Chapter 23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pandangan Rie ....

Rie telah sadar. Hal terakhir yang ia ingat adalah ... sosok Abil!

"Tidak! Abil dalam bahaya!"

Suara langkah kaki menggema dari arah belakang. Rie reflek membalikan badan. Kedua iris mata melebar akibat terkejut.

Sosok Abil berdiri dengan raut bahagia di depannya. Rie tak mengerti maksud dari ini semua.

"Rie ...," panggil Abil tersenyum tipis.

Abil maju sebanyak tiga langkah kaki. Kini hanya berkisar beberapa centimeter antara ia dan Rie. Ia melambaikan tangan tepat di wajah Rie yang menatap dirinya intens.

"Ada apa Rie?" tanya Abil bingung.

"Ka-kau bukankah sudah tewas terbunuh," ujar Rie tak percaya.

Rie menampar pipi kanan kiri bergantian. Bekas telapak tangan berwarna merah menghiasi kedua pipinya. Rasa sakit tak sebanding dengan keterkejutannya. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, tubuh Abil berlumuran darah dan aroma bunga Amarillys yang menelisik hidung.

"Hmpph!"

Abil cemberut. Ia mencubit kedua pipi Rie kesal dan gemas. Ia berhenti melakukan aksi itu setelah tangannya ditepis lembut.

"Ma-maafkan aku!"

Rie langsung mendekap erat tubuh kecil Abil. Abil hanya diam tanpa membalas. Seringai tipis terukir di kedua sudut bibir.

"Kau telah membunuhku, Rie!" bisik Abil.

Degh!

Reflek Rie melepaskan dekapan itu. Ia tak menemukan keberadaan Abil di depannya. Ia mencari-cari tapi tak membuahkan hasil.

"Apakah itu hanyalah ilusi?"

"Kau telah membunuhku!"

Tiba-tiba sosok Rie muncul tepat di depan wajahnya dalam keadaan tergantung. Sontak Rie terkejut dan ... ia terbangun dari mimpi buruknya.

Peluh keringat membasahi muka. Segelas air putih dicondongkan ke arahnya. Rie menelusuri lengan berkulit putih. Dan ternyata itu adalah ... Raka.

"Kau sudah lebih baik?" tanya Raka khawatir.

Rie diam. Ia melihat di sebelahnya ada Raka, Shia, serta Icha. Rasa takut masih menyelimuti hati. Ia dengan ragu mengambil segelas air putih dari tangan Raka. Ia teguk air putih hingga menyisahkan tetesan terakhir.

"Te-terima kasih," ucap Rie pelan.

"Syukurlah. Aku sangat khawatir kepadamu," sahut Shia.

Icha terdiam membisu. Semenjak kejadian di kolam renang tertutup ia menjadi banyak diam. Reputasi sebagai aktor terasa runtuh dan tak berguna lagi.

"Aku di mana?" tanya Rie.

Semenjak ia tak sadarkan diri mendadak serta terbangun dengan mimpi buruk, membuat ia takut dan was-was.

"Hmm ... ada di ruang kelas," jawab Raka seadanya.

Icha mendengus kesal. Ia harus memikirkan cara agar mendapatkan kepercayaan dari mereka.

"Aku izin ke toilet."

Sebelum mendapat jawaban, Icha sudah menghilang bagai ditelan bumi. Shia tertawa kecil melihat kelakuan aneh temannya itu. Ia melanjutkan memakan kripik kentang.

"Kau mau?" tawar Shia.

"Ti-tidak," tolak Rie.

"Oke."

🌺🌺🌺🌺🌺

Rizal baru tersadar. Ia mencium sisa obat bius yang membuat ia pingsan. Ia mencari sesuatu dan bernapas lega. Perlengkapan miliknya masih lengkap, tak ada barang atau alat hilang sedikitpun.

"Aku di mana?" tanyanya.

Sebuah lampu cukup menerangi dirinya dan ruangan di dalam. Namun, Rizal masih tak mengerti kenapa ia bisa ada di sini.

Srekk!!

"Sekarang kau ada di gedung sekolah lama," jawab suara lembut di balik bayangan.

Gadis bersurai cokelat dengan kedua pita yang berada di masing-masing sisi rambut. Ia terlihat memiliki tubuh ideal dan perawakan cantik.

"Kau Za---"

"Zahra."

Zahra memotong perkataan Rizal. Ia memposisikan diri agar sejajar dengan Rizal yang tengah duduk di lantai.

"Kenapa kau bisa ada di sini? Lalu siapa yang membawa kita kemari?"

"Stop!" seru Zahra.

Rizal mengerjapkan mata dan memasang wajah polos. Zahra menepuk keningnya pelan. Ingin rasanya ia memukul muka Rizal yang mirip anak kucing terbuang.

"Apa?!" bentak Zahra. Ia membuang muka asal.

Tatapan Rizal seolah menuntut sebuah jawaban. Penyelidikan miliknya harus berhasil dan berjalan semaksimal mungkin untuk menemukan sang pelaku keji.

"Baiklah-baiklah." Zahra mulai menjelaskan dari awal ia diculik hingga terdampar di sini. Rizal mencatat semua penjelasan Zahra dengan cermat.

"Terima kasih atas partisipasi dan keterangan anda. Ini merupakan hal bermanfaat bagiku dan kita semua, atau murid kelas 2-E yang tersisa."

Rizal menutup buku catatan kecil. Ia tersenyum lebar penuh kemenangan. Aura semangat membara keluar menyinarinya.

"Oke. Sebaiknya kita cari jalan keluar dari sini," ujar Zahra. Ia benci dengan udara pengap dan hawa yang membuat tubuhnya menggigil.

"Hmm ... Kita akan mencari jalan keluar tanpa berpisah atau berpencar," balas Rizal mengacungkan jempol.

Mereka pun mulai mencari celah dan jalan keluar. Sepertinya hal itu akan memakan waktu cukup lama.

🌺🌺🌺🌺🌺

Flashback On ....

Terakhir kalinya Lemon bersama-sama dengan Sura dan Hanaru. Mereka menyiapkan makan siang dan makan bersama di kantin. Dilanjutkan saling mengejek satu sama lain, hingga berakhir dengan saling mengejar.

Lemon berlari terlalu jauh sampai ia berpisah dengan teman-temannya. Ia memposisikan diri dengan kedua kaki ditekut. Nafas terasa habis, ia mencoba menghirup nafas sebanyak-banyak agar pasokan oksigen terkumpul di paru-paru.

"Huh ... melelahkan sekali ...."

Lima menit telah berlalu, Lemon memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon rindang dekat belakang sekolah. Awalnya ia takut sendirian di sana, tetapi rasa lelah dan hembusan angin sepoi membuat ia terlena.

"Damainya."

Perlahan kelopak mata Lemon mulai menutup. Hembusan angin dan sejuknya di bawah pohon rindang membuat ia mengantuk. Saat kedua mata akan tertutup rapat tiba-tiba ....

Drrtt!!

Ponsel merah Lemon berdering menandakan ada satu pesan baru masuk. Spontan kedua kelopak mata Lemon terbuka lebar. Ia berdecak kesal merasa momen santainya tergganggu.

From :081xxxxxxxxxxx

'Waktumu lebih baik bersantai di alam baka. Sekarang giliranmu untuk menikmati detik-detik terakhir kehidupan. Selamat tinggal ... Lemon'😊

Degh!!

Kedua tangan Lemon terkepal erat. Ia tidak takut, tetapi suasana di sekitarnya terasa mencekam. Burung-burung gagak seakan bernyanyi untuk kematiannya. Aroma bunga Amarillys tercium semerbak. Dan ... ternyata bunga Amarillys tertanam di sebelah kanan pohon tempat ia beristirahat.

"Tidak!"

Lemon berdiri tegap. Ia menginjak-injak bunga Amarillys sampai tak berbentuk. Ia mulai pergi meninggalkan tempat tersebut.

Namun, seluruh tubuhnya kaki. Iris mata merah melebar sempurna. Ia tidak bisa bergerak sama sekali.

"Kwakk!!"

Burung-burung gagak berterbangan di atas langit tepat di bawah Lemon berdiri. Butiran air mata ketakutan menambah suasana hawa kematian.

🌺🌺🌺🌺🌺


Ponsel merah Lemon kembali berdering. Sebuah lokasi terkirim di ponselnya. Kaki Lemon mulai berjalan mengikuti arah GPS tanpa ia gerakan sendiri. Seakan dirinya seperti robot yang menggunakan remot untuk mengontrol dirinya.

Semakin lama lokasi yang telah ditentukan sudah dekat. Lemon kini berada di dekat gedung sekolah lama. Di sana ada sebuah bangunan tempat khusus listrik.

Lemon membuka sebuah kotak besi persegi panjang. Di sana tertera tanda simbol listrik dan tulisan berbahaya. Ia membuka kotak besi tanpa ia mau.

Beberapa kabel dengan variasi warna berbeda saling menyambung satu sama lain. Lemon memegangi salah satu kabel listrik berwarna merah seperti rambutnya.

Bllttzz!!

Percikan listrik kecil menyentuh jari-jari Lemon. Rasa seperti tergelitik tak membuat Lemon berhenti menarik-narik kabel warna merah. Setelah berhasil, ia mulai hal yang sama dengan kabel-kabel lainnya.

Bllttzz!!

"Arghh!!"

Tercium bau hangus terbakar dan gosong. Seluruh jari-jari Lemon melepuh. Hal itu membuat efek mengenai langsung organ pernapasan. Paru-paru seakan terjepit hingga Lemon kesulitan untuk bernapas.

Kulit di seluruh tubuh berubah warna menjadi biru. Lemon tetap melakukan aksi mencabut kabel-kabel listrik hingga ia terpental menabrak sebuh pohon di belakang. Kejutan listrik membuat ia terpental secara tak langsung.

"Sura ... maaf ... aku ... selama ... ini ... telah ... membohongimu."

Air mata Lemon menjadi kering. Bau gosong dan terbakar bercampur dengan aroma bunga Amarillys yang tiba-tiba terjatuh dari atas pohon mengenai pucuk kepala. Luka-luka bakar terbuka dan seragam Lemon terkoyak.

"Aku ... sudah ... tak ... kuat ... lagi ...."

Hembusan napas terakhir kalinya menjadi pertanda bahwa Lemon telah meninggal dunia.

'Selamat tinggal ... Lemon 😊'

Flashback Off ....

🌺🌺🌺23🌺🌺🌺

{04/03/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro