2. Awal Perkenalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pertemuan yang buruk, belum tentu akhirnya akan buruk juga 'kan?
-MV-

Setelah sampai di kelas tanpa ada acara kelewatan kelas atau apa pun itu. Maudy langsung duduk di bangkunya, sementara Rio dengan cueknya memilih untuk berjalan ke bangku paling belakang, yang dekat dengan dinding.

Maudy hanya mengikuti pergerakan Rio itu dengan matanya. Ia agak bergidik ngeri saat melihat Rio mengusir anak cowok yang sebelumnya duduk di bangku itu. Entah takut dengan tatapan dingin yang ditampilkan Rio atau karena tidak ingin mencari masalah, cowok yang sebelumnya duduk di bangku itu buru-buru mengambil tasnya dan pindah. Membiarkan Rio duduk di sana.

"Itu siapa, Dy?"

Maudy menoleh, menemukan Nabila yang ternyata juga tengah menatap ke arah Rio. "Dia murid baru di kelas kita,"

"Serem banget mukanya. Kayak mau makan orang aja," Nabila menyerahkan buku Maudy yang tadi di pinjamnya. "Nih! Gue udah selesai, makasih ya Maudy."

"Iya, sama-sama," Maudy tersenyum. Cewek itu kemudian meletakkan bukunya di atas meja dan menghadap ke depan karena Pak Edi baru saja masuk.

"Selamat pagi anak-anak."

"Pagi, Pak!" jawab para murid serentak.

"Saya dengar di kelas ini ada murid baru ya?" Pak Edi menatap ke arah Rio. "Untuk murid baru, bisa maju dan perkenalkan dirimu? Biar teman-teman yang lain tahu nama kamu,"

Dengan malas, Rio bangun dari bangkunya, berjalan santai ke depan kelas dan berdiri disana. "Kenalin! Nama gue Mario, panggil aja Rio. Hobi gue tawuran! Ada yang mau nanya lagi?"

Suasana mendadak hening, semua murid dalam kelas terperangah begitu mendengar ucapan Rio. Termasuk Maudy yang saat ini menatap Rio dengan mata bulatnya. Tak menyangka jika Rio akan dengan terang-terangan menyebut tentang hobinya yang tak biasa itu.

Menyadari suasana yang hening, Pak Edi berdehem sekali. Kemudian menyuruh Rio untuk kembali ke bangkunya.

"Apa gue bilang. Dia itu serem orangnya," bisik Nabila pada Maudy.

"Sstt! Jangan ngomong gitu. Bisa aja 'kan dia cuma bercanda."

"Mana ada orang bercanda tapi ekspresinya gitu," Nabila menoleh ke Rio.

"Udah! Nggak usah ngomongin orang. Nanti orangnya denger," Maudy kembali memfokuskan pandangannya ke depan. Tak menghiraukan Nabila yang misuh-misuh tak jelas di tempatnya.

⭐️⭐️⭐️

"Dari pelajaran yang saya sampaikan kali ini, ada yang ingin bertanya?"

"Tidak ada, Pak!" semua murid menjawab kompak.

"Kalau tidak ada pertanyaan. Bapak akan membacakan daftar kelompok untuk pertemuan minggu depan."

Pak Edi mulai membacakan daftar kelompok untuk pertemuan minggu depan. Setiap kelompok yang disebutkan, terdiri dari 5 orang murid di dalamnya. Dan kali ini, Maudy satu kelompok dengan Nabila, Cindy, Niko dan juga...Rio.

"Nah, semuanya sudah Bapak bagi ke dalam kelompok. Jadi pertemuan minggu depan, Bapak akan membahas tentang wawancara. Dan, tugas kalian kali ini adalah, kalian harus mewawancarai seorang pedagang di pasar dengan tema 5W+1H. Minggu depan, Bapak minta kalian membacakan tugas kelompok kalian itu di depan kelas." Pak Edi menatap anak-anak muridnya. "Mengerti semuanya?"

"Mengerti, Pak!"

"Kalau begitu Bapak permisi dulu," Pak Edi menatap Maudy sejenak. "Maudy, jangan lupa untuk mengisi absensi kelas hari ini."

"Baik, Pak." jawab Maudy sambil tersenyum. Setelah Pak Edi keluar kelas, Maudy langsung menulis absensi kelas.

"Maudy, kita nggak bisa apa ganti anggota?"

Maudy mengangkat pandangannya saat mendengar ucapan Nabila. "Loh kenapa emangnya? Kan semuanya udah di tentuin sama Pak Edi,"

Nabila nampak menghela nafas gusar. "Ya tapi gue nggak mau satu kelompok sama Rio. Gue ngeri sama dia," bisik Nabila pelan.

"Nggak usah takut, Nab. Rio juga nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok."

"Nggak ngapa-ngapain gimana? Lo liat aja mukanya, tampang kriminal tuh!"

"Kalo lo nggak mau sekelompok sama gue. Kenapa nggak lo aja yang keluar? Ribet banget jadi orang!" ucap Rio sambil menendang meja di sampingnya.

Tubuh Nabila langsung kaku saat mendengar suara Rio yang ada di balik tubuhnya. Cewek itu terdiam di tempatnya sambil menatap melas Maudy, seakan meminta tolong.

"Nabila nggak bermaksud kayak gitu kok, Rio. Maaf ya kalo kata-katanya Nabila menyinggung kamu,"

Rio mendengus pelan. Tanpa menjawab, cowok itu memilih untuk melangkah keluar dari kelas.

Maudy menghela nafasnya saat melihat sifat Rio yang seperti itu. Diam-diam cewek itu mulai berpikir, bagaimana caranya mengajak Rio untuk kerja kelompok nantinya.

⭐️⭐️⭐️

Waktu istirahat adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh banyak murid, dan ketika bel istirahat berbunyi, banyak murid akan bernafas lega karenanya. Mata yang tadinya mengantuk kembali segar, dan tubuh yang tadinya lemas kini kembali bersemangat. Apalagi saat melihat guru yang mengajar sudah keluar dari dalam kelas, menambah kebahagiaan bagi para murid.

"Akhirnya istirahat jugaaa," Nabila berseru senang sambil meregangkan otot-otot jarinya yang pegal sehabis mencatat. "Tangan gue pegel semua karena banyak nyatet." Ia lantas menutup buku tulisnya, meletakannya sembarangan lalu bersiap untuk ke kantin.

Maudy yang melihat kelakuan temannya itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu seneng banget kalo denger bel istirahat."

"Iyalah! Bel istirahat adalah surga dunia bagi gue. Udah ah! Gue mau ke kantin dulu. Bye Maudy." setelah merapikan mejanya, Nabila segera menyusul rombongan Nike yang sudah berjalan keluar kelas.

Setelah Nabila keluar, Maudy memilih untuk membuat kerangka tentang tugas kelompok yang diberikan Pak Edi tadi. Namun ditengah kegiatannya itu, Maudy menolehkan penasaran pada tempat duduk Rio dan langsung mengernyit saat tahu jika cowok belum juga kembali sejak tadi.

Sebenarnya kemana cowok itu? Kenapa tidak juga kembali dari tadi? Apa dia kabur dari sekolah? Rasanya tidak mungkin jika Rio kabur, karena tas dan juga peralatan sekolahnya masih ada di kelas. Batin Maudy terus bertanya-tanya mengenai di mana Rio berada saat ini.

Akhirnya karena penasaran, Maudy pun memilih bertanya pada salah satu teman sekelasnya. "Sigit, kamu tahu nggak Rio kemana? Soalnya dari tadi dia nggak balik lagi ke kelas." tanya Maudy pada Sigit—si cowok berkaca mata penggemar Umaru Chan.

"Gue nggak tahu, Dy. Tapi tadi gue sempat liat dia jalan ke arah belakang sekolah deh."

"Oke. Makasih, Sigit." Maudy lantas tersenyum, yang di balas Sigit dengan senyuman pula.

Cewek itu kemudian menutup buku tulisnya dan berdiri. Berjalan keluar menuju area belakang sekolah. Entah kenapa, ia sangat penasaran dengan apa yang membuat Rio tak juga kembali sejak tadi.

Sampai di belakang sekolah, Maudy akhirnya menemukan Rio tengah tertidur sambil menyandar pada batang pohon. Cowok itu terlihat sangat lelap dalam tidurnya, hingga tak menyadari jika Maudy sudah berjongkok di sampingnya.

"Pantes aja nggak masuk kelas lagi. Nggak tahunya malah tidur di sini,"

Lelah berjongkok, Maudy akhirnya memilih untuk duduk berselonjor menghadap ke depan, tepat di mana banyak ilalang yang tumbuh di sana. "Tidurnya juga nyenyak banget. Suasananya sih sejuk gini," gumam Maudy pelan sembari menikmati hembusan angin yang menerpa helai rambutnya.

Untuk menghabiskan waktu istirahat, Maudy memetik bunga dandelion, kemudian meniupnya. Butiran-butiran dandelion mulai berterbangan ke udara, mengikuti arah angin yang membawanya terbang.

Kadang Maudy ingin seperti dandelion, bisa terbang dengan ringan mengikuti arah angin, tanpa memikirkan beban berat apa yang akan terjadi kedepannya, lalu mendarat di tempat yang baru dan mulai tumbuh lagi.

"Bye dandelion. Tumbuh yang cantik ya," ucap Maudy pada butiran dandelion yang mulai terbang menjauh.

Lalu perhatian Maudy teralihkan pada satu butir dandelion yang terbang ke sampingnya dan mendarat tepat di kening Rio. Ia berniat mengambil dandelion itu dari kening Rio, tapi sebelum itu terjadi, Rio sudah lebih dulu mencekal tangannya.

"Mau ngapain lo?!"

"Eh, kamu bangun? Maaf, aku nggak bermaksud ganggu tidur kamu, tadi cuma mau ngambil itu," Maudy menunjuk kening Rio. "Ada dandelion."

"Lo ngapain ada di sini?! Gangguin tidur gue aja!" Rio menghempaskan tangan Maudy. Lalu tanpa merasa bersalah, cowok itu langsung berdiri dan pergi begitu saja.

Sementara Maudy hanya bisa menatap kepergian Rio dengan bibir mencebik. "Dia kok kasar banget sih. Mana marah-marah terus lagi," gumam Maudy sambil mengusap pergelangan tangannya, lalu berdiri menepuk-nepuk roknya untuk membersihkannya dari debu yang menempel. Setelah itu ia langsung bergegas menuju kelas saat bel masuk iatirahat berbunyi.

TBC

Qotd : dari chapter ini, bagian mana yang kalian suka?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro