Bab 08 | Double Protect

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tiada kata sibuk di kamus seorang Arnando Setiadji. Waktunya dua puluh empat jam per tujuh hari hanya diisi oleh kerja, kerja, kerja, kerja miskin kemudian. Percayalah, mengawasi Jingga agar tidak keluar zona membutuhkan banyak tenaga dan uang untuk menyuap adiknya agar tidak macam-macam.

Cowok dua puluh tiga tahun ini memang over protective semasih jadi bocah. Kala itu Nando berusia tujuh tahun dan Jinga masihlah bayi berumur sebelas bulan. Entah mengapa Nando kecil memiliki firasat kurang baik. Dia mengkhawatirkan adik perempuannya lantas mendatangi kamar orangtua mereka.
Nando berdiri di ambang pintu seraya menatap si kecil yang asyik tertawa sendiri.

Semula cowok bergolongan darah O ini hendak pergi dari kamar orangtuanya. Namun, gegas langkah si sulung konstan berhenti ketika tak sengaja menangkap pergerakan Jingga yang terlalu lasak untuk anak ukuran sebelas bulan. Anak laki-laki tersebut menyadari sang adik terus merangkak ke pinggiran kasur, begitu sigap menggendong Jingga pelan-pelan lalu memindahkan si bungsu ke tempat tidur. Dada Nando serasa mau copot. Dia takut tidak kuat menggendong Jingga yang gembilnya masyallah mengalahkan bayi-bayi di luar sana.

Nando kecil pikir akan dimarahi, akan tetapi mamanya justru mengapresiasi kesigapannya sebagai seorang kakak. Ladinda memberi sang anak permen kaki rasa mangga kesukaannya. Wanita lembut dan penyayang itu bilang sebagai ungkapan terimakasih. Nando jelas saja senang. Kepeduliannya diapresiasi. Ladinda berpesan untuk terus menjaga Jingga entah dia ada atau tidak ada sekali pun dan itu membekas diingatan Nando sampai dia setua bangka ini.

Tetesan air mata meluncur keluar. Tidak lama waktu yang dia habiskan bersama perempuan penyayang itu akan tetapi segala pesannya masih Nando patuhi. Lelehan air mata yang keluar cowok itu seka perlahan.

Ya, ini memang menyedihkan. Terlalu memalukan untuk ukuran cowok dewasa yang telah mandiri secara finansial, tapi tidak apalah, lupakan saja stigma 'cowok gak boleh cengeng.' Toh, ini tentang perempuan yang melahirkannya.

Nando begitu nyaman dan setia berada di kamar adiknya, berdiri di depan meja belajar hendak melakukan inspeksi rutin. Tas sekolah bernuansa biru laut itu buru-buru dia buka. Seminggu telah berlalu, tapi Nando belum sempat memeriksa barang di dalamnya dan cowok kepo tersebut tidak mau kecolongan. Siapa tahu ada bahan untuk me-roasting adiknya yang manja seperti Sappy Uncle Muthu.

"Awas aja kalau kamu berbuat yang aneh-aneh, Jigot. Abang sembelih lehermu bukan cuma disembelih aja deng, abang bakalan ngurbanin kamu pas hari raya idul adha nanti," lirih Nando syarat akan ancaman. Jiwa-jiwa sikopet Nando timbul ke permukaan.

Satu per satu barang yang berada di dalam Nando jatuhkan keluar. Cowok berpenampilan menarik ini ogah melewatkan sesuatu. Setiap akan dia periksa. Mulai dari kotak pensil hingga buku pelajaran.

"Catatan sejarah." Nando membaca buku bersampul coklat tersebut. Dia membalik halaman demi halamannya. Tulisan Jigong ternyata rapi juga. Nando menepuk dada bangga. Tidak sia-sia Jigot berguru dengan Yang Mulia Trah-Nando.

"Manusia purba di Indonesia. Satu Meganthropus Paleojomlonicus memiliki tonjolan di belakang kepala seperti si Farid, mempunyai tinggi dua meter menyerupai Freedo, tidak memiliki tulang dagu seperti Jojo dan badannya berbulu seperti Atan titisan setan."

Gelak tawa Nando menyembur kemana-mana. Astatang, siapa yang mengajari adiknya ini menistakan orang padahal gadis kesayangannya itu belum pernah berguru dengan Amer si mulut mercon. Lebih-lebih dia yang memiliki tingkat ke-absurd-an di atas rata-rata. Perut Nando sampai sakit membaca halaman terakhirnya.

Nama ketiga anak manusia itu betul-betul Nando kenali lantaran setelah masuk SMA, cowok gila ini mencuri absen kelas yang teman Jingga pegang. Gantinya pria aneh itu menge-print ulang absen kelas IPS 4. Sangat menggelikan, tapi begitulah Nando dan kegabutannya yang melebihi batas nalar manusia.

Nando melemparkan buku itu ke sembarang arah. Takut perutnya sakit luar biasa akibat terlalu banyak tertawa hari ini. Kegiatannya mengobok-ngobok tas kembali berlangsung. Sampah berupa rautan pensil, bungkus permen, gulungan kertas sampai plastik fotokopi berjatuhan keluar.

Sepertinya tidak ada yang patut dicurigai. Namun, Nando salah tatkala menemukan secarik undangan sweat seventeen seseorang di tempat paling tidak Nando duga.

Ottokke, undangan siapa ini? Muka Nando otomatis merah padam. Masalahnya bukan terletak pada acaranya melainkan lokasi pestalah yang mengakibatkan Nando ketar-ketir bukan main. Jalan Suka Karya Panam, Pekanbaru. Kerutan di jidatnya tampak terlihat.

"Lho, lho, Abang kok buka-buka tas aku? Ada bom pancikah di dalam sana sampai harus diperiksa segala?" tanya Jingga sok polos padahal dia sedang menyindir kekepoan sang abang yang tidak ada matinya.

"Bom, bom, bom. Undangan ini yang bikin jantung abang jedag-jedug, Jigong. Apa-apaan maksudnya Jalan Suka Karya Panam? Kamu tahu itu jauh kan? Kamu mau ngelayap kayak anak cicak," omel Nando panjang lebar.

Matilah dia. Kenapa undangan Friska tidak dia simpan di tempat yang aman sih. Walaupun tidak berniat datang, kupingnya panas mendengarkan kebawelan cowok jomblo satu ini.

Jingga meraih undangan tersebut. Degup jantungnya juga sedang ber-DJ mamah muda di dalam sana. Hadoo, bisa panjang urusannya sebentar lagi. Sidang dadakan bakal dimulai. Jingga Laksania sebagai terdakwa yang baru ketahuan selingkuh, sedangkan Nando hakim sekaligus pengugat. Ya, mana pernah induk semangnya itu memberi kesempatan untuk bicara.

"Kepo banget sih, Bang. Di passal 318, KUHP, ucapan Abang barusan termasuk persangkaan palsu alias fitnes. Abang mau dipidana penjara selama empat tahun karena nuduh aku yang enggak-enggak?" Jurus jitu andalan Jingga, ngeles bin ngibul tralala-trilili, meski KUHP yang mulutnya utarakan benar adanya.

"Oh, kamu mau Abang masukin sekolah hukum, hah? Biar belajar lebih pintar lagi! Asal nyerocos aja."

Tahu Nando mau angkat bicara, buru-buru dia keluar dari kamar, meninggalkan satu cowok rempong di dalam sana. Setidaknya, sekarang dia mampu menyelamatkan telinganya yang bakal pengang disembur siraman rohani khas emak-emak milik Nando.

Setengah jam berlalu dia merasa kebosanan nongkrong-nongkrong santuy di halaman belakang. Terangnya bulan di atas sana seolah-olah mengingatkan perempuan bermata belo itu ke Aldi. Dulu mereka saling menatap rembulan dan membayangkan masa depan bersama. Kini kejadian itu tinggalah kenangan.

Aldi sedang apa sekarang? Apakah cowok itu baik-baik saja saat ini? Ah, kenapa dia spontan merindukan mantan tersayangnya.

Selepas melow-melow gak jelas, pikiran gilanya ini entah mengapa tiba-tiba ingin membajak akun suami masa depannya hingga tanpa sadar jarinya sudah meminta bergabung di grup hacker termasyhur seantero Facebook.

****




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro