19: Bagaimana Kalau Aku Tidak Baik-Baik Saja?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Buat apa ada pertemuan jika berujung pada perpisahan?"

-Renata-

Hidup Arjuna semakin hampa tanpa kehadiran Renata. Sebelum ini hidupnya pernah kacau, ketika isteri pertamanya pergi untuk selamanya. Sekarang, rasanya jauh lebih menyakitkan. Rumah yang tidak terurus, rambutnya yang semakin panjang dan kantong mata yang semakin menghitam.

Pria itu tidak berani menemui Andreas, dia merasa gagal sebagai ayah karena tidak memberi contoh yang baik baginya kelak. Lagipula, dia pasti tidak terurus jika bersamanya. Mengurus dirinya sendiri saja dia tidak becus, patah hati merusak segalanya.

Arjuna jelas tidak baik-baik saja, dia kehilangan dunianya. Pria itu seperti robot, melakukan pekerjaan seperlunya saja, tidak berekspresi, tidak marah-marah, tidak pula tersenyum. Tentu hal itu memprihatinkan bagi orang yang melihatnya, termasuk Indira dan Hana. Mereka berdua menatap Arjuna yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.

"Bu, itu pak Arjuna kenapa sih?"

"Ada masalah sama isterinya. Dia dituduh selingkuh sama isterinya, salah dia juga sih karena nggak ngabarin dulu. Yah, siapa juga yang nggak curiga kalau dia berduaan sama wanita lain di ruangannya."

"Berduaan sama wanita lain? Maksud ibu wanita itu pegawai di sini juga?"

"Iya lah. Masa pegawai di kantor sebelah?"

"Tapi, aku belum dikasih tahu isterinya pak Arjuna. Siapa sih Bu?"

"Jangan sebar ke orang lain. Isterinya Arjuna itu Renata."

"APA?!"

"Sst! Diem-diem aja."

Hana cengengesan menatap Indira. Mereka sering berbagi cerita seperti ini, tetapi tidak diteruskan ke orang lain. Cukup berhenti di mereka berdua saja. Posisi Indira memang lebih tinggi dibandingkan Hana, tetapi Indira mudah diajak komunikasi selayaknya teman. Dia tidak menyangka ternyata Renata menyembunyikan rahasia dari mereka, pantesan dia tidak mau mereka berkunjung ke rumahnya. Pasti takut ketahuan sama mereka kalau dia serumah dengan bos sendiri.

"Oh iya, wanita yang ibu maksud tadi siapa sih bu?"

"Natasya. Kamu pasti kenal, kan?"

"Oh, sekretaris pak Arjuna ternyata," gumamnya pelan.

"Kasihan Arjuna. Dia jarang sekali menunjukan kesedihannya. Terakhir kali saya lihat dia sedih waktu isteri pertamanya meninggal. Lalu, sekarang dia terlihat lebih mengenaskan."

Obrolannya dengan Indira terus terngiang-ngiang. Bahkan, dia jadi ikut bersedih melihat Arjuna sedih. Dia orang yang baik, pemiliki perusahaan yang peduli dengan pegawainya. Itu juga yang buat Hana betah bekerja di tempat ini.

Dia tengah menikmati secangkir kopi sambil duduk di kafe yang terletak di depan kantor. Wanita itu mau menikmati jingga yang mewarnai langit dengan begitu indahnya. Perhatiannya teralihkan begitu mendengar suara cekikikan pelanggan lainnya.

Ternyata orang-orang itu tidak asing baginya, bahkan dia orang yang dibahas tadi bersama Indira. Wanita bernama Natasya baru saja duduk bersama Mirable. Entah kenapa dua orang itu terlihat begitu bahagia, padahal suasana di kantor sangat mencekam diselimuti duka.

Tampaknya mereka tidak sadar kalau dirinya duduk di meja yang dekat dengan meja mereka. Tapi, ini keuntungannya. Hana berpikir mungkin dia bisa mendengar pembicaraan mereka, mumpung dia lagi suntuk. Siapa tahu dia dapat bahan gibahan untuk dibahas bersama Indira nanti.

"Kamu pinter banget. Untung deh kamu ngasih tahu tips merusak hubungan Arjuna sama Renata. Ah, sedikit lagi aku bakal jadi nyonya Limantara yang bergelimang harta," ujar Natasya.

"Jelas dong. Yah, kita punya misi yang sama buat menyakiti Renata. Aku masih dendam karena dia hubunganku dengan Nicholas tidak baik-baik saja. Dasar perusak rumah tangga orang."

"Lho, bukannya itu karena suamimu yang ganjen sama Renata?"

Mendengar itu membuat Mirable mendelik kesal ke arah Natasya.

"Eh, itu mulut dijaga. Tetep aja yang salah Renata," ucapnya dengan ketus.

Natasya mengangkat bahunya lalu tersenyum. "Ya udahlah ya, yang penting misi kita berhasil. Semua bahagia, semua dapat uang."

"Ingat, nanti kalau udah sah jadi nyonya Limantara, bagi-bagiin uangmu ke aku. Ingat apa yang udah kita lakuin."

"Tenang aja. Untung deh mamanya Arjuna mudah banget dihasut. Jadi, mudah deh buat semakin menekan Renata. Apalagi dia bilang mau cerai dari Arjuna, wah mimpiku akhirnya terkabulkan."

"Dasar, jahatnya totalitas ya?"

Mereka terus tertawa, membayangkan masa depan yang indah. Rencana mereka memang berjalan mulus dan tidak dicurigai, sayangnya tidak semua berjalan mulus. Ada Hana yang sudah merekam semua pembicaraan itu, dia langsung berinisiatif menekan tombol perekam layar karena daya ingatnya yang lemah. Rupanya hal itu memberikan keuntungan baginya.

Dengan susah payah dia menelan ludahnya. Masih tidak percaya dengan Mirable, mereka sama-sama berteman dengan Renata. Tapi, kenapa harus berujung seperti ini? batin Hana. Badannya gemetar, dia langsung mengirimkan rekaman itu ke Indira dan Arjuna. Mereka jelas harus tahu kebenarannya sebelum semuanya terlambat. 

Dengan susah payah Hana menahan diri untuk tidak menampar Mirable dan Natasya, dua orang yang menjadi penyebab pertengkaran diantara Renata dengan Arjuna. 

"Sabar, Han. Nanti tunggu dulu, yang penting udah kabarin pak Arjuna sama Bu Indira. Selanjutnya tinggal melihat hasilnya aja," gumamnya pelan. Dia langsung mengambil kacamata hitam dan menggunakan hoodie-nya seraya pergi dari kafe itu. 

Menyakitkan mengetahui teman sendiri yang menusuk mereka dari belakang. Ternyata selama ini Mirable hanya ingin balas dendam dengan berkedok sebagai teman. Musuh yang berkedok sebagai kawan, menyakitkan.

-Bersambung-



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro