19. Itxergyaz

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

(n.jalan (pintu) masuk ke suatu tempat, tambang bawah tanah, terowongan, jembatan, situs, dimensi lain, dan sebagainya.

*

Seperti dugaan Dyqna sebelumnya, tugas itu memang tidak mudah. Dyqna datang ke kantor pusat untuk menemui Qoun dan Pragt. Dia menceritakan garis besar rencana yang akan dilaksanakan dan sedikit latar belakang kisah di balik itu. Seperti bisa diduga, mereka mengernyit, saling menatap, dan memandang Dyqna seolah dia mendadak jadi gila. Pragt berusaha untuk tetap obyektif dan berjanji akan membantu menyampaikan hal itu pada parlemen.

Dyqna berpikir keras, siapa yang bisa membantunya dalam hal ini. Bicara dengan orang-orang di kantornya masih jauh lebih mudah. Setidaknya, mereka sudah mengenal Dyqna sekian lama, dan tahu bahwa gadis itu tidak mengada-ada. Namun, bicara pada orang-orang di parlemen dan Spatzen tentu berbeda. Mereka pasti mengira Dyqna benar-benar sudah gila karena harus kehilangan banyak hal dalam hidupnya sekaligus. Pacarnya, pekerjaannya, dan kepercayaan banyak orang. Dan Dyqna masih belum punya ide bagaimana cara mengomunikasikan hal itu pada orang-orang di Hertha-d.

Malam itu di kamarnya, Dyqna tidak bisa tidur. Waktu terus berjalan dan belum ada perkembangan berarti. Bila sampai waktu yang ditentukan nanti semuanya belum siap, Dyqna tidak tahu apa yang akan terjadi. Apakah Zsani dan kawan-kawannya yang lain akan pernah pulang? Apakah mereka akan selamanya tinggal di Hertha-d bersama Pax-148? Bagaimana dengan Nkhonye dan para dzajra, apakah mereka mau membukakan itxergyaz di lain waktu?

Hari berikutnya, Dyqna menemui Uxteth. Pria itu mengundangnya untuk makan siang bersama di rumahnya ketika Dyqna menelepon. Uxteth tampak menikmati hidupnya yang tenang bersama sang istri.

"Itu kisah yang sangat luar biasa, Dyqna. Tapi kamu tahu kan, aku sudah tidak punya kuasa apa-apa lagi?" ujar Uxteth setelah Dyqna menyelesaikan ceritanya.

"Aku tahu. Tapi Anda kan masih punya banyak teman di sana. Kepala Spatzen. Bukankah dia juga teman Anda? Setidaknya, maukah Anda mencoba berbicara padanya? Tidak perlu menjanjikan apa pun. Hanya membicarakannya," Dyqna memohon. Uxteth menghela napas sebelum menyanggupi permintaan Dyqna.

Sore itu, Dyqna menghubungi Irue. Dia menceritakan semua kejadian bersama Nkhonye dan Irue mendengarkan tanpa menyela. Setelah Dyqna menyelesaikan ceritanya, Irue tersenyum. Di mata Dyqna, Irue seolah terlihat puas. Entah karena apa. Dyqna menepiskan pikirannya. Bisa jadi dia cuma salah mengartikan. Irue berjanji akan membicarakan hal itu dengan suaminya nanti. Dyqna cukup lega mendengarnya. Selanjutnya yang bisa dilakukan hanya menunggu dan berharap. Dan itu sangat tidak enak. 

Sore hari berikutnya, Dyqna menghubungi Uxteth dan Irue, menanyakan hasil dari pembicaraan mereka. Namun, ternyata belum ada kabar menggembirakan. Seperti halnya orang-orang di kantor Dyqna, Kepala Spatzen maupun Eqqra tampak skeptis dan menertawakan gagasan Dyqna. Terlalu mengada-ada. Mustahil. Seperti dongeng. Dan mungkin berbagai kalimat lain yang mereka ucapkan tapi tidak diceritakan oleh Uxteth maupun Irue karena akan terlalu menyakitkan bagi Dyqna. Masih dua hari lagi dari waktu yang disepakati. Dyqna sudah bertekad akan pergi dan bicara langsung pada orang-orang parlemen maupun Spatzen bila sampai keesokan harinya mereka belum merespon dan bersiap-siap seperti instruksi Nkhonye.

"Apa lagi kali ini, Dyqna?" tanya anggota parlemen yang pernah datang ke kantor Dyqna waktu itu. Dia berdiri di lobi ketika melihat Dyqna memasuki gedung parlemen.

"Maafkan saya, Vehr. Apakah Anda punya waktu untuk bicara dengan saya sebentar saja?" Pria itu menghela napas sebelum akhirnya memberi isyarat pada Dyqna untuk mengikutinya.

"Nah, aku tidak bisa lama-lama. Cepat ceritakan apa maumu," kata pria itu setelah mereka berdua duduk berhadapan di ruangannya. Sebuah meja besar ada di antara mereka. Papan nama bertuliskan Jryal/Wakil Ketua II Parlemen Centrum ada di depan Dyqna.

"Saya ingin bertanya tentang rencana untuk besok, Vehr. Apakah parlemen dan Spatzen sudah mendengar tentang itxergyaz yang akan dibantu oleh Nkhonye dan para dzajra? Dan apakah semua sudah siap?" Dyqna langsung bertanya ke inti dan menganggap bahwa pria itu sudah mendengar dan setuju tentang rencana yang disiapkan Nkhonye. Pria itu tidak langsung menjawab. Dia menatap mata Dyqna lekat-lekat. Namun, yang bisa dilihatnya di sana adalah kejujuran dan keingintahuan yang menggebu.

"Aku sudah mendengar cerita itu. Eqqra yang menceritakan hal itu padaku. Dan tanggapanku ... sama seperti dia. Apa kamu serius, Dyqna? Apa kamu berharap kalau kami akan menelan mentah-mentah ceritamu dan menurut saja pada perintahmu? Setelah semua masalah yang kamu timbulkan sebelumnya?" Jryal mencondongkan tubuhnya ke depan. Dyqna kecewa. Dia yang tadinya bersemangat dan menggebu-gebu, seketika merosot.

"Tapi aku berusaha untuk obyektif. Aku tahu sebenarnya kamu tidak pernah bermaksud buruk. Jadi ... coba katakan padaku. Kenapa kami harus mempercayaimu sekarang ...," tambah Jryal sambil menyandarkan punggung di tempat duduknya.

"Saya tahu, saya memang sudah melakukan banyak kesalahan. Tapi saya tidak akan mengada-ada apalagi berbohong untuk masalah sebesar ini, Vehr. Ini tentang hidup dan mati. Tentang nyawa banyak orang. Di Glietzen dan di Hertha-d. Saya tidak akan berani mempermainkan hal itu." Dyqna mengucapkan kalimatnya dengan mata berkaca-kaca dan suara bergetar.

"Lanjutkan ...," kata Jryal.

"Saya berharap Anda memberi kami kesempatan untuk membuktikan niat baik kami. Kami sama sekali tidak ingin siapa pun celaka. Makanya, sekarang Nkhonye meminta bantuan dari para dzajra untuk membuka itxergyaz yang akan memungkinkan transport antara Glietzen dan Hertha-d dengan cepat. Tanpa harus menyakiti hyawa atau hewan manapun."

"Dan apakah kamu bisa menjamin keberhasilan dari itxergyaz itu? Bagaimana kalau ternyata gagal? Dan Nkhonye ini ... siapa dia? Kenapa kita harus mempercayakan nasib kita padanya?" 

Dyqna terdiam. Dia tidak mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu. Dia hanya berharap bahwa mereka akan melakukan semua yang perlu dilakukan tanpa banyak tanya. Namun, tentu saja dia salah. Orang-orang pasti akan mempertanyakan sosok wanita tua itu. Padahal, Dyqna sendiri belum tahu apa-apa tentangnya. Dia hanya tahu bahwa Nkhonye sangat tua, unik, tahu banyak tentang planet ini dan segala isinya, dan ... dia istimewa. Dia melupakan fakta bahwa tidak banyak, bahkan tidak ada, yang berinteraksi secara langsung dengan Nkhonye selain dirinya. Dan Irue.

"Untuk Nkhonye sendiri, saya belum bisa banyak memberi penjelasan, Vehr. Tapi saya mempercayainya. Saya sudah berinteraksi secara langsung dengannya selama beberapa saat untuk tahu bahwa dia ... berbeda. Dan saya yakin dia akan bisa membuka itxergyaz untuk kita. Kalau sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Anda bisa ... melakukan apa saja pada saya sebagai hukumannya." Jryal terbahak mendengar kalimat Dyqna sampai-sampai gadis itu terbengong-bengong dibuatnya.

"Menghukummu? Apa untungnya? Apakah dengan menghukummu maka semuanya akan selesai?" Jryal masih tertawa, tetapi matanya menatap Dyqna dengan tajam. Gadis itu gugup. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya meyakinkan Jryal. Apakah dia harus membawa Nkhonye ke gedung Parlemen? Apakah dia perlu meminta Nkhonye untuk membawa Jryal ke habitat para dzajra?

"Baiklah. Kesempatan terakhir untukmu. Karena memang belum ada alternatif lain yang bisa ditawarkan oleh Pusat Studi Satwa selain hal ini. Jadi, kamu juga mempertaruhkan kredibilitas, nama baik, dan kelangsungan organisasi itu untuk hal ini." Dyqna menelan ludah. Tenggorokannya tiba-tiba kering. Kini, nasib seluruh staf dan keberadaan Pusat Studi Satwa mendadak berada di tangannya. Dyqna sama sekali tidak menduga. Dia benar-benar berharap Nkhonye dan para dzajra akan berhasil.

Jryal berjanji akan membereskan masalah ini dengan Spatzen dan mereka akan bertemu di lapangan udara milik Spatzen besok sore. Dyqna melangkah keluar dari gedung itu dengan perasaan yang lebih ringan sekaligus lebih gugup.

*

Sore yang dijanjikan. Semua orang yang terlibat sudah siap di lapangan udara Spatzen dan ruang kendali. Mesin-mesin pesawat sudah dinyalakan. Awak pesawat sudah siap di posisi masing-masing. Hari itu Presiden menyempatkan untuk hadir secara langsung, menyaksikan salah satu kejadian yang disebut-sebut terpenting dalam sejarah baru manusia. Dia dan beberapa anggota parlemen lain menyaksikan dari ruang kendali di dalam gedung. Sementara itu Dyqna, Irue, Uxteth, dan Gvalmi berdiri dengan gelisah di ambang salah satu pintu hanggar yang terbuka lebar.

Glitz sudah jauh condong ke cakrawala. Bulat sempurna dan merah. Tampak sangat indah seandainya saja mereka tidak sedang menunggu dengan tegang.

"Tenang, Dyqna. Nkhonye tidak akan mengingkari janji," bisik Irue sambil merangkul bahu Dyqna yang berdiri dengan gelisah.

"Aku tahu Irue. Aku hanya gugup. Perutku sakit. Jantungku berdebar cepat sekali. Dan kepalaku pusing. Seingatku, aku tidak pernah segugup ini dalam hidupku sebelumnya." Dyqna meremas-remas tangannya yang basah dan dingin. Irue tersenyum maklum. Dia sendiri sebenarnya juga gugup, karena Zsani terlibat secara langsung di dalamnya. Kalau sampai terjadi sesuatu, Zsani juga akan terkena imbasnya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara angin kencang dari arah Frumskigur yang ditimbulkan oleh kepakan sayap makhluk raksasa yang sedang mendekat. Bukan Tsuanb. Itu adalah Glazorg. Dyqna terpana. Glazorg benar-benar terlihat besar dan agung. Jauh lebih besar dari Tsuanb. Sisik kelabu keperakannya memantulkan sinar kemerahan Glitz. Glazorg mendarat dengan anggun di tengah lapangan, menurunkan sayap agar Nkhonye bisa meluncur turun dari punggungnya. 

Nkhonye mendekat ke arah Dyqna sambil mengangguk pada Irue dan yang lainnya. Setelah Nkhonye berdiri di sebelah Dyqna dan melihat sekeliling untuk memastikan bahwa semua sudah siap, dia menatap mata Glazorg dan mengangguk. Makhluk itu menjejak dan kembali mengangkasa. Dia terbang berputar di atas Spatzen sebelum berhenti sambil terus mengepakkan sayap. Semua yang ada di sana tampak tegang, kecuali Nkhonye tentu saja. Mereka baru saja disuguhi pemandangan menakjubkan, hewan terbang terbesar yang pernah mereka lihat seumur hidup. Dan kini, mereka menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Glazorg mengeluarkan raungan yang sangat keras dan panjang. Dia mengarahkan suaranya ke semua penjuru. Getaran yang ditimbulkan oleh raungan Glazorg benar-benar dahsyat. Kaca-kaca bergetar. Memekakkan telinga. Hingga seolah memenuhi rongga dada semua orang yang ada di sana. Setelah menuntaskan raungannya yang hebat, Glazorg berbalik dan terbang ke arah Frumskigur.

Tidak ada yang terjadi.

Semua menunggu. Melihat ke empat penjuru. Menantikan apa yang telah ditimbulkan oleh suara dzajra tadi.

Setelah beberapa saat keheningan, mulai terdengar embusan angin mirip seperti ketika Glazorg datang. Hanya kali ini frekuensinya lebih lambat, dan terdengar lebih kencang. Kepala-kepala berputar, mencari arah suara, sampai seseorang melihat sesuatu di kejauhan.

Makhluk berbentuk mirip dengan Glazorg, namun jauh lebih besar lagi, datang dari arah Igwamba. Semakin dekat, makhluk itu tampak makin besar. Sisik dan gerigi di tubuhnya berwarna hijau dengan berbagai gradasi. Ditambah dengan warna cokelat tanah di beberapa tempat, makhluk itu seperti sepetak hutan yang sedang terbang. Dzajra hijau itu mendarat tak jauh dari tempat Glazorg tadi berada. Dia melipat sayap dengan anggun, menatap ke arah Nkhonye, kemudian membuat gestur seperti menunduk. Nkhonye tersenyum dan balas mengangguk dalam-dalam.

"Salam, O'rdag," sapa Nkhonye. 

Belum sempat Dyqna bertanya, muncul suara kepakan berikutnya yang datang dari arah laut di belakang mereka. Dan ketika mereka berpaling, tampaklah makhluk yang seukuran dengan O'rdag, hanya kali ini dia berwarna biru keperakan. Gerakannya anggun dan tenang. Dia mendarat di dekat O'rdag dan melakukan hal yan sama. Menyapa Nkhonye.

"Halo, Sejnfohr." Nkhonye menundukkan kepala ke arah sang dzajra yang baru tiba.

Berikutnya tampak dari sisi kiri mereka. Sosok sang dzajra sudah terlihat dari kejauhan. Warna merah gelap dan hitam membuatnya tampak seperti bara api yang sedang terbang di angkasa. Dia mendarat di dekat rekan-rekannya yang lain dan mendengus-dengus ke arah Nkhonye.

"Maafkan aku harus merepotkanmu, Egni."

Semua kepala kembali mencari-cari sosok dzajra di langit. Awalnya mereka tidak menemukannya. Semua orang bertanya-tanya, apakah sudah selesai? Lalu apa? Apakah tiga dzajra itu yang akan membuka itxergyaz? Namun, sebelum ada yang menyuarakan pertanyaan itu, seseorang berteriak dan menunjuk ke arah kanan. Bila tidak benar-benar diperhatikan, memang sosok itu tidak akan tampak. Setelah lebih dekat, akhirnya mereka dapat mengenalinya. Dan seketika terdengar desahan napas tercekat dan dengungan penuh ketakjuban.

Sosok yang datang kali ini berukuran sama seperti tiga dzajra yang sudah datang, tetapi wujud dan warnanya lah yang membuat semua orang ternganga. Dzajra ini berwarna putih bersih, bahkan di sebagian sayapnya sebening kaca. Sisiknya berkilauan terkena cahaya Glitz, menimbulkan kesan jutaan berlian tersebar di seluruh tubuhnya. Sepasang tanduk yang berpilin cantik menghiasi kepalanya yang anggun. Semua orang tak mampu melepaskan pandangan dari keindahan itu sampai akhirnya dia mendarat di tempat dzajra yang lain dan mendengus singkat ke arah Nkhonye.

"Terima kasih sudah datang, Hi'tsum."

"Dan karena semuanya sudah hadir, sebaiknya segera kita lakukan saja tugas kita. Kami akan membuka itxergyaz. Begitu itxergyaz sudah terbuka sepenuhnya dan stabil, kalian segera lakukan tugas kalian. Berangkatkan pesawat-pesawat yang ada di sini, lalu angkut semua yang ada di Hertha-d, dan bawa kembali kemari secepatnya. Ingat, kami tidak bisa menjaganya tetap terbuka terlalu lama. Begitu Glitz terbenam sempurna, itxergyaz akan segera tertutup. Kalian paham?" Nkhonye menujukan kalimatnya pada groundcrew Spatzen yang ada di dekatnya.

Salah seorang di antara kru tersebut mengangguk dan mengulangi instruksi Nkhonye melalui alat komunikasi sehingga dapat didengar oleh semua orang, termasuk yang berada di dalam pesawat maupun di ruang kendali. 

Nkhonye melangkah ke arah keempat dzajra yang kini sudah membentuk formasi melingkar. Wanita tua itu menempatkan diri di bagian tengah, mengangguk kepada keempat dzajra, kemudian memejamkan mata. Semilir angin bertiup di sekitar mereka dan semakin lama semakin kencang. Aliran udara itu berputar-putar di sekeliling dzajra dan Nkhonye. Keempat dzajra itu merentangkan sayap dan meluncur naik ke angkasa secara serentak. Mereka terbang tinggi sambil tetap membentuk lingkaran.

Sampai di ketinggian tertentu, mereka berhenti sambil tetap berputar. Dan saat itu lah terjadi sesuatu pada Nkhonye. Wanita tua itu melayang sambil tetap memejamkan mata. Kedua lengannya terjuntai ke bawah, kepalanya agak menengadah. Jubah cokelatnya berkelepak tertiup pusaran angin di sekeliling. Nkhonye naik semakin tinggi sampai tampak sangat kecil ketika dia setinggi dzajra-dzajra itu.

Setelah berada di ketinggian yang sama, Nkhonye merentangkan kedua lengannya lebar-lebar. Keempat dzajra itu masih melakukan tarian melingkar yang semakin lama semakin cepat. Sampai akhirnya terbentuk sebuah lingkaran bercahaya beberapa kaki di bawah mereka. Lingkaran itu semakin membesar dan memunculkan lubang gelap di bagian tengah. 

Ketika lingkaran itu sudah berhenti membesar, tiba-tiba muncul banyak sekali burung dari segala arah. Mereka mendekat ke sekeliling dzajra dan mengikuti gerakan melingkar dari dzajra-dzajra itu. Kemudian, secara serentak, burung-burung itu mengeluarkan kilatan cahaya dan energi ke arah itxergyaz yang sudah terbentuk. Saat itu barulah semua orang menyadari bahwa itu bukan burung biasa. Itu adalah hyawa. Ribuan hyawa yang bekerjasama membantu para dzajra, membukakan itxergyaz untuk mereka. Manusia. Dan kemudian, orang-orang mengerti bahwa saatnya telah tiba.

Pesawat-pesawat yang sudah menyalakan mesinnya, satu per satu mengangkasa menuju lubang hitam itu sebelum akhirnya menghilang ditelan kegelapan. Susul menyusul dengan cepat, akhirnya 197 pesawat itu semuanya menghilang ke dalam itxergyaz. Semua orang di Spatzen menahan napas ketika selama beberapa saat tidak ada yang terjadi, sedangkan Glitz semakin tenggelam di cakrawala.

Menit demi menit berlalu, masih belum ada yang terjadi. Lubang itu masih gelap. Dzajra dan hyawa di atas sana masih terus melakukan tarian harmonis mereka yang indah dan ajaib. Orang-orang di Spatzen makin gelisah. Beberapa menit lagi Glitz akan terbenam sempurna.

Lalu muncul satu pesawat dari dalam itxergyaz. Seketika semua orang bersorak. Di belakangnya, susul menyusul dengan cepat pesawat-pesawat yang lain. Lingkaran itxergyaz semakin mengecil seiring dengan semakin lenyapnya sisa cahaya Glitz di langit senja. Pesawat terakhir akhirnya berhasil melewati itxergyaz beberapa saat sebelum lingkaran itu tak lagi bisa dilewati.

Setelah itxergyaz  benar-benar menghilang, hyawa-hyawa pun membuabrkan diri, beterbangan ke segala arah dan menghilang dengan cepat. Dzajra dan Nkhonye memperlambat putaran dan turun secara perlahan sampai akhirnya mendarat kembali ke atas tanah. Nkhonye tampak lelah luar biasa sampai jatuh bersimpuh di depan para dzajra. Wanita itu meletakkan telapak tangan kanannya di dada kiri sambil menundukkan kepala dalam-dalam kepada para dzajra di hadapannya. Makhluk-makhluk raksasa itu membalas salam Nkhonye, kemudian terbang mengangkasa, menghilang ke arah mereka datang.

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro