu dipikirkan," sahutku kemudian.

"Meskipun sepertinya sulit aku harap kamu nanti bisa menang,"

"Yah kalau soal itu aku minta maaf aku tidak bisa janji. Tapi aku akan berusaha semaksimal mungkin,"

"Terima kasih Roq," tutup Reina sebelum ia kembali ke mejanya.

*******

Akhirnya waktu pertandingan pun tiba. Aku, Reina, Kak Sena dan juga Kak Nando telah berada di jalan belakang halaman sekolah. Di tempat ini juga aku kemarin balapan dengan Kak Dev. Oh ya kenapa aku sekarang aku memanggil Nando dengan embel-embel Kak. Soalnya aku baru tahu dia itu anak kelas XI. Lebih tepatnya XI IPS 1. Dia juga anggota ekskul sepak bola berposisi sebagai bek sayap.

Tentu sebagai bek sayap ia sudah terbiasa dengan berlari. Sebab sebagai bek sayap ia dituntut untuk terus berlari. Melakukan over lap ketika tim menyerang dan harus segera kembali ke belakang saat ada serangan balik. Memang aku tidak pandai olahraga namun aku ini cukup melek yang namanya pengetahuan tentang olahraga.

"Oke di sini garis start nya," ucap Kak Sena sambil menunjuk garis putih melintang yang ia gambar kemarin. Ternyata garis itu masih belum hilang.

"Lalu garis finish nya?" tanya Kak Nando. 

"Kalian lihat tiang listrik di sana? Itu akan jadi finishnya," Jawab Kak Sena sambil menunjuk sebuah tiang listrik yang jaraknya cukup jauh dari tempat kami berdiri. Namun bila ku ingat lagi itu adalah tempat kemarin Kak Awan berdiri.

"Aku akan ada di sana untuk menjadi saksi siapa pemenang balapan ini, jadi kau jadilah starter nya!" perintah Kak Sena pada Reina.

"Baiklah bukan masalah," sahut Reina. Setelah itu Kak Sena berjalan menuju ke tiang listrik yang akan jadi garis finish. Laki-laki berambut keriting itu melambaikan tangannya begitu sampai di tempat tujuan.

"Baiklah bukan kah kita bisa mulai balapan nya," kata Kak Nando. Kemudian ia mengambil posisi jongkok ala seorang pelari di belakang garis. Akupun bergegas melakukan hal yang sama. Begitu pula Reina yang juga sudah bersiap memberikan aba-aba.

"Bersedia!" Seru Reina.

"Siap!" Baik aku maupun Kak Nando mencondongkan badan ke depan sambil mengangkat pantat.

Aku menarik nafas panjang lalu ku hembuskan perlahan. Pandanganku fokus mengarah ke depan.

"Yak!"

Sial!  aku sedikit terpeleset sehingga aku terlambat melakukan start. Sementara Kak Nando telah melesat ke depan lebih dahulu. Akibatnya di awal-awal perlombaan aku tertinggal beberapa meter di belakang Kak Nando.

Tapi itu bukan masalah besar. Aku rasa masih bisa mengejarnya. Bukanya sombong hanya saja ia tidak secepat Kak Dev.  Karena itulah aku pasti bisa mengalahkan nya. Meskipun aku tidak punya alasan untuk mengalahkannya. Aku kalah sekalipun tidak akan ada masalah bagiku.

Tapi tetap saja aku harus menang. Jika ditanya kenapa? Aku juga tidak tahu alasnya. Hanya saja saat berlari hati kecilku seakan menyuruh untuk lebih cepat, lebih cepat dan lebih cepat lagi.

Karena itulah aku akan berlari secepat mungkin bahkan lebih cepat lagi kalau bisa. Tanpa mempedulikan alasan untuk apa aku berlari.

Sedikit demi sedikit aku bisa memperpendek jarak dengan Kak Nando. Sampai akhirnya aku bisa mengimbanginya di tengah perlombaan. Dan di sepertiga akhir aku berhasil meninggalkan nya dengan telak. Mungkin jarak kami ada sekitar 6-7 meteran atau bahkan lebih. Hasil itu tidak berubah sampai aku berhasil melewati garis finis terlebih dahulu.

Ya aku berhasil memenangkan pertandingan ini. Nampaknya hasil ini juga membuat Reina senang. Dengan wajah sumringah gadis itu berlari ke arahku.

"Buroq kamu hebat! Aku tidak percaya ini tapi kamu menang!" Seru gadis itu dengan nafas terengah-engah setelah tiba di tempat ku berdiri. Yah soalnya Reina baru saja berlari dengan jarak seratus meter. Aku hanya dapat tersenyum kaku untuk menyahuti apa yang tadi Reina katakan.

"Nah Kak Nando kamu sudah kalah, mulai sekarang jangan ganggu aku lagi," kata Reina pada Kak Nando dengan tegas. Namun terlihat jelas dari raut wajah Kak Nando jika ia tidak terima dengan hasil ini.

Laki-laki itu mengertakan rahangnya. Dengan wajah merah padam serta sorot mata tajam dia berjalan mendekatiku.

"Kurang ajar! Aku tak terima ini!" Rutuknya kasar.

Kemudian dengan salah satu tangannya Kak Nando menarik kerah bajuku sedang tangan satunya ia kepalkan kuat-kuat.

Glekk.... Aku menelan ludah kasar. Ini benar-benar gawat. Sudah pasti aku tidak bisa melawan kalau begini.

"Kak Nando apa yang Kakak lakukan? Kakak sudah kalah jadi cepat pergi dari sini!" Teriak Reina.

"Nando cukup hentikan kau sudah kalah!" tambah Kak Sena.

Namun sama sekali tak di gubris oleh Kak Nando. Ia justru mengangkat kepalannya dan siap untuk melayangkannya ke wajahku. Aku hanya bisa pasrah dan menutup mata. Dengan begini aku rasa dapat sedikit mengurangi rasa sakit akibat pukulan Kak Nando.

Sudah beberapa saat berlalu, namun aku tak merasakan tinju Kak Nando mendarat. Perlahan aku membuka mata. Pantas, rupanya seseorang telah menahan tangan Kak Nando. Orang itu bukanlah Reina ataupun Kak Sena. Melainkan Kak Dev yang entah sejak kapan sudah berada di sini. Di belakang nya turut pula Kak Awan. Matanya yang tajam bag elang mengeluarkan sorot yang mengerikan. Bahkan aku sampai merinding melihatnya. Kak Nando juga sampai berpeluh keringat tatkala melihat laki-laki itu.

"Cacing kau sudah kalah cepat pergi dari sini! Atau kulumat kau," kata Kak Dev pelan namun terdengar begitu mengintimidasi. Segera saja Kak Nando melepaskan cengkraman nya dari kerah bajuku.

"B...ba.... Baik aku akan segera pergi," ucap Kak Nando tergagap.

"Satu lagi, jika kau berani menganggu  mereka lagi kau akan berurusan denganku," ancam Kak Dev.

"B..baik aku mengerti, aku janji tidak akan menganggu mereka lagi," Kak Nando seketika berlari tungang langang setelah Kak Dev melepaskan tangannya.

Fiuhhhhh... Aku menghela nafas lega. "Anu Kak Dev terima kasih telah menyelamatkan ku," ucapku pada Kak Dev.

"Lain kali kau harus bisa membela dirimu sendiri, bagaimana kau mau melindungi pacarmu jika melindungi diri saja tidak bisa," sahut Kak Dev. Aku hanya mengangguk pelan sambil tersenyum kaku menangapi perkataan Kak Dev barusan.

Melindungi diri ya? Kurasa aku akan mengusahakan itu. Itupun kalau aku bisa. Satu hal lagi, bagaimana menjelaskan nya pada Kak Dev kalau Reina bukanlah pacarku.

"Oke karena semua sudah kumpul bagaimana kalau kita mulai latihan nya," kini Kak Awan yang bicara.

"Benar juga," sahut Kak Sena.

"Latihan? memang kalian akan latihan apa? Buroq juga ikut?" tanya Reina penasaran.

"Tentu karena ia adalah bagian dari kami ekskul lari sprint, apa Buroq tidak memberitahu mu?" tanya Kak Dev. Reina terdiam.

" Buroq, Buroq kau jahat sekali padahal dia pacarmu tapi kau tidak memberitahu nya apa-apa," kata Kak Awan. Bagaimana menjelaskan nya ya? Kalau Reina ini bukan pacarku.

"Jadi apa kau akan tetap di sini untuk melihat Buroq latihan?" tanya Kak Sena pada Reina.

"Tidak, soalnya  aku juga ada latihan cheers," Jawab Reina. Setelah itu ia pun pergi.

*****""......
Finish time...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro