a bride replacement || ENAM

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Menjadi seorang istri baginya adalah mengabdi kepada suami meski kehadirannya sebagai istri tak dianggap."

-Raina Shasilia Wijaya-

☘☘☘

Cahaya surya mulai memasuki celah jendela kamarnya membuat tidur Shasi terganggu. Kelopak mata indah bulatnya mengerjap, lalu terbuka sempurna. Ia mengedarkan pandangan untuk melihat kamar yang terasa asing baginya. Setelah sadar helaan napas mulai berembus dari bibir mungilnya. Ia di kamarnya yang berada di rumah suaminya. Kini Shasi sepenuhnya, kalau kejadian kemarin memang benar terjadi bukan sekadar mimpi buruknya saja.

Menjadi istri pengganti setelah kepergiaan Fiera tak pernah dibayangkan olehnya. Ia pikir saat ini kakaknya yang sedang berbahagia dengan pria itu. Namun keadaan justru sebaliknya. Fiera yang seharusnya bahagia justru telah tertidur selamanya dalam dekapan bumi. Di dalam tempat peristirahatan terakhirnya yang entah kapan Shasi juga akan menyusulnya.

Mengusap wajahnya kasar, Shasi lekas turun dari ranjang untuk ke kamar mandi. Biar bagaimana pun ia tetap seorang istri yang sudah seharusnya menjalankan tugasnya, mengabdi kepada suaminya.

Membersihkan diri terlebih dahulu dan mengganti pakaiannya lima menit kemudian Shasi telah selesai membersihkan diri dan bergegas ingin keluar kamar, namun tertahan karena mendadak kepalanya memikirkan sesuatu. "Apa, ya?"

Shasi menggigit ujung jemarinya sembari mengingat-ingat. Ah, iya, ponselnya, ia baru ingat kalau ke mana-mana sering membawa benda itu. Dan sekarang kenapa Shasi tak membawanya, di mana ia meletakan ponselnya semalam. Di meja nakas tak ada, juga di samping bantal tak ada. Mengapa Shasi bisa melupakannya? Ceroboh sekali ia.

"Di mana ponselku?" Shasi mencoba mengingatnya, tapi justru tak bisa. Sudahlah mungkin saja ia lupa. Tapi saat mencoba mengingatnya, hal lain justru terlupakan olehnya. Ia tak tahu, dan tak menyadarinya.

Melupakan ponselnya sesaat Shasi dengan wajah cerah dan penuh semangat kembali meneruskan niatnya yang hendak keluar kamar. Hari ini ia sudah berjanji akan menemani kakaknya jalan-jalan jadi Shasi harus cepat-cepat ke kamar Fiera dan membangunkan kakaknya. Shasi jadi tidak sabar ingin menghabiskan waktu bersama Fiera. Hari ini dia akan melihat senja bersama kakaknya.

Sambil tersenyum riangan Shasi melangkah menuju kamar kakaknya. Di tengah langkahnya ia menatap ke sekeliling rumah ini, Shasi menyipitkan mata ketika menemukan keanehan. "Kok beda!" ujarnya, merasakan perbedaan dari rumahnya. Sebenarnya ini rumah siapa? Mengapa tak seperti rumahnya?

Shasi termenung kepalanya sibuk berpikir keras, hingga tak terasa ia justru berhenti di depan pintu kamar yang terasa asing baginya. Tetap dalam benaknya ia tetap berpikir kalau itu kamar Fiera.

"Ko pintunya berubah?" Shasi menatap pintu itu lalu menggeleng, terlihat seperti orang pikun, namun senyum itu tetap terbit di wajahnya.

"Kak! Ka Fiera, bangun, Ka! Kita jadi jalan-jalan ke pantai, kan?" teriaknya di depan pintu itu sambil mengetuknya. Padahal pintu kamar Fiera yang biasa Shasi ketuk berwarna hitam, namun di depannya berwarna coklat, tetapi gadis muda itu tetap beranggapan itu kamar kakaknya.

Tok! Tok! Tok!

"Kakak! Cepat, bangun! Nanti keburu siang!" Shasi masih berteriak di depan pintu.

Sedangkan di dalam kamar Revand tersentak saat mendengar teriakan di luar sana. Gelas wine dalam genggamannya sampai terlepas dari tangannya sangking terkejutnya mendengar teriakan itu, suara yang Revand yakini sebagai istri penggantinya.

Memijat pangkal hidungnya, Revand merasakan kepalanya berdenyut, pusing dan dan berputar-putar. Efek karena terlalu banyak minum. Ia bahkan tak sadar sampai ketiduran di kursi. Karena ingin melupakan rasa kehilangannya ia sampai melakukan itu. Padahal dirinya bukan penikmat minuman keras.

Decakan kasar keluar dari bibirnya saat ia kembali mendengar pintu kamarnya di ketuk atau lebih tepatnya digedor dari luar disertai suara cempreng memakan telinga yang semakin membuat kepalanya terasa akan pecah mendengarnya. Tidak ada siapa pun di rumah ini selain dirinya dan gadis yang ia nikahi kemarin demi janjinya kepada sang pujaan hati, seharusnya bukan suara itu yang Revand dengar melainkan wanita yang dicintainya, setiap kali mengingat penyebab dirinya kehilangan Fiera kebencian itu berkobar di dalam dirinya untuk gadis itu.

"Kakak buka pintunya, Ka! Ayo, bangun! Katanya mau jalan-jalan."

Lagi gadis sialan itu menggedor pintu kamarnya, semakin membuat Revand geram. "Berengsek!" umpatnya, pria itu langsung bangkit dari sana untuk membuka pintu.
Saat pintu terbuka hal pertama yang dilihatnya adalah wajah bingung gadis di depannya.

"K-amu siapa? Di mana kakakku?" katanya, dengan raut penuh kebingungan Shasi memandang Revand layaknya ia orang asing.

Revand merasa heran dengan tingkah gadis itu. Apa gadis itu sedang memainkan trik dengannya? Berpura-pura polos supaya dirinya tidak membencinya? Tentu saja Revand bukan orang bodoh yang begitu saja percaya.

"Kamu dengar! Apa pun yang sedang kamu rencanakan aku tidak akan terpengarug!" Kemudian Revand mendorongnya, menjauh dari pintu kamarnya. Tangannya langsung mencekik leher Shasi. "Berhenti berpura-pura polos di depanku."

Shasi meronta, berusaha melepaskan cekikan Revand. Ia terbatuk-batuk, napasnya tersengal. "Lepaskan aku, kumohon! Aku benar-benar tidak tahu siapa kamu?"

Revand berdecak. Lagi-lagi gadis itu masih bermain trik dengannya. "Kamu pikir aku akan tertipu dengan wajah polosmu! Apa yang kamu rencanakan dengan berpura-pura tidak mengenaliku?" Revand melepaskan cekikannya namun pandangannya masih menatap Shasi dengan tajam.

Shasi menggeleng. "A-aku memang tidak mengenal kamu!" Kedua matanya berkaca-kaca, ia menundukan kepalanya.
Kenapa pria di depannya begitu marah padanya? Memangnya siapa dia? Shasi benar-benar tidak mengingatnya.

"Aku salah apa? K-enapa kamu kasar sama aku?" ujarnya dengan nada gugup karena takut dengan tatapan tajam Revand

Pria itu tampan, sayang kasar, pikir Shasi. Niat Shasi ke kamar itu untuk mencari Fiera, kenapa pria itu yang ada di dalam kamar,
lalu di mana kakaknya? Kenapa Shasi tak melihat beradaannya, bahkan di dalam kamar itu. Saat menatap ke sekeliling lebih jelas lagi, otak Shasi kembali berpikir keras, ia kembali sadar kalau rumah ini memang bukan rumahnya?

"Aku di mana?" gumamnya dengan wajah ketakutan yang masih bisa Revand dengar.

Revand yang melihat keanehan gadis itu mendengus, dia tidak akan terpengaruh dengan trik kotor itu. Biar saja Shasi mau berulah seperti apa Revand tidak akan peduli. Gadis itu ingin membodohinya, jangan harap ia akan kasihan.

Baginya Shasi hanyalah gadis pembawa sial yang telah membuatnya kehilangan wanita yang dicintainya, penghancur kebahagiaannya. Sampai kapan pun Revand tidak akan menerima gadis itu sebagai istrinya, melihat wajah Shasi malah membuat emosinya tersulut.

Kembali mendekati gadis itu Revand menarik rambutnya, membuat Shasi mendongak. "Berhenti berpura-pura, sialan!" Netra hitam pekannya menyala, menatap Shasi kian tajam, bak seekor harimau yang menatap mangsanya, membuat Shasi ketakutan.

Shasi menggeleng, air matanya tumpah akibat rasa sakit yang dirasakannya di kulit kepalanya. "A-ku-"

"Berhenti berpura-pura polos seolah-olah kamu tak tahu apa-apa," geramnya di telinga Shasi lalu menghempaskan kepalanya hingga Shasi terlempar ke dinding dan kepalanya membentur dinding

Shasi meringis, menyentuh kepalanya yang berdarah. "A-pa salahku? K-enapa kamu seperti ini?" Shasi memberanikan diri bertanya, tetapi pertanyaannya tidak disahuti oleh Revand karena pria itu memilih meninggalkan Shasi dan kembali ke kamar.

***

Revand tidak tahu kenapa hidupnya seperti ini. Kebahagiaan yang sudah disusunnya bersama wanita yang dicintainya hilang dalam sekejap. Ia sudah membayangkan akan mengucapkan janji suci pernikahan bersama kekasih hatinya, wanita yang dicintai dan penggenggam hatinya. Membayangkan akan tidur di samping orang yang dicintainya, terbangun di pagi hari dan melihat wajah Fiera setiap saat, lalu memiliki anak dan merasakan hari hari bahagia lainnya bersama Fiera.

Revand tak menyangka kalau apa yang sudah direncanakannya ternyata tidak sesuai dengan kehendaknya. Ia terbuai oleh rasa bahagianya sampai melupakan satu fakta  Kalau tak semestinya manusia berharap berlebihan. Karena Tuhan tidak akan senang. Dan terbukti, Tuhan membalikan harapannya dengan apa yang dikehendakinya. Tak membiarkan takdir bersatu dengan wanita terkasihnya, dan Tuhan malah mempersatukannya dengan gadis itu.

Gadis yang seharusnya menjadi adik iparnya kini justru malah menyandang gelar sebagai istrinya. Takdir memang sulit ditebak. Dalam sekejap Tuhan membuat mimpinya hancur. Dalam sekejap pula semua berubah total. Ternyata memang benar manusia hanya bisa berencana namin Tuhan yang menentukan hasil akhirnya, sekarang Revand tak lagi berharap pada kebahagiannya. Sebagai hambanya yang tak bisa menolak takdir Revand tetaplah manusia biasa yang terkadang ingin mengeluh dan menyalahkan takdir saat Tuhan memberinya ujian seberat ini. Ya Tuhan bagaimana bisa ia menikah dengan gadis itu. Bagaimana bisa ia menjadikan adik dari wanita yang dicintainya sebagai istrinya.

Revand menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Berjalan di koridor rumah sakit dengan pikiran yang tak tentu arah. Memikirkan masa depannya yang telah hancur begitu saja karena ulah gadis itu.

Berbelok ke arah ruang prakteknya yang terletak di rumah sakit Revand tak bisa menghentikan segala pikiran negatifnya tentang gadis itu.

Pagi-pagi sekali sudah membuat ulah. Berlaku layaknya orang linglung, menganggap dirinya orang asing. Ia tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh Shasi sampai berpura-pura seperti seorang Amnesia. Apa pun itu, Revand tidak akan pernah terkecoh dengan apa yang dilakukannya. Lihat saja nanti, jangan dia kira ia akan diam saja dengan semua kekacauan ini , ia pasti akan membalasnya. Revand akan membuat hidup gadis itu sengsara.

"Revand!"

Revand hendak membuka pintu ruangannya saat suara seseorang mengintrupsinya, membuatnya membalikan tubuh untuk melihat si pemanggil. Saat melihat orang itu, Ia tak menjawab panggilannya dan hanya memandang pria yang mulai berjalan mendekatinya dalam diam.

"Aku pikir kamu tidak tugas hari ini."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro