• Empat •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

New York. December 27, 2018.

Suara langkah yang sibuk lantas saling bertumpang tindih di belakang Zach. Aroma alkohol dan obat - obatan yang menyengat menyeruak masuk secara paksa ke indera penciuman detektif muda itu saat langkahnya semakin dalam menuju ke salah satu ruangan di rumah sakit ternama di kota New York, Golden Hospital.

Ia mengetuk pintu transparan di hadapannya sebanyak tiga kali sebelum akhirnya masuk dengan cara mendorong pintu berukuran besar di hadapannya.

Zach kemudian melanjutkan langkahnya dan berhenti setelah seorang dokter dengan papan nama bertuliskan 'Paul Molins' menghampirinya. Masih dengan jas putih dan papan tipis berisi tumpukan - tumpukan kertas di tangan kirinya, Paul tersenyum kecil dan melepaskan kacamatanya. "Lama tidak bertemu denganmu, Zach," pungkasnya berbasa - basi.

Ia kemudian menjabat tangan Zach yang tampak bosan dengan guyonan Paul terhadapnya. Sebelum akhirnya Zach memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menaikkan satu alisnya penasaran. "Sejak kapan kau menggunakan kacamata? Kau tidak memakainya saat terakhir kali kita bertemu dua hari yang lalu."

Paul pun tertawa. "Ah, kau memang ahlinya dalam sarkasme. Tapi menggunakan kacamata seperti ini sedang tren di kalangan anak muda."

Zach mengangkat kedua sudut bibirnya tatkala mendengar pujian yang lebih seperti sindiran untuknya tersebut. "Bagaimana dengan hasilnya? Apakah sudah dapat dipastikan kematiannya disebabkan oleh apa?" tanyanya, berusaha mengembalikan topik pembicaraan mereka. "Kami menemukan korban dalam keadaan yang sama seperti dua wanita sebelumnya, Paul."

Wajah yang tak lagi muda dari Paul terlihat berubah. Kerutan halus pada keningnya semakin tercetak jelas tatkala kedua alisnya bertaut dalam. "Maksudmu, dia juga diikat dengan pakaiannya sendiri?" tanyanya memastikan.

Dan Zach pun menganggukkan kepalanya. Pria dengan kemeja hitam panjang yang sengaja ia gulung sampai ke bawah siku itu melanjutkan, "Ya. Ada stoking di dalam mulutnya."

"Ah, ya, ya, aku mengerti." Paul kemudian membuka lembaran kertas pertama pada papan tipis yang berada dalam genggamannya. Ia membaca lamat - lamat semua tulisan yang ada di halaman pertama sebelum akhirnya kembali bersuara, "Dan sebenarnya, wanita ini juga meninggal karena cekikan di lehernya. Bahkan jika boleh kubuka secara detil, pola cekikan dan tempatnya benar - benar sama. Mungkin hanya kebetulan, tapi setelah mendengar perkataanmu, aku menjadi yakin bahwa mereka dibunuh oleh orang yang sama."

"Artinya ini memang merupakan pembunuhan berantai," sambung Zach menyimpulkan. "Tapi, apakah kau dapat menemukan luka lain pada tubuhnya?"

Dokter forensik yang telah menangani proses autopsi selama bertahun - tahun itu pun menganggukkan kepalanya dan kembali menggunakan kacamata kotak berwarna transparan miliknya tadi. "Tentu. Ada bekas luka pada pergelangan tangan wanita itu." Dan memberikan papan berisi laporan - laporan hasil pemeriksaannya kepada perawat yang baru saja masuk ke ruangannya dan berdiri tepat di belakangnya. "Korban tampaknya dibius sebelum dibunuh. Kami menemukan sejenis larutan berisi kandungan obat tidur di dalam lambungnya. Dan bekas luka pada pergelangan tangan bisa saja didapat setelah korban dibunuh, lalu hendak dibuang ke suatu tempat."

"Apa tidak ada tanda - tanda perlawanan?"

"Tidak. Kami tidak menemukan apapun," jawab Paul seadanya. Pria dengan tubuh kurus dan kumis tipisnya itu pun menggumam pelan sebelum akhirnya kembali bertanya, "Tapi sepertinya, pelaku benar - benar sudah mengetahui medan. Ia tidak meninggalkan luka yang dalam pada pergelangan tangan korban meski menyadari bahwa tubuh korban tidak ringan."

Zach yang setuju dengan pernyataan itu pun mengangguk mengiyakan. "Ya, kurasa dia sudah cukup terlatih. Melihat dia membunuh dua wanita lain dengan cara yang sama di tempat yang hampir hampir sama juga antara satu dengan yang lainnya," terangnya. "Mereka bahkan memiliki pekerjaan yang sedikit berhubungan."

"Apakah mereka saling mengenal?" tanya Paul penasaran.

"Kami akan segera mencari tahu. Setidaknya kami sudah mengantongi informasi kematian korban."

Tiba - tiba Paul menjentikkan jarinya di udara, wajahnya juga berubah antusias, ia tampak teringat akan sesuatu. "Seperti yang kau katakan kemarin, dia memang tewas sehari sebelum seseorang menemukannya," ungkapnya. "Ia sepertinya diculik terlebih dahulu sebelum benar - benar dibunuh dan mayatnya ditinggalkan di rumah tua yang sudah tak terpakai."

Detektif berusia 27 tahun itupun menganggukkan kepala lagi, mengiyakan perkataan sang dokter yang sudah lama menjadi rekan karibnya. "Dia memang dilaporkan hilang seminggu sebelumnya dan ditemukan oleh seorang youtuber yang hendak membuat konten di rumah tua tersebut. Aneh, bukan?" Zach kemudian menyilang kedua tangannya di dada. "Dia bukanlah orang pertama yang masuk ke rumah tua itu, tapi pembuat konten lainnya tidak menemukan apapun selain rumor bahwa rumah itu dihantui. Bukankah bocah itu cukup sial karena menemukan mayat di sana?"

Lagi, Paul tertawa. "Lalu, bagaimana keadaannya sekarang? Apakah dia menjadi tersangka dalam kasus ini?"

"Ah, tidak. Dia memiliki alibi yang cukup kuat." Pria dengan tubuh atletisnya itu lantas memijit keningnya canggung. "Kami justru mencurigai seorang penulis terkenal dan memiliki komunikasi dengan korban di hari dia dinyatakan menghilang."

Paul mengatup mulutnya dan menepuk pelan punggung Zach. "Kasus pembunuhan dua korban sebelumnya sudah mulai diangkat oleh media dan ramai diperbincangkan di sosial media, jika akhirnya kasus ini melibatkan orang - orang terkenal seperti pembuat konten dan penulis, artinya kau akan sangat diperhatikan oleh masyarakat New York, Zach."

"Kedengarannya mengerikan," tandas Zach tak suka.

"Ya, selamat datang di kota New York." Paul tertawa lagi dan menepuk - nepuk punggung Zach dengan santainya. Membuat otot - otot di wajah detektif muda itu sedikit mengendur dan senyuman terangkat di kedua sudut bibirnya yang abu - abu. "Pastikan kau menangkap pelakunya sebelum ada korban lain yang datang menemuiku, Zach."

Ia mengangguk untuk menimpali perkataan Paul. Kemudian berkata, "Aku akan menghubungimu lagi. Aku harus pergi ke suatu tempat dengan Nathaniel sekarang."

Dan Paul pun memberikannya kesempatan untuk pergi. Zach kemudian berjalan menuju mobilnya dan duduk di balik kemudi setelah sampai. "Bagaimana?" tanya Nathaniel penasaran. "Kenapa kau tidak pernah membiarkanku masuk? Kau justru membuatku mati penasaran di dalam mobil seperti ini."

Zach memutar kedua bola matanya malas. Ia bahkan hanya meninggalkannya kurang dari sepuluh menit, tetapi Nathaniel sudah menggerutu seperti biasa. Ia pun memasang sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobilnya. "Mereka dibunuh dengan cara yang sama," katanya memberi tahu. Dan tepat setelah mobil dirasa siap, Zach pun menancapkan gasnya sembari berkata, "Mari kita cari tahu apakah Maria, Sisil dan Maribeth memiliki hubungan pertemanan atau semacamnya. Kita perlu tahu apakah pelaku mungkin berada di lingkup pergaulan yang sama dengan para korban atau tidak."

"Baiklah jika itu yang ingin kau lakukan sekarang. Mari berangkat!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro