Chapter 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Leah menatap majikannya takut-takut. Ini sudah tiga hari sejak Nyonya Countess menurunkan perintah untuk tidak memberi makanan atau air kepada Claire. Akan tetapi gadis itu sama sekali tidak terusik. Sebaliknya, Leah melihat Claire lebih sibuk dari biasanya. Lebih tepatnya, seperti bukan Nona Muda Reygan yang selama ini ia layani. Tentu saja Leah khawatir. Tentu saja itu karena Claire yang sekarang terlihat memaksakan dirinya sendiri. Biasanya wanita itu akan membaca atau minum teh dengan tenang. Tapi sekarang, Claire tampak sibuk menggambar dan menulis sesuatu.

"Nona, sebaiknya kita minta maaf saja pada Nyonya Vivian, ya?" Leah menarik napas panjang.

Layla sedang mengumpulkan dan merangkum informasi yang ada di kepala Claire, dan ia berhenti menulis saat mendengar suara Leah. Matanya menatap sorot khawatir dari pelayan Claire satu-satunya itu.

"Kau sangat lapar?" Layla kebingungan, dia juga sangat lapar sebenarnya. Namun Vivian yang jahat itu benar-benar tidak memiliki belas kasih. "Nanti malam kita menyelinap ke dapur saja."

Leah tampak khawatir. "Saya tidak apa-apa, justru kondisi Nona lebih mengkhawatirkan."

"Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Selain kelaparan, tidak ada masalah lain." Layla melanjutkan kegiatan mencatatnya.

"Nona!" Leah tidak sabar. "Kita tidak akan menang dari Nyonya Vivian, bukankah lebih baik kita minta maaf dulu? Nyonya Vivian tidak pernah main-main dengan hukumannya, dan sepanjang pengetahuan saya, hukuman kali ini paling berat."

"Leah ... kalau kita minta maaf sekarang, besok aku harus berdandan cantik agar siap untuk dijual." Layla menarik napas, bayangan Jake Cilton Pebble memenuhi kepalanya. "Aku tidak mau menikah dengan pria itu."

"Wajah anda pucat sekali, Nona!" Leah mendesah lelah. "Saya tidak peduli kalau hanya saya sendiri yang dihukum, tapi kalau Nona Claire juga, saya—"

Layla bangkit dari duduknya, ia berjalan mendekati Leah yang khawatir kemudian memeluknya. Mereka terdiam beberapa saat, dan pelayan wanita itu tiba-tiba menangis.

"Maafkan saya, Nona." Leah terisak. "Padahal Nyonya Agatha sendiri yang menitipkan Nona pada saya sebelum beliau pergi ke surga."

Layla menarik napas, dalam kepalanya ingatan Claire mengalir lagi. Itu adalah kenangan semasa kecilnya. Dari sana ia tahu bahwa Leah sudah menjadi pelayan Claire sejak berusia sepuluh tahun. Hubungan mereka lebih dari sekadar majikan dan pelayan, tapi hampir seperti seorang sahabat karib. Layla tersenyum tipis, setidaknya ia bisa mempercayai Leah. Sebab gadis itu tak punya siapa-siapa lagi di dunia yang tiba-tiba ia masuki ini. Kekaisaran Archase, tempat di mana Dewa Qirian dipercaya membentuk 6 benua saat perang pembentukan dunia. Jelas itu berbeda dengan dunia yang Layla tinggali selama ini. Mungkin Czech tidak semaju negara adidaya, tapi ia cukup yakin kalau negaranya tidak seperti kekaisaran yang kolot ini.

"Leah dengar ... aku akan kabur dari kediaman Reygan sialan ini." Layla berucap dengan sangat yakin. "Aku tidak mau menikah, dan—"

"Tidak!" Leah berteriak tiba-tiba. "Di luar itu sangat berbahaya. Apa yang akan Nona lakukan?"

"Memangnya bahaya mana yang lebih besar daripada Vivian?" Layla menghela napas. "Di sini tidak ada bedanya dengan penjara, Leah."

Leah terdiam. Memang benar, hidup di kediaman Reygan pun tidak membuat seorang nona muda bangsawan seperti Claire nyaman. Meskipun statusnya cukup tinggi, tapi ia tidak bisa menikmati perlakuan terhormat seperti gadis bangsawan lainnya. Akan tetapi Leah tahu betul kalau di luar sana keadaan bisa saja lebih kejam. Majikannya itu tidak pernah melakukan pekerjaan kasar meskipun tinggal di tempat yang paling tidak layak untuk seorang putri bagnsawan sekelas Count. Nona yang Leah layani ini juga belum pernah memakai gaun bagus dengan bahan terbaik, atau perhiasan dengan batu permata asli. Tapi, tetap saja ... Claire tidak pernah hidup di jalanan, kelaparan berhari-hari, lalu harus dipukuli dulu untuk mendapatkan sepotong roti basi yang sudah ditumbuhi jamur. Leah menggeleng keras. Tidak. Majikannya tidak boleh sampai merasakan pengalaman sepahit itu.

"Setidaknya Nona akan aman dan tidak kelaparan." Leah mencicit, perutnya berbunyi keroncongan dan ia merasa malu pada Claire.

"Tidak kelaparan apanya? Sekarang kita sudah dalam tahap bisa mendengar suara perut masing-masing!" Layla berdecak dan mendesah sekaligus. "Malam ini aku akan menyelinap ke dapur untuk mengambil beberapa roti sisa dan air. Tunggulah di sini, persiapkan beberapa hal yang bisa kita bawa untuk kabur."

"Nona—"

"Kalau kau tidak suka, kau boleh tinggal, Leah." Layla memotong ucapan pelayan muda itu. "Claire yang dulu mungkin akan melakukan semua yang kau katakan. Dia akan menunggu dan berdoa dengan tekun pada Dewa Qirian, lalu berharap keadaan atau Vivian berubah menjadi lebih baik dan ia bisa hidup dengan nyaman."

Layla terhenti, sorot matanya yang penuh keyakinan menatap lurus netra Leah yang sedang goyah.

"Tapi, aku bukan Claire yang dulu. Aku adalah orang yang berbeda sekarang." Claire menarik napas, ya ... dia tidak berbohong. Memang Claire yang sekarang adalah orang yang berbeda. "Aku mau hidup, Leah. Meskipun bukan sebagai putri seorang Count, atau tanpa kehormatan seorang gadis bangsawan. Aku akan melepaskan semuanya jika diperlukan, dan akan menjalani hidup yang sederhana dan tenang. Itu lebih baik, kurasa."

Leah terdiam, dia menatap majikannya tanpa berkedip.

"Aku tidak akan memaksamu. Ini adalah pekerjaanmu, dan kau akan tetap bisa bekerja di kediaman Reygan meskipun aku tidak ada." Layla melanjutkan pelan, ia kembali ke meja belajar Claire untuk menulis rangkuman ingatan Claire dan membuat rencana. "Aku minta maaf, tapi aku tidak bisa mengikuti keinginanmu untuk terus-terusan hidup di bawah kaki Vivian. Aku tidak mau menjadi sampah yang diinjak-injak selamanya."

"Aku ... akan menciptakan takdirku sendiri." Layla membereskan berkas yang sudah disusunnya dengan rapi, memasukkan mereka ke dalam sebuah kantung kain bersama beberapa aksesoris murahan milik Claire yang asli.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan ini sudah cukup larut bagi para pelayan atau Vivian dan anak-anaknya berkeliaran di rumah atau dapur. Layla bangkit berdiri dan mencoba mengintip ke luar kamar. Tidak ada siapa-siapa. Vivian memang memerintahkan salah seorang pelayan kepercayaannya untuk menjaga pintu. Tapi pelayan itu juga punya banyak pekerjaan. Terlebih, melihat track record Claire yang penurut, lemah, dan tidak bisa melakukan apa-apa, pelayan suruhan Vivian jadi lengah. Ini kesempatan bagi Layla. Dia harus mengambil makanan dan air dari dapur, kemudian mampir ke kamar Count Reygan. Layla ingat bahwa Agatha pernah meninggalkan sesuatu untuk Claire sesaat sebelum kematiannya. Ia sudah memeriksa semua benda di kamar lusuh Claire, dan tidak ada barang berharga. Jadi, Layla menyimpulkan bahwa kemungkinan besar barang pribadi Agatha disimpan oleh ayah kandung Claire, yaitu Ignatius Cooper Reygan.

"Lihat saja Vivian, aku akan merampok suamimu sebentar lagi." Layla mengendap-endap keluar dari kamar. "Akan kuambil apa yang seharusnya menjadi milik Claire selama ini."

👑💎💍💎👑


Hai Berries~ Akhirnya aku bisa mulai update cerita ini yaa ... jadi ini tuh cerita project dari  jurusan fantasy-nya The WWG (ini kalian bisa cari di wattpad, telegram, atau IG kalau penasaran), jadi aku berkewajiban untuk mengupdate dan menyelesaikan novel ini minimal 40.000 kata sampai bulan desember nanti. So, jangan ngiri ya kalau kadang aku mungkin aja akan update work ini lebih sering dari pada work lainnya. Jangan lupa kalian bisa mampir dan baca ceritaku yang lain di akun @bluebellsberry_ atau bisa cek IG @bluebellsberry untuk dapat info lain seputar ceritaku ya. See you in next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro