Pramuka? ayo lawan tim ini!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng








Daerah Senen macet seperti biasa.

diandra harus menghela beberapa kali sebelum emosinya melebur dalam pasrah saat mobil sedan yang ia kendarai harus berhenti sejak tadi. seluruh mobil mulai dari sedan hingga tronton yang entah mengapa ikut mengantri memakai jalanan di jam pulang kerja seperti ini, pukul 18.30 sore menuju malam.

Mobilnya hanya bergerak : 4 detik ijakan pedal yang membuat mobil bergerak 1 meter, malam senja kali ini macet total padat dan mungkin ia akan kembali pulang telat.

Alih alih membunyikan klakson dan menggerutu, diandra berusaha mengatur nafasnya perlahan sambil menikmati lagu lawas milik the beatles : the come the sun, jari jarinya mengetuk mengikuti irama pada setir mobil, sedangkan sitbelt ia kembali kendoran akibat tali yang semakin mencenkang di bagian perut.

seharusnya diandra bisa saja panik dan pusing mengingat dua anaknya—jevan dan Ju harus di tinggal dirumah sendiri karena bu item pulang gasik hari ini karena ayah suaminya meninggal dunia, padahal si dua lanang sendirian dirumah tidak ada yang bisa menemani—cezka harus meeting sama sponsor dan pasti ajun lebih sibuk.

tapi untungnya adji bisa pulang cepat hari ini untuk menemani dua lanang dirumah, sepertinya sejak pukul 6 sore tadi adji udah di rumah, pesan yang ia kirimkan seperti : gausah kepikiran, aku udah sampai rumah, kebetulan bisa pulang cepat. Selesaikan urusanya ra baru pulang, jangan capek capek.

pada detik detik terakhir lagu the beatles kesukaanya mencapai ending, syukur macat mulai terurai kembali, mobil mobil yang menimbulkan cahaya tetap kini mulai bergerak perlahan, tentu saja klakson klakson milik orang sibuk terus berbunyi. perempuan itu mulai menjalankan mobilnya perlahan,

disaat itu, lagi the beatles mendadak terganti oleh nada dering ponselnya yang terhubung langsung dengan Bluetooth mobil. sekilas diandra melirik layar, melihat caller id disana.

Ayaaaaahhhnya jevanjuuan ❤️

setarik senyum merekah pada pipinya, melihatnya sekilas sudah diandra bisa tebak panggilan ini adalah panggilan dari anak anaknya yang memaksa ayahnya bertanya dimana bundanya, bertanya dengan tidak sabar tentunya.

menekan tombol otomatis pada stirnya yang langsung terhubung, panggilan akhirnya tersambung—terdengar juga suara teriakan ribut yang familiar pada kupingnya.

"IHH AYAH AKU MAU DENGERR BUNDA!"

"tsk! Sebentar!"

terkekeh, diandra buru buru membuka suaranya. "Hallo??"

dua anak laki laki menjerit heboh disana, semakin jadi memaksa ayahnya memberikan telfon gengam pada mereka. Tapi sekali bentakan oleh adji membuat dua bocah laki laki itu sedikit tenang, suaranya hilang.

"hallo ra?" adji mulai bersuara

diandra menegakan badanya, mendengar suara adji di sebrang sana membuatnya ingin buru buru menuju rumah sesegera mungkin. "Iyaaa"balasnya

"Sampai mana?"

matanya melirik plang arah bewarna hijau di atas jalan. "matraman"

lalu terdengar pertanyaan polos dari sebrang sana, "matraman dimana bang?" suaranya berbisik namun cukup keras hingga diandra bisa mendengarnya.

lalu di jawab dengan suara bisikan lagi, "itu loh gramedia ju, udah deket pokoknya bunda"

suara adji kini muncul dengan jelas, "iya bunda udah deket, lagi nyetir, gausah di telfon ya? Bentar lagi sampai"

protes terdengar dari bocah dua itu dengan jelas, adji disana malah ikut ribut membalas protesan anak anaknya seakan tidak mau kalah. akhirnya diandra disana menyetir pulang dengan radio rumah nya secara live, mendengar adji menyuruh mereka untuk diam, ju protes masakan adji masakan paling pait sedunia ( adji masak capcay, sayuran tentu pait di lidah mereka), soal jevan protes kenapa lampu taman gak di nyalain (adji gak tau saklar lampu taman) dan obrolan kecil mereka yang mendesak kekurangan adji.

adji tentu saja membalas perkataan mereka dengan ribuan alasan, tidak mau kalah.

Mendengar suara kondisi rumahnya, diandra jadi bisa semakin santai, ia menyetir mobil dengan perlahan tampa senyum yang tidak pernah pudar dari bibirnya. lucu sekali adji si ketus dengan payah di protes habis habisan oleh anak anaknya, di kantor di elu elukan namun sampai rumah di komen setiap tindakanya.

tidak butuh waktu lama, 45 menit dari kemacetan diandra sudah bisa sampai di garasi rumahnya yang disambut meriah oleh dua bocah laki lakinya. Mereka lompat girang sambil mengacungkan sendok beruang milik mereka serta mulut yang penuh dengan suapan paksa mungkin dari adji.

bahkan sebelum diandra mematikan mesin mobil, jevan sudah meluncur menunggu di pintu samping mobil untuk segera membuka pintu dan memeluk ibunya secara erat dan tidak terlalu erat.

juana berbeda, ia langsung membuka pintu belakang untuk mengambil tas tangan warna putih milik diandra serta paperbag berisi alat alat tulis baru yang juana tunggu tunggu selain kehadiran ibunya. juana juga mengambil coat hitam milik ibunya. Setelah itu dengan bersusah payah ia memasuki rumah lebih dulu.

diandra harus bisa jalan walau perutnya begah di tampa jevan yang memeluknya dari belakang, resmi menjadi ekor buntutnya sambil tertawa girang menceritakan bagaimana harinya. Katanya saat bi item pergi, jevan menjaga rumah dengan baik, ia mengunci pintu, menutup gorden belakang, menyiram bunga bersama ju saat sore, membersihkan kasur dan hal hal lainya.

diandra masih mendengarnya hingga mereka berdua sampai pada ruang tamu, jevan bahkan membantu diandra membuka sepatunya ketika perempuan itu tidak kuasa untuk berjongkok akibat perutnya yang sudah mulai membengkak.

"biar jevan aja bunda!" Katanya sambil menarik tali sepatu sport putih ibunya, diandra memilih duduk di salah satu kursi untuk memudahkan jevan.

Tangan diandra mengusap ngusap pangkal kepala putra sulungnya, rasa bangga pada keduanya sedang meluap luap. "abang kerenn, udah gede aja ya bang?"

Jevan tertawa pelan, "heheh abang kan cuman sehari, bunda tiap hari, lebih keren" katanya, tangan kecilnya buru buru melepas tali itu secara brutal dan mengangkat perlahan kaki bundanya lepas dari sepatu.

padahal kalau bicara melakukan hal rumah diandra hanya melakukanya saat waktunya lengang, ketika dirinya bisa bekerja dirumah ia baru bisa melakukan itu, namun melihat akhir akhir ini diandra lebih sering menuju kantor. Sepertinya jevan sedikit menyingung soal hal ini kembali.

"oh ya, bang jevan tadi udah bilang makasih belum sama bunda cezka soal makan siangnya?" diandra kembali bertanyaa, jevan berdiri setelah berhasil melepas sepatu bundanya.

"SUDAH!" Katanya ala ala tentara yang sedang melapor, "sudah bilang makasih ke bunda cezka, sudah ikut bantu cuci piring juga!" Lanjutnya

cekupan meluncur dari diandra pada pipi jevan yang masih mengembul, sang empu hanya menggeliat geli sambil tertawa. katanya, "Jangan cium aku bunda! Nanti pipi aku ada lipstik bunda! Nanti aja kalau mau tidur!"

diandra menganguk, "ayo sekarang kita makan malem dulu"

keduanya berjalan menuju ruang makan yang menyatu dengan ruang tengah, adji disana disibukan dengan kegiatanya di depan kompor sedangkan ju berjalan dari arah dapur sambil membawa piring, ju tersenyum melihat bundanya, buru buru ia menaruh piring kosong itu di meja bagian bundanya.

"yey bunda udah pulang! Ayah gak bisa marah marah!" Kata ju sambil menari sejadinya, meledek ayahnya.

adji sebenarnya tertawa, selepas ia menuangkan cah kangkunh panas di atas piring kosong di meja, diandra menghampiri dapur, mengintip asal mula bau sedap ini berasal, heran saja mengapa anak anaknya bilang ini semua makanan pait? skill masak diandra masih di bawah adji yang sudah pernah mencoba segala hal.

"masak apa nih?" Tanya diandra

Adji melepas celemeknya, "sisa sayur di kulkas, yaudah deh seadanya aja. Mau belanja bulanan belum gajian, lusa baru masuk" katanya santai

perempuan itu menganguk nganguk, jadwal gajian adji emang gak tentu, tapi setidaknya selalu stabil.

si pria yang tanggal gajianya gak tentu ini mendekat untuk meraput wajah diandra, ia perhatikan dulu lamat lamar sebelum menelpelkan bibirnya sekilas pada lawanya. "Besok aku jemput" katanya setelah homekiss itu ia layangkan.

Alis diandra mengerut, "terus anak anak?"

Pria itu mengambil langkah mundur untuk membuka kulkas, mencari segelas es kuwut di dalam sana yang ia siapkan untuk diandra secara khusus, ditaruh di paling atas supaya anak anak gak bisa tanya dan merengek minta mencicipi.

"kita makan malam dulu aja" adji menyodorkan segelas kuwutnya setelah ia mencari.

Perempuan itu menghela nafasnya, tanganya yang ia taruh pada perut bagian bawahnya mulai bergerak mengusap usap bagian yang sedikit kram akibat tendangan sang bayi. "duh kuwut. Segerr" katanya

Setelah es kuwut dalam gelas itu berpindah tangan, adji menurunkan badanya sehingga kepalanya sejajar dengan perut perempuan itu.

"ini gak kenapa napa kan?" tanya adji

"nendang mulu ih, kaget akunya"

adji tertawa pelan, "cowo lagi nih?"

"perempuan dong"

"cowo ini ra, suka main bola besarnya, atau ikut karate tiger aja"

"Kamu gak denger apa obrolan ju sama jevan kalau adiknya cowo? Katanya bakal di musuhin!"

mata adji membelak lebar, seketika ia kembali membuat tingginya seperti semula. Kedua tanganya ia taruh di pundak perempuan itu, "hasil usg janin udah masuk ke email aku tadi sore"

jantung diandra berdegup, hasil usg 3 hari lalu soal usg 3D janin serta penentuan gender, seharusnya di tunggu cuman diandra gak bisa lama lama di rumah sakit karena pegel kakinya, jadinya ia minta untuk kirim ke email adji aja. duh diandra sampai lupa gender reveal si bontot masih dalam perut adalah hari ini,

"ra, hasil usg nya laki-laki"

"YATUHAN COWO LAGIII?"

"dua lagi kita bisa bikin tim bola"

"campur ajun yogi kita bisa bikin tim regu pramuka malah ji"

🙏🏻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro