a good purpose|| 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Saya melihat dia berada di satu tempat yang sama dengan anda, Tuan." Fano memicingkan matanya, menatap Kris. Saat ini ia sudah kembali ke kantornya setelah mengantar Shesil dan Melati pulang.

"Di mana? Kapan kamu melihatnya?" Fano mengerti maksud kata 'Dia' yang Kris katakan. Pikirannya langsung tertuju pada wanitanya.

Kris memberikan proposal pada Fano, dokumen yang harus pria itu tanda tangani. "Tadi siang, di taman kanak-kanak." Beritahunya, menatap bosnya dengan sikap hormat. "Selama saya memantaunya dia memang kerap kali mengunjungi taman kanak-kanak. Bukan hanya di tempat Tuan dan Shesil menjemput Melati saja, namun di tempat lainnya juga." Kris menjelaskan. Memang sudah menjadi tugasnya mengawasi perempuan itu dan Fano yang memerintahkannya selama ini.

Fano belum mengerti maksud penjelasan Kris. Dia menutup proposalnya setelah selesai menandatanganinya. "Apa kamu tahu untuk apa dia ke sana?" Fano bartanya, rasa ingin tahu tentang wanitanya membuat ia hanya mengalihkan pokusnya pada Kris. Menanti Kris memberikan jawaban.

Kris menggeleng. "Saya tidak tahu, Tuan, dia terlalu pintar menutup akses tentang kehidupannya di masa lalunya sampai saya sulit menguak informasi sedalam-dalamnya." Fano terdiam, penjelasan Kris membuat pikirannya kembali tumpang tindih memikirkan Letta.

Jika siang tadi wanitanya berada di taman kanak-kanak satu tempat dengan dirinya dan Shesil, tidak menutup kemungkinan jika Letta melihat dirinya bersama Shesil dan Melati. Sial. Apa yang akan dipikirkan oleh wanitanya setelah ini? Jika Letta melihat dirinya, gadis itu pasti akan semakin sulit dijangkau. Fano merasakan pening di kepalanya, memikirkan Letta membuat pikirannya terkuras habis.

"Kris." Fano mengusap wajahnya kasar. Letta begitu menyita seluruh perhatiannya dari pekerjaan yang menyibukan dirinya sejak dua tahun belakangan ini. Sejak pertama kali Fano menjadi penerus papanya dan menjabat sebagai Direktur Utama di perusahan milik papanya. Fano selalu menyibukan dirinya dengan pekerjaan. Itu ia lakukan sebagai bentuk pengalihan. Di mana ia sedang mencoba mengalihkan pikiran gilanya karena terlalu merindukan wanitanya.

"Menurutmu apa yang akan dia lakukan setelah ini? Apa dia akan berpikiran buruk lagi kepadaku?" Kris menghela napas, bingung harus merespon apa. "Apa aku bisa memperjuangkan dia, menuntut maaf darinya dan membuat dia kembali kepadaku lagi?" tanya Fano dengan nada berat.

Lagi Kris bingung harus mengatakan apa. Namun sebagai orang kepercayaan Fano yang begitu dekat dan terlalu memahami sikap tuannya, Kris mencoba menjadi teman curhat yang baik untuk tuannya. "Saya rasa semua hanya perlu waktu, Tuan." Kris membuka lemari pendingin di dalam ruangan itu, mengambil minuman soda dingin untuk Fano, lalu meletakan minuman dingin itu di depan bosnya, ia rasa tuannya butuh minum.

"Percaya saja kalau lambat tahun nona akan memaafkan, Tuan." Fano mengambil napas sedalam-dalamnya. Ada keraguan di dalam dirinya, tapi perasaannya yang begitu besar pada wanitanya membuat jiwa semangat dalam diri Fano berkobar. "Kuncinya, Tuan hanya perlu berjuang, ingat bahwa usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil." Nasehat Kris, Fano jadi semakin yakin, semua perjuangannya baru akan dimulai dan belum berakhir sampai di sini.

Jika wanitanya menolak dirinya terus-menerus, maka Fano akan beribu kali mendekatinya. Tidak peduli bagaimana pedasnya mulut wanitanya, itu tidak akan mengusir dirinya menjauh. Juga tidak peduli meski wanitanya mau berubah semengerikan apa? Cintanya pada Letta akan selalu ada.

"Kris." Saat ia sudah mulai yakin ingin perjuangan wanitanya, Fano memanggil Kris kembali.

Kris yang entah sejak kapan sudah duduk di depannya dan sedang mengecek schedule Fano, langsung menatap bosnya. Fano pun menatap Kris, raut dinginnya sudah kembali, mukanya kembali datar. Lupa kalau beberapa saat lalu dia baru saja curhat dengan orang kepercayaannya.

"Cari tahu semua hal tentang dia tanpa terkecuali. Bagaimanapun sulitnya aku tidak mau tahu, kamu harus mendapatkannya, Kris." Mulainya lagi sudah kembali pada sikap bossy-nya

Kris mengangguk. "Saya akan berusaha, Tuan." Kata Kris, tapi kemudian lelaki yang saat ini menggunakan kemeja coklat dengan celana bahan yang melengkapi penampilannya tiba-tiba saja terdiam, kepalanya mulai berpikir penuh. Mengumpulkan segala kejadian yang pernah tuannya ceritakan padanya.

"Tuan." Fano menatap Kris. "Apa mungkin jika semua ini ada hubungannya dengan seorang anak?" Kris menebak, berhasil membuat tubuh Fano menegang kaku dan mati rasa.

Dia menggeleng tidak yakin. "Kurasa tidak mungkin, Kris." Fano menolak mempercayai asumsi yang Kris lemparkan. Tapi kenapa hatinya mendadak tidak yakin, seperti hatinya merasa ada yang hilang juga saat Kris mengatakan seorang anak.

Jantung Fano mendadak berdebar hebat, pikirannya memikirkan soal Letta dan asumsi yang Kris katakan. Kenapa ia merasa seperti ini?

"Jika dia sempat hamil aku sudah pasti akan mengetahuinya sejak tiga tahun yang lalu," kata Fano, tapi ia terdiam setelahnya. Mendadak ingat jika dulu saat kesalahpahamannya pada wanitanya, ia sempat menghindari Letta beberapa saat dan tidak pernah bertemu lagi setelah wanitanya pergi meninggalkan dirinya. Dan sekarang Fano mendadak tidak yakin, pikiriannya langsung goyah.

Anak! memikirkan itu membuat sesak kembali muncul di dalam dirinya. Jika ada seorang anak hadir diantara mereka, dia tidak bisa lebih merasa menyesal lagi setelah ini.

"Tapi saya rasa nona tidak akan mungkin membuang-buang waktunya untuk pergi ke sana jika tidak ada sesuatu yang terjadi padanya, Tuan." Fano mengangguk, membenarkan segala kejadian yang sedang Kris simpulkan. "Tapi yang belum saya mengerti kenapa nona melakukan itu jika tidak ada hubungannya dengan seorang anak," katanya, semuanya membuat beban pikiran Fano bertambah.

Wanitanya pintar menutup identitasnya, sampai tak seorangpun mengetahui jati dirinya yang dulu. Dia benar-benar telah membersihkan jati dirinya yang dulu menjadi sosok baru.

"Lakukan apapun yang kamu bisa, kutunggu kabar selanjutnya darimu, Kris." Fano menutup kalimatnya, menyuruh Kris menjalankan apa yang belum ia ketahui tentang wanitanya. Saat ini Fano kembali merasa sesak saat ia kembali diingatkan tentang kejadian di toilet tadi bersama wanitanya. Ia belum memiliki kesempatan banyak untuk menjelaskan segalanya, waktunya yang hanya sedikit, malah ia pergunakan untuk menyalurkan kerinduannya pada sosok wanitanya.

***

Letta membuang semua barang-barang miliknya. Segala jenis make up yang berada di depan meja riasnya ia hamburkan begitu saja. Semua yang ia lakukan kepada Shesil belum membuat Letta merasa puas.

"Arghhhhh...." teriaknya seperti orang kesetanan. Lalu tangisnya kembali pecah saat kemarahan di dalam dirinya membuat sakit itu kembali ia rasakan.

"Berengsek, Berengsek... berani-beraninya kalian bahagia disaat aku bahkan kehilangan anakku." Letta tertawa, dia mengacak-ngacak rambutnya lalu menangis lagi. Membayangkan kebersamaan si sampah itu bersama si berengsek dan juga anaknya membuat dendam itu lagi-lagi berkobar di dalam dirinya. Letta menangis, ia memukul dadanya keras-keras. Ketika bayangan dirinya di tiga tahun lalu lagi-lagi menguasai kendali dirinya.

Pakaian yang dikenakannya sudah aut-autan. Menendang, berteriak dan memberontak ke sana-kemari Letta sekuat tenang melawan ketika ketiga orang itu sudah siap melecehkan dirinya lebih jauh lagi, Letta tidak sudi disentuh oleh para bajingan ini. Ia sudah menangis sejadi-jadinya. Jika mereka sampai berhasil menyentuhnya, ia bertekat akan mengakhiri hidupnya.

"JANGAN KUMOHON JANGAN! JANGAN LAKUKAN ITU." Dia menutupi area pribadinya yang di buka paksa oleh lelaki itu, ingin kembali berontak namun tidak mampu saat tenaganya mulai habis dan tergantikan oleh kram di perutnya yang membuat dirinya tidak bisa menahan sakit di area perut.

Letta mencengkram perutnya. "Sakit... perutku sakit, argghhh." Namun orang-orang itu hanya tertawa melihatnya, tidak ada rasa iba sedikit pun pada Letta.

"Akan lebih sakit lagi jika kamu tidak menikmatinya, Sayang." Dan satu lelaki di depan sudah meregangkan tungkainya.

Letta menggeleng dalam tangisannya, "Ja ... ngan ku ... mohon." Tangisnya pecah berkali-kali, tubuhnya sudah lemah. Letta tidak sanggup melawan, kesadarannya akibat rasa sakit pada perutnya hampir menghilang.

"Ya Tuhan jika ini akhir dari hidupku, kumohon jangan biarkan mereka hidup tenang diatas rasa sakitku." Doanya di dalam hatinya saat sakit pada perutnya semakin menjadi-jadi.

"Tapi jika engkau masih mengizinkanku untuk tetap hidup, berikanlah pertolonganmu, selamatkan anakku dan jangan biarkan orang-orang ini merenggutnya." Letta menutup matanya, saat kesadaran itu telah terenggut dari dirinya, saat itulah bantuin datang. Mereka yang siap menggagahi Letta tiba-tiba saja mendapatkan pukulan dari arah belakang. Menoleh marah ketiga orang itu melihat sepuluh orang bodyguard berpakaian hitam mengerubuni mereka dan memukul mereka tanpa ampun.

Di sisa-sisa kesadarannya Letta melihat seorang wanita paruh baya mendekatinya. "Are okay, wake up, Sayang, tenanglah kamu sudah selamat, kamu akan baik-baik saja." Perempuan itu menggenggam tangannya, Letta membalas genggaman tangan itu dengan remasan kuat sebelum kesadarannya benar-benar hilang dan ia masih bisa merasakan sesuatu mengalir diantara pangkal pahanya.

"Ya Tuhan selamatkan anakku." Dan kegelapan itu mengambil alih kesadarannya.

Tangisnya pecah, rasa sesak karena ingatannya di malam menggenaskan itu membuat Letta kesulitan menghirup oksigen, napas Letta memburu dan jejak-jejak kepedihan itu kembali menguasai dirinya.

Kenapa Tuhan tidak pernah adil dengannya? Segala penderitaan selalu berulang kali menimpanya. Disaat dia sudah menerima sisa hidupnya yang terakhir, Tuhan mengambil anaknya juga.

Kenapa Shesil dapat dengan mudah bahagia dengan anaknya? Sementara lihatlah bagaimana dia. Letta sudah menjadi manusia baik, tapi tak ada kebahagiaan yang didapatkannya, sementara perempuan itu, lihat saja bagaimana buruknya dia dulu memperlakukannya, tapi Tuhan masih saja memberikannya kebahagiaan.

Apa dirinya begitu buruk sampai-sampai Tuhan justru mengambil satu-satunya harapan dirinya untuk bahagia. Tangan Letta mengepal, rahangnya mengeras, dan sejurus kemudian seringaian kembali terbit diantara tangisannya. Dan dendam itu kian menumpuk di dadanya.

***

"Alex sayaaaangg~"

Langkah Fano dan Kris terhenti tatkala ia mendengar suara yang tidak asing lagi di telinga mereka. Dia bersama Kris menoleh dan terkejut saat tatapannya menangkap seorang perempuan dengan semi dres terbuka lengkap dengan sepatu boots sepanjang betis, tampak berlari heboh menuju tempat mereka dan menyerbu Alex, rekan bisnisnya.

"Letta, Baby~"

Alex beranjak dari kursinya, menyambut Letta yang datang bersamaan dengan Fano. Bukan bersamaan juga, tapi Fano yang lebih dulu tiba di meja Alex dan Letta menyusul datang di belakangnya tanpa disadari oleh Fano, membuat Fano tidak percaya dengan keberadaan wanitanya di tempat ini.

Kenapa Alex bisa mengenal wanitanya? Dan kenapa wanitanya bisa datang ke tempat ia dan Alex melakukan pertemuan? Apa Alex sengaja mengundangnya juga? Pikiran itu berseliweran di kepala Fano, membuat rahang pria itu mengeras secara tiba-tiba saat dia melihat kedekatan Alex dengan wanitanya.

Letta menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan Alex, lalu tertawa centil penuh kebahagiaan ketika Alex mengangkat tubuhnya dan memutarnya ke udara bak adegan romantis dalam film bollywood.

"Kamu makin cantik aja, Baby!" ujarnya masih memeluk Letta sambil menatap penampilan Letta yang semakin yahut setiap harinya. Yang tidak disadari Alex itu membuat perempuan yang berdiri tidak jauh dari dirinya langsung mendengus jijik. Mulai lagi buayanya, pikir Staff keuangan, yang datang bersama Alex. Tapi Alex tidak dapat melihatnya karena pria itu sedang terlalu pokus pada Letta.

Letta menangkap pandangan perempuan itu pada Alex, dan ia tersenyum sinis. Tahu betul kalau dia membenci Alex. Letta tahu perempuan itu tidak pernah menyukai Alex, begitu juga dirinya. Jika bukan karena sesuatu Letta tidak mungkin mau dekat dengan pria buaya ini.

Letta melingkarkan tangannya pada leher Alex, mendekatkan wajahnya saat Alex mencium bibirnya. Dan mereka berciuman tanpa peduli pada sekitarnya, juga pada pria yang sudah mengepalkan tangan di belakangnya.

"Aku kangen, Sayang," katanya setelah ciuman mereka terlepas dan Letta mulai menatap wajah Alex dengan kedipannya. Alex semakin merengkuh Letta hendak mengecup lehernya ketika pandangannya langsung jatuh pada Fano dan orang kepercayaannya, Kris. Dia hampir melupakan itu.

"Wait, Baby." Alex melepaskan pelukannya pada Letta. Sebagai gantinya Letta merangkul tangan Alex. "Aku hampir melupakan rekan bisnisku." Bisiknya pada Letta lalu mengajak Letta mendekat pada Fano dan Kris. Letta tersenyum tipis, mengabaikan tatapan Fano yang menatapnya, ia mencoba tidak menatap pria itu.

"Mr. Ardolf," sapanya, menjabat tangan Fano. Fano menerima uluran tangan Alex, rasa marahnya membuat ia mengencangkan jabatan tangannya pada Alex.

"Anda mengajak seorang perempuan dipertemuan kita, Mr. Alex?" Fano bertanya, terdengar seperti sebuah penekanan di kalimatnya.

Alex tampak kikuk, pria yang memiliki ketampanan serupa dengan Fano itu tampak bingung harus mengatakan apa.

"Why? Anda keberatan ada saya di sini?" disaat Alex tidak memberikan jawabannya, Letta justru yang menjawab.

Alex menoleh pada Lerta. "Baby." Dia mencoba menghentikan Letta, tapi Letta hanya tersenyum padanya, tangannya masih merangkul lengan Alex. "Tenang saja, saya juga tidak akan mengganggu," katanya dengan kendali penuh yang mati-matian ia bangun setelah tadi sore meluapakannya pada pria di depannya.

"Ayo sayang." Dia merangkul Alex, berbalik untuk ke meja mereka. Alex dan Letta berjalan lebih dulu di depan, sementara Fano dan Kris mengikutinya di belakang. Fano dengan rahang mengeras menatap wanitanya dengan pendangan yang sulit diartikan, hanya ada kecemburuan dan kemarahan di dalam dirinya.

Alex menarik kursi untuk Letta. "Silahkan, Baby." Ia tersenyum manis pada Letta.

"Makasih, Sayang." Letta membalasnya dengan senyuman serupa.

Semakin panas saja Fano melihat kekonyolan Alex dan wanitanya. Berengsek, ingin rasanya Fano menghajar Alex dan menyeret wanitanya agar tidak bersikap seperti ini lagi. Sialan tapi dia tidak bisa melakukan itu.




🌿🌿🌿

To be continued..
Kamis, 20 juni 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro