Sebuah Kenangan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



Ketika itu sumpah pernikahan belum diucapkan. Berdua berpiknik, menikmati akhir pekan di tepi danau di sebuah taman.

Cuaca cerah awal musim panas. Langit terlihat biru luas terbentang dengan sedikit goresan putih awan di beberapa bagian. Angin berhembus pelan membawa aroma rumput, terasa sejuk menyegarkan.

Berbaring di atas selembar tikar, membentuk danau berombak dengan rambut pirang kemerahan. Menikmati sejuknya bayangan pepohonan. Beberapa kotak makanan, sebagian besar sudah habis dimakan—dibawa dengan sebuah keranjang besar dari rotan.

Seorang lagi seorang lelaki yang sedang menekuni sebuah buku di tangan. Sedikit di luar karakternya, pikir yang berambut pirang kemerahan. Namun judul buku yang kocak membuat teman berpikniknya memaklumi, apalagi karena di balik helai-helai ikalnya yang pirang, sesekali terdengar suara tawa cekikikan.

Satu-dua ekor kumbang berterbangan. Seekor dari mereka sempat mendekati bunga-bunga rumput di dekat situ, tetapi kemudian beralih pada saus manis dari sisa makanan.

"Jika kamu ada di surga, apa yang akan kamu tanyakan pada Tuhan?"

Tiba-tiba seorang dari mereka bertanya, sedikit mengejutkan. Entah dari mana gadis itu mendapat ilham. Sebelumnya dia hanya merebahkan diri di tikar karena kekenyangan, sembari bersenandung pelan.

"Apa yang membuatmu berpikir aku akan masuk surga?" tanya yang lain—masih terbawa tawa dari bacaan, segera setelah mendengarkan.

"...kau akan menanyakan itu pada Tuhan?" tanya si gadis itu lagi, heran.

"Tidak," jawab yang lelaki setelah terdiam sejenak. "Aku bertanya balik padamu," lanjutnya tanpa menutup bukunya, menjelaskan.

"Kau tidak ingin masuk surga?" Kali ini si gadis bangkit dari pembaringannya untuk memutar pandangan.

Untuk beberapa lama, keduanya saling bertatapan.

"...apa kau salah makan?" celetuk yang lelaki, mendadak melontarkan lelucon untuk memecahkan keheningan.

"Seharusnya tidak," lanjut yang lelaki, sembari mendapat hadiah dari yang perempuan--beberapa cubitan ringan. Kemudian sembari terkekeh dia menambahkan,"Karena aku juga menkonsumsi persis dengan yang kau makan."

Berkat kata-katanya itu dia kembali mendapatkan hadiah berupa beberapa pukulan sayang dan cubitan.

***

Gadis yang sama dengan yang saat itu kini sedang termenung di mejanya, dengan pandangan ke arah jalan. Namun matanya tidak benar-benar melihat satu pun pemandangan.

Entah bagaimana, gadis itu teringat kembali akan sebuah kenangan. Piknik pertama mereka yang diakhiri dengan lelucon dari percakapan. Saat itu pembicaraan mereka terasa lucu dan menggemaskan.

Namun sekarang dia sudah tidak lagi beranggapan begitu, entah sejak kapan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro