Day 23 - Manai

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wiwid menggeliat di atas kasurnya, mengerang kecil dan membuka matanya perlahan. Di sebelahnya seorang pemuda menatapnya lembut, sebuah senyum hangat tercetak di wajah tampannya.

"Sudah bangun? Selamat pagi, Wid!" sapanya dengan suara baritonnya yang lembut.

Wiwid membeku. Ia menoleh ke arah kanan dengan cepat. Ia tak pernah merasa dirinya memasang alarm dengan suara bariton yang lembut. Matanya membulat sempurna saat menangkap sosok Anggara tengah berada di sebelahnya sembari tersenyum manis. Wajahnya memanai, ia segera menoleh ke arah pintu yang masih tertutup rapat.

Seolah tahu apa yang dirasakan oleh Wiwid. Anggara segera berdiri. Ia membuka kedua telapak tangannya dan meletakkannya di udara, seolah mengatakan 'tunggu'. "Wid, jangan panik. Aku baru sampai, kok. Lima belas menit yang lalu. Andi yang izinin aku masuk ke kamar kamu. Tenang," jelas Anggara buru-buru.

Sebelah alis Wiwid terangkat, tatapan curiga masih ia tunjukkan pada Anggara. Pemuda itu hanya bisa menghela napas pasrah. "Ya, udah kalau kamu gak percaya. Emang salahku yang sembarangan masuk kamar cewek yang lagi tidur. Tapi, sumpah demi apapun. Aku gak ngapa-ngapain kamu. Aku cuma lihatin wajah kamu yang lagi tidur dan ...." Ucapan Anggara yang terhenti membuat Wiwid menatapnya tajam.

Di dalam hati, Wiwid bersumpah. Jika pemuda itu melakukan hal-hal yang aneh bahkan sebentar saja, maka ia tak akan segan-segan mematahkan tangan pemuda itu. "Dan apa?" sergahnya galak.

Sebuah cengiran dihadiahkan oleh Anggara. Ia menggaruk tengkuknya salah tingkah membuat Wiwid gemas setengah mati. "Dan ... itu," gumamnya tak jelas.

Wiwid yang sudah kepalang kesal, segera mendorong dan mengunci tangan Anggara. Ia duduk di atas punggung Anggara dan memelintir tangan pemuda itu. "Dan apa? Cepat jawab!"

"Argh! Sakit, Wid. Aku gak ngapa-ngapain. Sumpah. Aku cuma nyium kening kamu. Maaf. Soalnya aku gak tahan. Kamu manis banget kalau lagi tidur. Kamu cantik."

Rasa panas menjalari wajah hingga ke telinga Wiwid. Jantungnya berdebar dengan kencang tanpa alasan yang jelas. Ia yakin bahwa saat ini wajahnya sudah semerah kepiting rebus. Tak ingin Anggara memergoki dirinya yang tengah tersipu malu, ia semakin menekan tubuh Anggara dengan kuat hingga pemuda itu berteriak kesakitan.

"Kenapa?" Pintu kamar Wiwid didobrak dengan kasar. Pintu yang terbuka itu segera menampilkan wajah panik Andi. Melihat sang adik yang tengah menduduki Anggara dan memelintir tangan pemuda itu, Andi segera merangsek maju.

Ia menarik Wiwid dari tubuh pemuda itu dan menatapnya tajam. "Kamu ngapain sih, Wid? Mau bunuh anak orang?"

Ditanyai seperti itu, tentu saja Wiwid tak terima. Ia mencibir pelan. "Kakak tanya aja sama cowok kurang ajar ini. Sebenarnya adik kakak itu siapa, sih? Dia atau aku?"

Gelak tawa menjadi jawaban dari pertanyaan Wiwid yang sangat kekanakan. "Kamu cemburu?" ejek Indah membuat wajah Wiwid kembali panas.

"Gak! Keluar dari kamarku!" Tak mau menanggung malu lebih jauh lagi, Wiwid memutuskan untuk mengusir semua orang dari kamarnya. Setelah mendepak semua orang dari kamarnya, Wiwid segera mengacir ke kamar mandi dan mengguyur kepalanya dengan air dingin.

"Kamu apain adik aku sampai dikunci kayak gitu?" Andi menginterogasi Anggara dengan tatapan curiga. Ia mengacung-agungkan pisau yang tengah digunakannya untuk memotong cumi ke depan wajah pemuda itu.

"Wah! Selow, Ndi. Aku gak ngapa-ngapain adik kamu, kok. Santai. Aku cuma lihatin dia tidur." Anggara berusaha mengelak dari acungan pisau tersebut. Ia tak bisa membayangkan betapa mengerikannya jika pisau itu tanpa sengaja tertancap di daerah lehernya jika Andi tahu bahwa ia telah mengecup adik kesayangannya itu. Pokoknya, Andi tak boleh mengetahui hal itu.

"Bohong, Kak. Dia bukan cuma lihatin Wiwid tidur. Dia tadi ..."

--------------------------
Ael, 566,231219

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro