Bab 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mengendarai gulungan ombak yang mengantar Anna ke reef break di Kuta adalah hal paling menyenangkan ketika berselancar. Apalagi ketika kakinya mengendalikan papan, meliuk-liuk dan jemarinya menyentuh relung ombak sampai akhirnya gelombang air laut pecah bercumbu batu karang. Dia berteriak kegirangan merasakan lonjakan adrenalin dalam tubuh setiap kali riak laut mengejar tak sabar.

Kerinduannya terbayar tuntas setelah sekian lama tidak mengunjungi salah satu spot terbaik untuk berselancar. Walau pantai di sisi barat Bali lebih menggoda dan menantang karena banyak ombak-ombak besar bakal menyambut. Namun, bagi mereka yang pernah menjajal dunia surfing untuk pertama kali, Kuta akan selalu meninggalkan kesan yang tak tergantikan. 

Seperti ciuman Jake.

Dia menggeleng keras, menangkis lembar ingatan yang tak henti-hentinya menyulut gairah. Padahal tujuan awal surfing kali ini agar Anna tak perlu mengenang ciuman Jake, tapi sekarang nyatanya bayangan itu selalu menghantui entah sampai kapan. Dia mencibir merutuki dewi batinnya yang menggoda kalau Anna mulai menaruh sebuah ketertarikan. 

Mana mungkin aku suka karena dia menciumku? Gila apa!

Alhasil, Anna kembali menaiki shortboard oranye miliknya lalu memosisikan diri tengkurap seraya kedua tangan melakukan paddling--mengayuh--menuju tengah-tengah laut. Tidak hanya dia seorang melainkan banyak turis-turis lain menanti ombak berikutnya datang. Dia menoleh kala menangkap ada ombak susulan dari jara enam meter dari posisinya bergerak cepat. Buru-buru Anna mempersiapkan diri, makin cepat mendayung papan merasakan gelombang kecil mengayun-ayun. 

Saat bahu ombak datang, dia langsung popping up, dilanjut berdiri dengan menekuk lutut . Bibirnya mengembang puas dan pandangannya tetap fokus ke depan untuk mengendalikan ke mana laju papannya sembari merentangkan satu tangan agar seimbang. Bagi Anna gelombang besar ibarat kekasih yang menjemput dan tak sabar menerjangnya dalam dekapan. 

Tubuh Anna condong ke ekor papan, sementara tangan kirinya merasakan air untuk target landing demi kepuasan batin. Anna sedikit membungkukkan punggung meliukkan papan sedikit ke belakang sebelum ombak membawanya ke puncak. Anna merentangkan kedua tangan, menjaga keseimbangan dan melekukkan lebih rendah lutut kaki kanannya dan membelai gelombang yang bergulung-gulung membentuk lorong. Seperti bermain skateboard, papan selancar Anna bergerak indah memukau mata.

"Wohooo!!!!" teriak Anna sebelum ombak pecah meninggalkan buih-buih putih.

Hanya di sinilah Anna bisa melepaskan diri dari segala ketegangan yang merekat kuat. Bergumul bersama laut, meluruhkan segala masalah atau kesedihan yang membelenggu. Dia bisa berteriak seperti orang gila tanpa rasa malu sementara riak laut malah menerima suka cita. 

Selain karena bayang-bayang ciuman Jake yang selalu menaikkan desiran darah, dia juga dilanda dilema atas permintaan Barbara, bersambung pertemuan tak menyenangkan dengan Milo, sampai kondisi tak menentu ibunya. Bukan maksud menyerah atas keadaan yang menerpa Silawarti, namun penjelasan dokter membebani Anna dengan mengatakan sangat kecil kemungkinan sang ibu bisa sadar dari koma. 

Dia tidak ingin bersedih terlalu lama. Di sisi lain, tak tega juga jika Silawarti harus bergantung pada alat-alat tersebut sementara Anna masih membutuhkan sosok ibu. Walau ada darah Bali yang mengalir dalam tubuh, keluarganya tidak pernah menganggap Anna sebagai mana mestinya. Bahkan sekadar merawat Silawarti saja mereka enggan dengan alasan wanita paruh baya itu sudah mempermalukan keluarga. 

Pernah sekali waktu Anna berteriak kepada bibi dan sang nenek bahwa kehadirannya di dunia ini bukanlah keinginannya sendiri. Apa yang terjadi pada Silawarti bersama pria yang notabene ayahnya itu tidak pernah bisa diprediksi oleh siapa pun. Selain itu, apakah sebuah dosa besar pernah menaruh cinta pada lelaki?

"Bukan cinta yang salah, Anna. Tapi, Ibumu yang tidak bisa menjaga dirinya di luar sana," ketus bibinya yang bernama Made. "Kami mengira dia akan sekolah tinggi dan kembali menjadi perempuan bermartabat. Tapi, apa? Sekolah tidak lulus, pulang-pulang kondisi hamil. Mana bapaknya nggak jelas!"

Oleh karena itu, ketika Anna memiliki cukup uang untuk hengkang dari kampung masa kecil Silawarti yang terletak dua kilometer dari lokasi perkebunan milik Jake. Dia memilih membeli sebuah rumah yang ada di Ungasan sampai kejadian nahas terjadi pada ibunya. 

"Mbok!" teriak seorang pria dari atas perahu yang melambaikan tangan. "Ikut balik nggak?"

Anna membalas lambaian itu seraya mengangguk. Sudah waktunya dia kembali untuk membersihkan diri dan melanjutkan petualangan lain di sudut-sudut Bali. 

###

Puluhan pasang mata mengarah ke pria yang mengenakan setelan formal ketika melangkah masuk ke ballroom berkonsep Bali tradisional namun tidak menghilangkan sentuhan modern. Lampu kristal menggantung indah memancarkan cahaya lampu yang hangat, meja-meja bundar beralas taplak putih dan vas keramik berisi rangkaian bunga cerah menyegarkan mata. Kursi-kursi dipenuhi kolega maupun petinggi Lagom untuk menghadiri peresmian perusahaan wine Indonesia yang masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Jake menyalami salah seorang pria bermata sipit yang diketahui sebagai salah satu calon investor Lagom, menyilakannya duduk selagi menikmati jamuan makan siang. Lantas dia berjalan ke kursi paling depan saat perempuan berambut pendek sebahu menyambut sopan. Jake mengangguk sopan sebagai balasan sapaan tersebut, pikirannya justru tertuju pada sosok Anna karena model rambut mereka nyaris sama. 

Untuk sesaat ada perasaan aneh dalam diri Jake kemudian bergejolak makin tak karuan memenuhi perut. Menimbulkan sesuatu yang menggelitiki dirinya, menciptakan euforia yang tidak ingin dia definisikan sebagai hal lain selain seorang teman. Dia menunduk, melihat cincin platinum klasik bertakhta berlian di jari manis di mana ada nama seorang wanita terukir di sana. Jake mengelus benda itu berharap sensasi tadi hilang bukan menggerogoti dirinya dari dalam. 

Jake berencana melepas sejumlah 678 juta lembar saham kepada IPO untuk penawaran perdana saham. Besaran itu sekitar seperempat dari modal disetor dan ditempatkan di perseroan. Dulu sebelum IPO, saham di Lagom tercatat dimiliki Jake 70 persen dan keluarga tunangannya, 30 persen. 

Setelah diberi mandat lima tahun lalu, akhirnya Jake memberanikan diri untuk mendaftarkan perusahaannya ke bursa saham dengan tujuan meningkatkan kapasitas pendanaan Lagom dan tata kelola yang lebih baik lagi. Dia merasa optimis bahwa di masa depan prospek bisnis yang dilakoninya bakal berkembang mengingat dari tahun ke tahun, peminat minuman anggur dari warga lokal maupun turis yang datang ke Bali makin besar. 

Selain petinggi Lagom yang datang, ada juga direktur dari perusahaan sekuritas yang menjamin pelaksanaan pergerakan saham. Jake sempat berbincang-bincang, berharap akan banyak orang yang mau berinvestasi. Apalagi dia berambisi untuk mengepakkan sayap Lagom ke Korea Selatan dan memperkenalkan produk-produknya bahwa menikmati wine tak perlu merogoh kocek dalam. Ada banyak pilihan anggur di Lagom yang bisa dinikmati semua kalangan. 

"Ide Anda benar-benar bagus, Pak," puji Amir--pria kemeja putih dengan motif vertikal--memuji misi Jake. 

"Terima kasih." Jake tersenyum tulus penuh kebanggaan. 

"Saya percaya kalau Lagom bisa bawa warna tersendiri di bursa saham karena belum ada perusahaan sejenis yang dicatat di BEI. Anda adalah pelopor."

"Pak Amir terlalu melebihkan, saya hanya memanfaatkan peluang demi kemajuan Lagom. Sudah saatnya orang-orang di luar negeri lebih kenal wine ini, Pak, masa iya bolak-balik menang kompetisi tapi distribusinya sebatas Asia Tenggara dan Australia?"

Amir tergelak membenarkan ucapan Jake. "Tapi, bukannya Anda juga punya pusat Lagom yang di Tuscany?"

"Benar, tapi di bawah pengelolaan ayah saya di sana. Tuscano dan Lagom berada di level berbeda. Tuscano sudah mendunia dan berdiri selama puluhan tahun sejak perang dunia pertama. Lagom harus sama seperti kakaknya, Pak."

"Semoga sukses, Pak, saya mendukung Lagom. Saya yakin akan banyak investor yang menaruh saham mereka."

"Semoga saja."

###

Selesai dari pertemuan penting di Uluwatu, Jake segera meluncur ke Sanur setelah ditelepon pengawal Barbara kalau neneknya baru saja sampai di rumah setelah diperbolehkan dokter pulang. Bukan Barbara namanya kalau tidak ingin menunggu lama hanya untuk menghirup atmosfer kediaman Jake daripada rumah sakit yang didominasi bau alkohol juga pinus. Walau punya dokter pribadi dan sering medical check up secara rutin, Jake hafal neneknya paling benci berlama-lama di sana. 

Sebelum itu, Audi hitam yang dikendarai Jake berhenti di depan sebuah toko bunga. Dia ingin menghadiahi neneknya buket peony yang digabung bersama mawar merah jambu. Orang bilang kalau peony melambangkan kesembuhan berdasar mitologi Yunani di mana murid dewa penyembuh--Peon--diselamatkan Zeus. Oleh karena itu, Jake ingin Barbara selalu dilimpahi kesehatan di samping rasa sayang dari bunga mawar. 

"Berapa harganya," ucap Jake menerima sebuah buket besar indah dan tampak menawan di mata. Kemudian dia memberikan black card miliknya kepada kasir yang memakai name tag Ana. Lagi-lagi dia tertegun beberapa detik, seolah-olah detail-detail kecil yang mengarah ke sosok manis di Ungasan telah menarik perhatian. "Mbak Ana."

"Iya, Pak?" Gadis berkacamata bulat di depannya menelengkan kepala tak mengerti. 

"Nggak apa-apa." Jake menggeleng lemah, berusaha sekeras mungkin untuk menampik imajinasinya terhadap sosok Anna Asmita. Terutama saat bibirnya bertemu bibir gadis itu.

"Dua juta dua ratus rupiah, Pak untuk ukuran besar," kata si kasir menggesek kartu edisi terbatas milik sang miliuner tersebut. 

Jake hanya membisu, pikirannya melayang pada malam saat Anna menarik kerah kaus polonya dan memberi pagutan. Sebuah cumbuan penuh hasrat yang memantik hasrat lain dalam diri Jake. Bagaimana rasa manis dan lembut bibir Anna sempat mengaburkan kewarasannya. Dan terlepas peristiwa itu akibat sebuah keterpaksaan, ada dorongan lain yang menyuruh Jake meraup bibir Anna. Hanya satu ciuman untuk melepas rasa penasaran.

Apakah dampak ciuman itu seperti ini? Bahkan aku dan Aria sudah ratusan kali melakukannya. Kenapa satu kecupan Anna saja bikin nggak fokus gini?

Penasaran atau ...

Jake menggeleng cepat ketika si kasir memberikan kembali black card dan mengucapkan terima kasih. Dia hanya melempar senyum tipis, buru-buru kembali ke mobil untuk meneguk air mineral. Mungkin panasnya Bali sudah menguapkan bahwa dia harus tetap sadar dan tetap pada satu wanita. Dia tidak boleh melanggar janjinya sendiri untuk hidup bersama Aria dan mengkhianati cinta gadisnya. 

Sadarlah Jake, kamu hanyalah pria yang harus mencintai satu wanita.

Dia nyaris menyemburkan minuman dalam mulut manakala layar ponselnya berdering menampilkan nama Anna di sana. Seketika irama dalam dada Jake mendadak meningkat tanpa bisa dikendalikan. Dia mengerutkan kening, apakah nama Anna sudah mulai mempengaruhi sebagian besar tubuhnya?  

Anna Asmita memanggil ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro