Chapter 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Flashback On ....

Setahun yang lalu...

Di suatu tempat gedung sekolah lama. Di salah satu ruangan berukuran besar dan luas. Tujuh orang bertudung hitam dan sebuah topeng tengkorak berdiri di atas pilar. Di bagian tengah terdapat simbol pentagram warna hitam. Aroma bunga Amarillys menyeruak di seluruh ruangan.

"Tujuh! Kenapa kau melanggar aturan?!"

Suara seorang pemuda mengawali pertemuan ini. Tujuh yang dimaksud hanya terdiam.

"Pengkhianat!" sindir suara lembut tetapi menusuk.

Tujuh tetap terdiam. Ia sudah melakukan kesalahan dan... ia belum mencari sang pengganti.

Seseorang di sebelah Tujuh tampak khawatir di balik topeng. Ia tidak ingin Tujuh mendapatkan hukuman yang artinya mengantarkan nyawanya sendiri.

Empat menguap kecil. Pertemuan ini sungguh membosankan. Lebih baik ia tidur nyenyak di atas kasur empuk. Nikmatnya.

Blaarr!!!

Sosok Tujuh tiba-tiba tersambar oleh petir. Entah darimana petir itu muncul, padahal ruangan ini sangatlah tertutup.

"Ahh!"

Tujuh terjatuh dari atas pilar. Bau gosong tercium dari tubuhnya sendiri. Kini ia berada di tengah-tengah simbol pentagram.

Topeng tengkorak yang ia pakai terlepas. Rambut hitam pendek terlihat jelas. Ternyata sosok di balik inisial Tujuh adalah perempuan.

"Sepertinya ... hukumanku telah di mulai," ucap Tujuh lirih.

Tujuh mencoba berdiri. Tetapi sesuatu benda tajam beruncing menembus perut. Ia melihat ke arah tombak, senjata yang menembus.

Tujuh memuntahkan darah segar. Ia jatuh berlutut. Kelopak-kelopak bunga Amarillys berjatuhan dari atas.

"Aku ... sudah melakukan yang terbaik," ucapnya lirih.

Butiran air mata menetes perlahan. Ia sudah tak bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Ia melirik singkat sosok berinisial Enam. Ia memberikan senyumannya terakhir.

"Sampai jumpa ...."

Enam menghela napas terakhir. Ia tewas dalam keadaan tubuh penuh luka bakar dan tombak yang masih menancap di perut. Lambang hewan Kambing Pinkdi perut menghilang secara misterius.

Di sebuah ruang ilmu beladiri yang ada di lantai tiga. Seseorang tengah menjerit kesakitan. Ia memegangi perut yang terasa terbakar. Aroma bunga Amarillys tercium entah datangnya dari mana. Sebuah simbol berwujud hewan Kambing Pink tercetak di perutnya.

Keesokan paginya, ditemukan seorang mayat berjenis kelamin perempuan di atas atap sekolah. Kondisi tubuhnya penuh luka bakar akibat tersambar petir di saat hujan turun lebat. Seragam putih yang dikenakan korban di bagian depan perut dan belakang punggung bolong.

Flashback Off ....

🌺🌺🌺🌺🌺

"Bosan," gumam Key.

Kini ia masih berada di perpustakaan. Rencananya kedua mayat Fia dan Rima akan ditaruh di gedung aula sekolah.

Di perpustakaan hanya tersisa Key, Elin dan Yuma. Mereka mencari sebuah petunjuk atas kematian teman-teman.

"Hmm ... aku tidak menemukan apapun."

Yuma membetulkan posisi kacamata. Sebuah tato terlihat di pergelangan tangan, tetapi ia cepat-cepat menyembunyikan.

Key tersenyum miring. Ia menyandarkan tubuh di bangku. Sebotol air mineral sudah tersisa setengah.

"Lebih baik kita bawa mayat-mayat ini ke gedung aula sekolah sekarang. Aku ingin mencari keberadaan Raka-nii."

Key menjilati bibir kecil. Bulu kuduk Elin meremang melihat tingkah laku Key. Ia lebih mendekati diri di samping Yuma.

"Ada apa?" tanya Yuma tajam.

"Ti-tidak ... hanya saja aku sedikit takut," jawab Elin.

Suasana di perpustakaan mendadak berubah menjadi dingin. Elin menggigil kedinginan. Ia menepuk dirinya untuk mencari kehangatan.

"Elin, kau kenapa?" tanya Key datang menghampiri.

"Di-dingin sekali," jawab Elin gemetaran.

Padahal suhu AC di ruangan 25 derajat Celcius, tetapi Elin semakin merasa kedinginan. Yuma menarik tubuh Elin. Ia dekap Elin dari belakang.

"Yu-Yuma," ucap Elin tersipu malu.

"Kau akan lebih baik," bisik Yuma.

Perlahan kelopak mata Elin tertutup. Elin berusaha untuk membuka. Namun, kedua mata mulai tertutup rapat. Pandangan Elin menjadi kabur dan ... ia tak sadarakan diri.

"Elin! Sadarlah!" seru Key mengoyangkan kedua bahu Elin.

"Aku ... juga merasa ngantuk."

Yuma pingsan. Tubuh Elin dan Yuma jatuh berbarengan. Key tak mampu menahan dan ia juga mulai tak sadarakan diri.

"K-Kau."

Ketiga murid kelas 2-E tiba-tiba pingsan di perpustakaan. Suhu AC di ruangan berubah menjadi 20 derajat Celcius.

🌺🌺🌺🌺🌺

"Aku menolak!"

"Hei, kau tak boleh egois!"

"Egois? Kaulah yang egois!"

Plakk!!!

Sebuah tamparan membekas di pipi Fuyu. Fuyu memegang pipi yang memerah dan sedikit nyeri. Ia menatap tajam sang pelaku.

"Apa?!"

Fuyu meludah mengenai seragam yang dikenakan Hime. Hime geram. Ia sudah melayangkan satu tamparan kembali, tetapi sebuah tangan menghentikan aksinya.

"Kau!" geram Hime.

"Jangan pernah tangan kotor ini menyentuh wajah cantik adikku lagi!"

Fikri menghempaskan tangan Hime kasar. Ia tidak peduli melakukan kekerasan kepada seorang perempuan. Jika itu menyakitkan adik kembarannya, ia takkan pandang bulu.

Hime mundur tiga langkah. Ia mengambil sebuah botol dari saku baju. Ia semprotkan tangan dengan alkohol 70%.

"Menjijikan!" ejek Hime dengan mimik wajah ingin muntah.

"Hmm ... pergi dari hadapanku sekarang!" marah Fikri. Ia langsung membelai pipi kanan yang meninggalkan jejak bekas tangan.

"Maafkan aku telat menolongmu," ucap Fikri merasa bersalah.

Fuyu tersenyum kecil. Ia bersyukur memiliki kakak seperti pemuda di depannya. Biarkanlah pertemanan tak sehat ini berakhir, setidaknya ia masih bersama-sama dengan Fikri.

"Terima kasih, Onii-chan."

Hime menatap tajam kedua anak kembar. Ia akan membuat perhitungan dengan mereka.

"Akan kubalas penghinaan ini! Tunggu saja!"

Hime pun pergi meninggalkan si kembar. Sebuah seringai kecil terukir saat ia mulai menjauh.

🌺🌺🌺🌺🌺

Bzztt!!

Seseorang baru saja tersetrum. Bau gosong terbakar tercium menyengat sekali berasal dari tubuhnya.

"Sa-sakit sekali," ucap orang itu.

Ternyata ia adalah seorang gadis berambut merah panjang. Ia terduduk lemas. Beberapa luka bakar di area tangan, kaki, wajah dan bagian dalam tubuh yang tertutupi seragam sekolah.
.
.
.

Sekilat bayangan satu tahun yang lalu tersimpan bagai kaset. Di mana ia hanyalah seorang gadis pemalu. Ia tak berani untuk berbicara terlebih dahulu, apalagi dengan seorang laki-laki. Wajahnya pasti sudah bersemu merah bagai tomat busuk.

Hingga akhirnya gadis itu mendapatkan seorang teman. Gadis berambut cokelat panjang terurai dan kedua pita di masing-masing sisi.

"Hai, aku Sura. Salam kenal, kamu?"

"Sa-saya ... *****."

"Wah! Kamu imut sekali!" seru Sura mencubit kedua pipi gadis itu.
.
.
.

"Aku tidak ingin mati."

Gadis itu menghembuskan napas terakhir. Sebuah asap keluar dari dalam mulut seperti seorang perokok.

Selamat tinggal 😊 ....

🌺🌺🌺23🌺🌺🌺

Brakk!!!

Tubuh Ren terdorong hingga menubruk meja di belakang. Pipi lebam dan mata kiri yang bengkak.

Bugh!!

Ren memutahkan air dari mulut. Perutnya baru saja di pukul keras. "Kau!" geram Ren.

Satu pukulan kembali datang dari atas. Ren berhasil menghidari pukulan kali ini.

"Lebih baik kau serahkan itu!" seru seseorang misterius.

🌺🌺🌺23🌺🌺🌺

{02/03/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro