5. Rencana Kerja Kelompok

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kamu tidak tahu, kata-kata yang kamu anggap sepele, ternyata bisa sangat berarti bagi orang lain.
-M-

Rio tadinya ke kantin hanya ingin membeli air minum, tapi baru saja sampai di ambang kantin langkahnya terhenti ketika melihat Maudy yang tengah berusaha meminta maaf pada seorang cewek di depannya. Dari seragam cewek itu terlihat kotor, Rio langsung tahu apa yang tengah terjadi. Tapi ia memilih untuk tidak peduli. Ia mengerdikkan bahu lalu melanjutkan langkah untuk membeli air minum. Terus berusaha untuk tidak peduli. Tapi lama-lama telinganya terasa panas ketika mendengar bentakan demi bentakan yang dilayangkan untuk Maudy.

Dan sebelum logikanya berpikir, kakinya telah lebih dulu membawanya untuk berdiri di belakang Maudy dengan satu tangan menggenggam botol air mineral.

"Mulut lo kayak nggak pernah di sekolahin." ucap Rio sambil melirik Maudy yang berdiri kaku di depannya, lalu beralih menatap cewek di hadapan Maudy yang menatap sinis pada Rio.

"Diam lo! Gue nggak ada urusan sama lo, ya! Jadi nggak usah ikut campur," ucap cewek itu, yang baru Rio ketahui sebagai kakak kelasnya--melihat dari lambang kelas yang ada di seragam cewek itu.

"Gue emang nggak punya urusan sama lo," Rio melangkah maju dengan perlahan sambil menatap sekilas pada kakak kelasnya itu yang baru ia tahu bernama Ratu. "Tapi kata-kata lo udah keterlaluan. Dan gue nggak suka itu,."

Mendengar ucapan Rio itu tentu saja membuat si kakak kelasnya itu terkekeh lalu beralih menatap Maudy dan Rio bergantian. "Oh jadi sekarang lo mau jadi pahlawan buat cewek nggak tahu diri ini?"

Kemudian tawa dari beberapa orang di kantin mulai terdengar, membuat Maudy diam-diam menundukkan kepalanya, lalu perlahan Maudy menarik ujung seragam Rio, meminta cowok itu berhenti agar tidak semakin menarik perhatian. "Rio...udah jangan berantem." ucapnya pelan, tapi Rio masih mengabaikannya.

"Tapi gue yakin, lo pasti bakal nyesel belain kalo tahu dia siapa." Ratu lantas melirik Maudy singkat, memberikan pandangan yang meremehkan.. "Dan buat lo, hari ini lo bisa aja lolos. Tapi lain kali gue nggak akan lepasin lo semudah ini. Inget itu!" ucap si kakak kelasnya itu sambil menunjuk ke arah Maudy sebelum berbalik pergi dari sana.

Rasanya Rio ingin berdecih melihat Ktingkah Ratu saat menunjuk Maudy. Dan seakan belum cukup, Kakak kelasnya itu juga melemparkan tatapan tajam padanya, yang tentu saja ia balas dengan tatapan tak kalah tajam. Pandangan Rio kemudian tertuju pada keadaan kantin, nebyadari jika seisi kantin menatap ke arahnya. "Lo semua liatin apa ha?!" sentak Rio pada beberapa siswa yang memandang ke arahnya. Ck! Sial! Seharusnya tadi ia tidak perlu menolong Maudy. Toh, itu juga bukan urusannya. Tapi entah kenapa kakinya malah membawanya ke sini.

"Um...Rio...makasih udah--"

"Minggir lo!"

"Eh, tapi--"

Kesal. Rio akhirnya sedikit mendorong tubuh Maudy ke samping dan berlalu melewati cewek itu begitu saja karena malas berurusan lebih jauh dengan Maudy.

"Rio...tunggu."

Rupanya cewek itu masih tidak mau menyerah juga. Ia masih saja berjalan mengikuti langkah cepat Rio yang ada di depannya, benar-benar hal yang membuat Rio kesal.

"Rio--"

"Mau apa lagi sih?!" Rio tiba-tiba saja berhenti. Cowok itu memandang Maudy tajam. Jelas sekali ia tidak suka melihat Maudy mengikutinya, tapi sepertinya cewek itu tak cukup mengerti.

"Aku cuma mau bilang makasih, karena kamu udah nolongin aku tadi,"

"Udah 'kan?" ia bertanya. "Jadi berhenti ikutin gue!"

Merasa tak ada pilihan, Maudy akhirnya mengangguk pelan. Cewek itu hanya berdiri diam di koridor, menatap punggung Rio yang berjalan menjauh.

⭐️⭐️⭐️

Ketika bel sekolah berbunyi nyaring dan murid-murid lain berhamburan keluar, Maudy masih berdiam di kelas bersama dengan Nabila, Nico, Cindy...dan Rio--yang saat ini masih tertidur di bangku belakang. Cowok itu tidur setelah istirahat tadi dan belum juga bangun sampai bel pulang berbunyi. Maudy sebenarnya ingin membangunkan Rio, tapi takut cowok itu akan marah lagi.

"Siapa yang mau jadi ketua kelompok kali ini, Dy?" tanya Cindy yang saat ini duduk bersedekap di kursi depan Maudy.

Maudy nampak berpikir sejenak, lalu menoleh menatap Nico. "Nico, gimana kalo kamu aja yang jadi ketuanya? Karena kamu 'kan cowok."

Nico yang sebelumnya tengah memainkan ponsel langsung mengangkat pandangannya, tampak tak setuju dengan ucapan Maudy barusan.. "Ogah! Gue nggak mau jadi ketua."

"Lo gimana sih, Nic. Cowok tuh harusnya jadi ketua. Jadi ketua aja nggak mau, gimana mau jadi imam buat bini lo nanti!" kali ini Nabila yang berbicara. Cewek itu memang sedikit tidak suka dengan Nico, yang menurutnya selalu seenaknya.

"Eh! Kalo cuma karena gue cowok, kenapa nggak lo suruh tuh anak baru buat jadi ketua?" Nico menunjuk Rio dengan dagunya. "Lo lupa kalo dia juga cowok?"

"Bilang aja kalo lo nggak bisa jadi ketua. Dasar cemen lo!"

"Lo ngatain gue cemen, sedangkan lo sendiri bisa nggak jadi ketua? Jangan bisanya cuma nunjuk-nunjuk orang aja!"

Kali ini Nabila terdiam. Hanya memandang Nico dengan pandangan kesalnya. Ish!

"Udah dong, kenapa jadi pada berantem gini, sih? Ya udah, kalo gitu aku aja yang jadi ketuanya." ucap Maudy akhirnya.

"Kenapa nggak dari tadi sih ngajuin diri?"

"Kan aku mau nanya dulu, kali aja kalian ada yang mau jadi ketua."

Nabila mendengus, masih sedikit kesal dengan ucapan Nico tadi. "Jadi kapan kita mulai kerja kelompoknya?"

"Gimana kalo lusa? Kan lusa kita libur."

"Yah, Dy. Gue nggak bisa kalo lusa, gue ada acara sama keluarga." ucap Cindy menyesal.

"Ya udah kamu nggak usah ikut, biar kamu sumbangan dana aja. Gimana? Mau nggak?"

"Oke!"

Maudy tersenyum. "Jadi deal, ya? Lusa kita langsung ke pasar buat wawancara. Kita kumpul di sekolah, ya? Jam 9."

"Siap!" ucap Nico dan Nabila serempak. Mereka saling berpandangan dan langsung menoleh ke arah lain dengan eskpresi kesal.

"Udah ah! Gue mau pulang dulu!" Nabila berdiri, menyandang tasnya. "Bye, Maudy." lalu berlalu keluar kelas bersama Cindy dan Nico di belakangnya.

Setelah ketiga temannya sudah keluar kelas, Maudy kembali menolehkan kepalanya ke belakang. Mengamati Rio yang masih tertidur pulas tanpa ada tanda-tanda akan bangun.

"Bangunin nggak, ya?" gumam Maudy pelan. Satu sisi ia ingin membangunkan Rio, tapi takut. Dan jika ia meninggalkan cowok itu, ia merasa tak enak hati. Bagaimana jika cowok itu terkunci di kelas? Kan gawat!

"Bangunin aja, deh. Nanti dia malah ketiduran sampai sore lagi," ucap Maudy pada akhirnya. Ia menyandang tasnya, lalu berjalan pelan ke bangku Rio tanpa menimbulkan suara. Namun setelah berdiri di samping Rio, Maudy mendadak merasa ragu. Ia mengulurkan tangannya hendak menyentuh bahu Rio, namun sebelum sempat menyentuh bahu cowok itu, Maudy kembali menarik tangannnya. Terus seperti itu hingga lima kali.

"Lo itu kenapa, sih?" mata Rio perlahan-lahan terbuka dan memandang Maudy sayu, lalu menegakkan tubuhnya dan menguap lebar sambil mengacak rambutnya.

"Um itu....tadi aku mau bangunin kamu. Soalnya udah bel dan yang lain juga udah pada pulang."

"Sekarang gue udah bangun, terus kenapa masih di sini?"

"Aku juga mau ngasih tahu, kalo lusa kita udah mulai kerja kelompok. Kumpul jam 9 di sekolah, baru abis itu langsung ke pasar." jelas Maudy.

"Udah? Jadi lo bisa pergi sekarang."

Maudy mengangguk lalu berbalik dan melangkah keluar kelas. Cewek itu berjalan pelan menyusuri koridor atas, menuruni tangga dan berjalan lagi di koridor bawah. Maudy tersenyum ketika merasakan semilir angin siang menerpa wajahnya, menyebarkan kesejukan baginya. Bahkan sampai tak menyadari jika Rio berjalan tanpa suara di belakangnya, mengamati setiap gerak-gerik Maudy. Dari mulai cewek itu melangkah ringan hingga tersenyum tanpa beban.

Krak!

Mendengar bunyi botol plastik yang diinjak, Maudy langsung berbalik dengan cepat. "Astaga, Rio. Aku pikir siapa tadi," ucapnya lega. Ia sempat berpikir yang tidak-tidak tadi. Berpikir jika itu ia tengah diikuti oleh psikopat gila yang mengincarnya. Ya Tuhan! Maafkan pemikirannya barusan, itu mungkin efek terlalu sering menonton film.

"Lo pikir gue setan?"

"Bukan. Aku pikir tadi aku lagi diikutin sama orang gila," ucap Maudy jujur.

Rio mendengus keras, lalu berjalan melewati Maudy untuk menuju parkiran. Bisa ia rasakan jika cewek itu mengikutinya di belakang. Ingin rasanya ia berteriak pada cewek itu untuk tidak mengikutinya, tapi tidak jadi ketika ia ingat jika Maudy ingin mengambil sepeda. Dan itu artinya tujuan mereka sama, yaitu parkiran.

"Hati-hati di jalan, Rio." ucap Maudy tanpa menoleh, sebab cewek itu tengah membuka kunci sepedanya.

Mendengar itu tentu saja membuat Rio terpaku. Cowok itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya tersadar dan cepat-cepat menggunakan helm-nya. Sebelum ia menjalankan motornya pergi dari sana, Rio kembali menatap ke arah Maudy yang tengah memundurkan sepeda. Ia kemudian menatap lantai dibawah kakinya dan menendang batu yang sedikit besar di dekat kaki Maudy. Baru setelah itu ia benar-benar menjalankan motornya setelah memastikan batu itu tak akan membuat Maudy tersandung.

Tbc...

Gimana menurut kalian part ini?

Tolong komen ya kalo ada kesalahan, biar bisa diperbaiki. Thank you 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro