13. Menyelara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang dayang berjalan di koridor sepi sembari mendorong sebuah dorongan yang berisi beberapa macam piring yang ditutup dengan tudung saji. Ia berjalan dengan wajah tertekan seolah sedang berjalan menuju kematiannya sendiri.

"Ugh ... kenapa harus aku yang mengantarkan makanan-makanan ini untuk Yang Mulia Raja?" keluhnya dengan suara gemetar. Walau wajah sang raja merupakan wajah tertampan yang ada di kerajaan ini, tetapi sifat raja dirumorkan lebih parah dibandikan iblis. Mau tak mau, hal itu membuatnya takut. Akan tetapi, rumor yang mengatakan bahwa ia merupakan raja baik hati dan bijaksana juga santer terdengar.

Ia sama sekali tak tahu mana yang hanya sekadar rumor belaka dan mana yang merupakan kenyataan. Satu hal yang ia tahu, rumor bahwa sang raja merupakan pria tampan itu benar adanya. Ia pernah melihatnya sekali dari jauh dan itu pun ia sudah bisa melihat ketampanannya.

Begitu sampai di depan pintu berwarna putih gading dengan ukiran lambang kerajaan, dayang itu menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan guna menenangkan detak jantungnya. Setelah menurunkan sedikit iramanya, ia menaikkan tangan dan mengetuk pelan pintu tersebut.

"Masuk!" titah. Suaranya terdengar begitu lelah, tetapi sangat berwibawa di saat yang bersamaan.

Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, ia mendorong pintu hingga terbuka dan mendorong masuk dorongannya. "Saya membawakan makan malam Yang Mulia," ujarnya dengan suara bergetar.

Andi tak menjawab. Ia bahkan tak mengangkat kepalanya dari dokumen yang sedang ia baca. "Taruh di sana." Ia mengangkat tangannya, lalu menunjuk ke meja yang ada di tengah meja.

Dengan tubuh yang sedikit gemetar, dayang tersebut mematuhi perintah Andi. Andi sempat meliriknya sekilas dan menghela napas panjang setelahnya.

Mendengar helaan napas berat dari tuannya, dayang tersebut terpatung kaku.

"Kalau sudah selesai keluar saja," titah Andi—lagi-lagi—tanpa mengangkat wajahnya dari dokumen yang sedang ia baca.

"Ya? Ya, Yang Mulia," gagap dayang itu membuat Andi semakin kesal.

Andi membanting dokumennya dengan suara keras. Ia mengangkat wajahnya dan menatap tajam pada dayang tersebut. Tanpa sadar, dayang itu memekik kecil saat melihatnya. Wajah Andi yang lesu dan kusam bak rumput yang menyelara membuatnya kaget setengah mati.

"Keluar!" bentak Andi. Tanpa perlu dibuat kesal, ia pun sudah cukup kesal. Ia terjaga siang dan malam demi menyelesaikan gulungan dokumen yang menggunung berkat liburnya Cinta. Dan sekarang, ia menjadi semakin kesal karena dayang istana yang menunjukkan rasa takutnya begitu gamblang padahal ia tak melakukan apapun.

Rumor-rumor yang tak sepenuhnya salah itu sekarang terasa menjadi sangat menyebalkan. Ia menggeram marah dan memukul meja dengan suara keras. Dayang yang masih belum keluar itu langsung jatuh terduduk di atas lantai dengan tubuh yang gemetar hebat. Bahkan di kedua pipinya pun sudah terbentuk aliran sungai kecil. Wajahnya pias.

Andi mengela napas panjang. "Keluarlah!" ucapnya pelan. Kali ini, nada suaranya terdengar lembut. Tanpa menunggu amukan sang raja lagi, ia pun segera berlari keluar pontang-panting.





----------------
456.13122021
Yuhu..
Gak terasa udh hampir setengah perjalanan ke sini. Doain keywordnya g makin nyebelin yak

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro