Bab 21 🔞

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bagai gerbang terbuka lebar di depan mata dan menyajikan sisi lain dari dunia yang tidak pernah dipijak, Jake tidak mengira kalau hubungannya bersama Anna bisa sampai segila ini. Bagaimana akhirnya dia merajut ikatan itu dalam percintaan hebat, membisikkan kalau dia telah menaruh hati pada Anna. Jake tersenyum penuh suka cita saat Anna menerima dan juga menyatakan perasaannya. 

Dia bertanya-tanya dalam hati, apakah ini takdir lain yang dibangun Tuhan untuknya? Apakah dia sudah diperbolehkan memilih mana yang sesuai kata hati dibanding sebuah tuntutan yang selalu melilit tanpa jeda?

Dibelai lembut rambut Anna ketika gadis itu masih terlelap usai pergumulan panas mereka semalam. Saat kulit saling bersentuhan tuk berbagi kedamaian dari caruk-maruk kehidupan, jemari saling bertautan mesra seolah-olah tidak ada yang bisa memisahkan dua raga yang disatukan cinta, wangi tubuh berbaur sempurna bersama sisa-sisa percintaan mereka, hingga rayuan lirih agar saling menepati janji bahwa tidak akan ada yang akan mengakhiri momen ini. 

Tak henti-hentinya bibir tipis Jake mengukir senyum riang bisa mengabadikan raut ayu dan penuh ketenangan Anna yang masih terlelap dibuai mimpi di sampingnya. Jemari kiri lelaki itu bergerak menuruni leher dan berhenti di lengan telanjang Anna. Dia bergerak sebentar untuk meninggalkan satu kecupan pagi hari di sana lantas mengeratkan pelukan agar tidak ada jarak yang tercipta.

"Mine," lirih Jake mencium kening Anna.

Dia paham  dan sadar betul kalau semua ini adalah kesalahan terbesar yang dilakukan seumur hidup. Mungkin orang akan mengoloknya sebagai pria tak berpendirian yang berani mengkhianati hubungan bersama tunangan. Jake tidak akan peduli dan berpura-pura tak mendengar. Dia juga tidak bisa terus-menerus mengelak kata hati bahwa kehadiran Anna tidak berarti di hati.

Justru sebaliknya.

Bagi Jake, Anna adalah gadis pembawa lentera yang menerangi sisi gelapnya yang selalu patuh terhadap segala aturan juga permintaan keluarga Luciano. Apalagi hubungan bisnis yang dijalani secara harmonis bersama Aria, kini menuntut sesuatu yang lebih. Bukannya menolak tegas, Fabio mengiyakan begitu saja dan menjadikan Jake sebagai tumbal. 

"Kau akan Papa jodohkan dengan anak Matteo, Jake," ujar Fabio ketika duduk berdua bersama anaknya di teras rumah. "Sebagai bukti keluarga kita menepati janji."

"Janji macam apa?" tanya Jake sebenarnya tak terima, tapi lagi-lagi dia tidak ingin menunjukkan emosi di wajah. Setenang mungkin dia melontarkan pertanyaan itu kepada Fabio.

"Semacam ikrar bahwa kami tidak akan pernah melepaskan hubungan kerja sama, Jake. Kau tahu kan, kebun anggur Matteo menjadi pemasok kedua wine kita? Mereka juga ikut berinvestasi dan membelikan tangki-tangki untuk meningkatkan produksi wine, Jake," terang Fabio panjang lebar. "Kau hanya perlu menerima Aria dalam hidupmu. Lagi pula cinta akan datang karena terbiasa."

"Kenapa bukan Ezio?" tanya Jake berusaha mengelak sehalus mungkin agar dirinya tidak harus melaksanakan perjanjian konyol itu. "Kenapa harus aku?"

"Kau adalah pewaris utama, Jake, bukan Ezio. Pewaris utama harus patuh agar semua berjalan sesuai keinginan," jawab Fabio yang dinilai Jake terlalu abstrak untuk dicerna logika. "Intinya, kau terima saja Aria. Dia cantik dan pintar. Papa yakin dia bisa mengimbangimu."

"Hei," panggil Anna menarik Jake dalam lamunan panjang. Gadis itu menggeliat sesaat sebelum memberi ciuman singkat di bibir. "Lagi mikirin apa? Kenapa melamun?"

"Memikirkan dirimu," jawab Jake mencolek puncak hidung Anna. 

Anna terkekeh dan merangkak naik ke dada Jake tuk mendengar irama jantung yang selaras dengannya. Loop doop loop doop. Melodi indah di telinga, batinnya. Tangan kanan gadis itu bergerilya tuk mengusap bulu dada Jake yang menggelitiki pipi. Kemudian Anna bangkit sehingga Jake berada di bawah tubuhnya. Dia ingin mengurung lelaki itu hanya untuk dirinya.

Seperti semalam.

Jake menekuk salah satu lengannya dan menopang kepala, membiarkan Anna menyerbunya dengan ciuman-ciuman kecil. Pipi, kening, mata, bibir, leher, dan dadanya. Pria itu terkikik karena Anna memberi gigitan di beberapa tempat. 

"Kemarin kamu bikin banyak stempel," lirih Anna lalu menegakkan punggung dan menunjuk dadanya yang dipenuhi jejak-jejak merah tanda kepemilikan Jake. 

"You're my territory, Anna," balas Jake seraya menelusuri kulit telanjang gadis itu dengan tangannya yang bebas. Dari pipi turun ke leher sebentar tuk menyapa bekas-bekas merah yang semalam ditinggalkan di sana. Jarinya bergerak lagi menangkup dada dan memainkan ujungnya yang merah kecokelatan mengundang tuk dibelai lidah.

Godaan Jake seperti ini tentu saja langsung membangkitkan hasrat Anna yang masih enggan bangkit setelah pergumulan melelahkan. Tapi, melihat Jake seperti memasuki nirwana di mana ada genangan tirta yang tidak akan bisa melepaskan dahaga walau sekali teguk. Dia menarik jemari Jake itu lantas memberi kecupan dalam manakala sesuatu dalam perutnya langsung bergejolak hebat dan berputar-putar membentuk pusaran. 

Bukan rasa sakit yang melanda pangkal pahanya setelah kemarin dijamah Jake sampai beberapa pelepasan luar biasa yang belum pernah dirasakan Anna. Dia menahan erangan tapi tak mengalihkan pandangan saat jemari Jake kembali membelai setiap jengkal kulitnya, menciptakan sensasi penuh kenikmatan yang ditunggu Anna selagi bertanya-tanya ke mana jari Jake akan berkelana.

Anna menunduk, mengurung Jake di antara lengan kurusnya lalu mengirimkan serbuan ciuman sementara tangan pria itu berpindah ke bokong Anna. Dia terkikik merasakan pangkal janggut Jake yang mulai panjang menggesek-gesek dagunya. Namun lebih dari itu, Anna menyukai bagaimana cumbuan Jake begitu memabukkan hingga tak peduli jika bibirnya bengkak dan berdarah. Bagi Anna, lelaki itu adalah pelipur laranya.

Ada desau yang lolos dari bibir Jake begitu ciuman Anna turun menelusuri lehernya. Dorongan nafsu telah mengajari Anna untuk lebih ahli menjelajah tiap inci tubuh perkasa Jake, merasakan betapa nikmat lelaki itu ketika diselubungi nafsu. Dia bergerak mundur bermain-main sebentar di bawah pusat Jake, di mana bulu-bulu halusnya meremang sebelum akhirnya berhenti di pangkal paha lelakinya.

"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Jake kembali menopang kepala dengan kedua lengan. Sorot mata abu-abunnya yang gelap mendadak berkabut seiring tarikan di sudut bibir penuh arti. 

Anna tak menjawab, memilih membungkam mulutnya dengan bukti gairah Jake yang mengacung penuh damba. Merasakan diri Jake berkedut di bawah kendalinya, membuat Anna ingin melakukan hal-hal gila lain bersama lelaki itu. Dia tersenyum penuh kemenangan memandangi Jake mulai gelisah atas permainan lidahnya. Anna suka bagaimana Jake menyebut nama di antara pelepasannya seolah-olah hanya dirinya yang memenuhi isi kepala lelaki itu. 

Hanya dia. 

"Anna." Jake menarik dirinya dari mulut Anna saat sensasi itu merambat cepat sampai ke ubun-ubun. Didorong tubuh gadis itu di bawah kungkungannya, mencengkeram erat pergelangan tangan Anna di atas kepala seraya merendahkan posisi dan berbisik, "Kamu mulai liar."

"Kamu yang mengajariku," balas Anna melingkarkan kaki di sekitar pinggul Jake. Dia mengerang sebentar ketika Jake memasuki dirinya dan langsung terasa begitu penuh.

"Mine."

Anna melenggut penuh haru. "Yours."

###

Nusa Lembongan adalah surga bagi Jake di mana tidak seorang pun yang tahu kalau dia tengah bermain api bersama Anna. Birunya laut yang terpantul dari langit menampilkan kehidupan-kehidupan ikan juga terumbu karang. Mengundang Jake untuk menarik Anna bergabung dengannya sekadar snorkeling di Mangrove dilanjut berselancar di Jungut Batu.

Sayang gadis itu memilih duduk di pinggir yacht yang tersambung langsung dengan area kabin bawah di mana biasanya Jake duduk-duduk sambil grill bersama. Mengenakan bikini hitam yang senada dengan kacamata, begitu juga topi pantai berwarna netral tuk melindungi rambut pendeknya. Anna tenggelam dalam sebuah buku seperti sedang membuat dunianya sendiri ditemani segelas red wine Lagom di sisi kanannya. Kaki jenjang yang digilai Jake tersebut terendam sebagian ke dalam air laut tapi tidak menghilangkan pesona Anna di matanya.

Jake berenang menghampiri Anna lalu berhenti di depan lutut gadis itu. "Hei."

"Hei." Anna menutup novel Maybe Someday karya Colleen Hoover yang membuatnya berpikir kalau karakter di sana adalah dirinya dan Jake. Bagaimana tidak, dia sudah melampaui batas seperti halnya Sydney yang jatuh cinta pada Ridge, mengingkari janji yang dibuat sendiri hanya karena ingin menuruti ego.

Dia meletakkan novel tersebut ke pinggir agar tidak terbawa arus lalu menerima cumbuan semanis madu dari Jake. Kedua tangan Anna menyisir rambut hitam legam Jake yang basah kemudian berkata, "Jake."

"Ya?"

"Apa menurutmu kita ini benar?" tanya Anna dirundung perasaan bersalah.

"Nggak, Anna," jawab Jake mencium paha Anna. "Tapi, perasaanku padamu benar."

"Bagaimana dengan Aria?" tanya Anna lagi. Dalam buku romansa yang tadi dibacanya, Maggie begitu murka mengetahui sang pujaan hati tega bermain belakang dan alih-alih menjauhi tokoh pria, Sydney justru menangis layaknya korban. "Apa kamu bisa memilih di antara kami? Mengorbankan reputasimu?"

Bibir Jake terbungkam cukup lama, menimang-nimang risiko yang bakal diterima bila merusak kepercayaan yang diberi Aria. Tapi, sampai kapan dia harus menjadi boneka yang selalu diperintahkan Fabio juga keluarga Rogmana? Sampai kapan dia merelakan kebahagiaannya sendiri hanya karena ingin memajukan bisnis keluarga?

"Jake?"

"Aku nggak mau berpisah darimu, Anna," jawab Jake mengunci dirinya ke dalam bola mata Anna. "Tapi, aku--"

"Aku takut," potong Anna. "Aku sudah berbuat jahat pada Aria, Jake."

"Hei," sela Jake mengecup punggung tangan Anna dan meyakinkan gadis itu kalau ini bukan sepenuhnya salah. Tidak ada yang bisa menebak ke mana hati akan berlabuh, walau komitmen sudah dibangun setinggi mungkin. Ini adalah kehendak Jake sendiri dan sedari awal hubungannya bersama Aria sebatas perjodohan yang dipaksa. Begitu juga hatinya. 

"Nggak ada yang benar atau salah, Anna. Aku sudah menetapkan hatiku untukmu," ujarnya. "Kamu percaya kan?"

Sebelum Anna menimpali ucapannya, dering ponsel yang sejak semalam tak dapat sinyal kini berdering nyaring. Dia berpaling dan berdiri tuk mengambil gawainya di atas meja mendapati nama Saras berada di sana. Ada perasaan tak menyenangkan menyerang Anna mengapa temannya itu mendadak menelepon di siang bolong begini. Ragu-ragu namun ingin tahu, Anna menjawab telepon Saras kemudian mendengar suara gadis itu memanggilnya, 

"Anna, Ibumu tiba-tiba kritis!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro