Bab 1. Kembali Sekolah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nicoleta turun dari mobil mewahnya, terdiam sebentar untuk menatap bangunan yang ada di depannya. Sebuah rumah milik keluarganya yang lebih kecil jika dibandinkan dengan rumah yang ia tempati dari kecil. Rumah itu sengaja dibanun sebagai tempat untuk menyewakan kamar bagi siswa sekolah Wauperth, sekolah yang Nicoleta akan masuki.

"Nona, apakah saya perlu membawa barang anda sampai ke dalam?" Nicoleta menatap lelaki yang menjadi supir keluarganya sudah berdiri disebelah kopernya.

"Tidak perlu, aku bisa membawanya sendiri. Terima kasih atas bantuanmu." Lelaki itu menunduk hormat kepada Nicoleta yang tidak memunculkan ekspresi dan kembali ke dalam mobil.

"Kamu itu, sudah mendapatkan pelayan kenapa tidak digunakan dengan baik?"

"Itu adalah pilihanku, kenapa ikut campur?" Nicoleta menatap seorang wanita di dalam mobil melihatnya dengan ekspresi bingung tetapi pasrah. Dari pakaiannya sudah menunjukkan kekayaannya.

"Ada apa dengan sikapmu itu? Apa hanya karena aku bukanlah ibu kandungmu jadi kamu bersifat seperti itu?" Wanita itu meninggikan sedikit nada suaranya karena merasa terhina.

"Tidak juga." Nicoleta membawa koper pribadinya masuk ke dalam rumah, meninggalkan ibu tirinya yang menghela nafas pasrah. Ia benar-benar tidak terbiasa dengan sifat acuh anak tirinya.

"Hei, Nicoleta." Yang dipanggil menoleh kebelakang, wanita itu keluar dari mobil dan berjalan mendekati Nicoleta. "Semoga sekolahmu menyenangkan."

"Datang kemari hanya berbicara seperti itu?"

"Lalu kenapa? Punya masalah mengenai hal itu?" Ibu tirinya tersenyum miring, sedikit mengejek dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

Terlihat lengkungan senyuman tipis di wajah Nicoleta. "Terima kasih." Nicoleta berbalik dan meneruskan perjalannya masuk ke dalam bangunan.

Wanita itu tetap di tempatnya sampai Nicoleta menghilang dibalik pintu. Ia menghela nafas sambil tertawa pelan. "Dasar anak itu." Ia berbalik, masuk ke dalam mobil, dan pergi dari tempat itu.

Nicoleta masuk ke dalam kamarnya dan membanting tubuhnya di atas kasur yang empuk. Perasaan lelah sudah ia rasakan selama di perjalanan. Bukan karena perjalanan karena tidak perlu memakan waktu yang lama, hanya saja Nicoleta harus mempersiapkan mentalnya untuk menghapi sekolah lagi. Tidak perlu menunggu terlalu lama, Nicoleta tertidur dengan posisi yang sama.

Hari pertama sekolah Wauperth dimulai. Untungnya rumah tinggal Nicoleta sementara memang sengaja dibangun dekat dengan sekolah, jadi memudahkan siswa-siswinya mengatur waktu. Nicoleta berjalan dengan ekspresi acuh ditengah-tengah teman seangkatannya yang mengagumi sekolah baru mereka. Langkahnya berhenti saat melihat pagar pembatas batu sekolah yang dindingnya melelh.

"Ah, itu adalah sebuah sejarah." Seorang pria tua mendekati Nicoleta dari arah sekolah dengan senyuman melihat pagar pembatas itu.

Nicoleta mendengus pelan. "Ya, si topeng menyebalkan." Suara pelan Nicoleta tertutupi oleh langkah dan perbincangan para murid yang lewat di sekitarnya.

"Apa?" Pria itu melihat Nicoleta bingung karena tidak mendengar perkataan Nicoleta.

"Mengapa tidak dibetulkan?" Nicoleta akhirnya melihat lawan bicara yang berdiri di depannya.

Pria itu kembali melihat ke arah pagar pembatas dengan tatapan dan seyuman sendu. "Walaupun terlihat seperti barang rusak tetapi itu adalah sebuah kenangan kecil untuk terus mengingat kepala sekolah terdahulu."

"Begitu." Nicoleta mengangguk pelan. "Kalau begitu saya permisi, kepala sekolah." Nicoleta beranjak dari tempat itu dengan menunduk kecil sampai melewati pria itu.

"Selamat menikmati hari pertama sekolahmu!" Pria itu melihat Nicoleta sampai tubuhnya tertutupi oleh siswa-siswi yang lain.

Sesampai di dalam bangunan sekolah, Nicoleta sengaja berbelok menuju lorong tempat foto alumni-alumni yang telah dinobatkan sebagai pahlawan oleh sekolah dipajang. Dinding lorong diberikan wallpaper berwarna dasar merah dengan hiasan yang menyerupai tanaman rambat berwarna emas. Setiap foto berikan bingkai yang indah dan mewah pada zamannya dengan nama, tahun lahir, prestasi dengan tahunnya, serta tahun wafat atau kelulusan.

Nicoleta bisa melihat sebagian para siswa yang berada di lorong itu tidak menggunakan jubah yang artinya mereka adalah murid baru. Semua siswa di sana menatap kagum foto para alumni yang ada di sana, berbeda dengan Nicoleta yang terus menunjukkan ekspresinya. Langkahnya terhenti di depan salah satu foto seorang wanita yang tersenyum lebar tanpa adanya beban. Nicoleta terdiam ditempatnya, mengabaikan para murid yang lewat.

"Bukankah ia hebat?" Seorang siswa laki-laki mendekati Nicoleta dengan senyumannya dan berhenti untuk mengagumi foto yang sama.

"Begitukah?" Nicoleta melirik laki-laki di sebelahnya.

"Tentu saja! Ia mengorbankan dirinya untuk keselamatan kelompoknya, walau aku dengar-dengar ia berada di peringkat paling bawah. Pada akhirnya anggota kelompoknya bisa kembali dengan selamat." Mata laki-laki itu terlihat berbinar-binar menceritakan mengenai pahlawannya.

Nicoleta memandang laki-laki disebelahnya dari ekor matanya. "Kau bodoh ya?"

"Apa?!"

Nicoleta mengarahkan wajahnya kesampingnya dengan senyuman sinis yang terlihat meremehkan laki-laki disebelahnya. "Memanya apa yang kau ketahui mengenai dia?"

Laki-laki itu melihat Nicoleta dengan tatapan terkejut dan kebingungan di saat yang sama. "Berita Joana Deforn sudah menyabar luas mengenai dia yang mengorbankan dirinya sendiri agar anggota kelompoknya dapat kembali dengan selamat. Tentu saja ia harusnya senang karena akan dikenang."

Nicoleta menormalkan ekspresinya dan kembali melihat kedepan. "Menurutku, ia sama sekali tidak senang mengenai itu."

"Kau berbicara seakan-akan dia adalah kamu."

"Kau juga mengatakan seakan-akan mengenalnya dekat." Nicoleta menaikan senyuman sinisnya sebelum beranjak keluar dari lorong itu.

Kini Nicoleta telah sampai di tempat dimana para siswa menunggu dipanggil namanya untuk masuk ke dalam sebuah ruangan penentu peringkat mereka selama berada di sekolah. Matanya menyisir semua murid yang bisa ia lihat, ada yang menggoyangkan kakinya gugup, ada yang menaik-turunkan kepalanya, mengigit kuku jari tangannya, berkomat-kamit sambil membaca kertas yang ia bawa, dan kegiatan lainnya. Nicoleta tertawa pelan, pemandangan seperti itu selalu ada dan hampir tidak berubah dari tahun ke tahun.

"Nicoleta Forndei, nomot 479."

Nicoleta berdiri dari kursinya, berjalan mendekati pintu hitam yang didalamnya adalah ruangan yang dindingnya ditutupi oleh kain hitam. Sebelum Nicoleta masuk, ia mengetuk pintu sampai ada yang menyambutnya untuk masuk.

Di dalam ruangan terdapat sebuah meja horizontal dengan lima orang yang duduk memakai pakaian gelap dan memasang wajah yang serius untuk mengintimidasi para murid. Hanya saja Nicoleta tidak terkena intimidasi itu dan duduk dengan santai di salah satu kursi yang disediakan.

"Nicola Forndei?"

"Ya, itu saja."

"Baik kita mulai." Dari tempatnya Nicoleta mengenali pria tua yang duduk dibagian tengah, itu adalah pria yang sama yang ia temui di gerbang sekolah. "Apa kamu menyukai sejarah?" Nicoleta menatap bingung pria yang meletakkan kertas yang tadi ia pegang dengan senyuman manis.

"Kepala sekolah?"

"Apa yang anda tanyakan?" Para guru yang ada di tempat itu sampai kebingungan dengan pertanyaan yang jauh dari pikiran mereka.

Nicoleta menatap datar ke satu-satunya pria yang menatapnya dengan tawa pelan, sebelum akhirnya ia menghela nafas. "Tidak juga, dulu almarhum ibu saya suka menceritakan beberapa sejarah."

"Begitu ya?" Nicoleta membalas dengan anggukan pelan, walau dengan sedikit kebohongan. "Lalu apakah ada alasan khusus bersekolah di sini?"

"Tidak, hanya sebuah paksaan."

"Apakah Nicoleta mempunyai keinginan?" Pria di sebelah kepala sekolah kini melanjutkan pertanyaan karena penasaran.

Nicoleta terdiam sebelum menunduk perlahan. Tentu saja ia mempunyai sebuah keinginan.

"Hah?!" Wanita itu langsung menutup mulutnya.

"Ada apa?"

"Ti-tidak bukan apa-apa." Wanita itu membetulkan posisi duduknya dengan dehaman kecil.

Nicoleta menatap wanita tadi dalam diam. "Iya, saya mempunyai keinginan." Perhatian sekarang kembali mengarah kepadanya. "Hanya saja tidak dapat saya katakan sekarang. Tenang saja keinginanku ini bukan ingin menghancurkan siapapun dan apapun." Nicoleta tahu bahwa sekarang ia sedang dipertanyakan pikirannya karena reaksi wanita tadi.

Setelah beberapa detik kehengingan, pertanyaan Nicoleta dilanjutkan dengan pertanyaan yang memang menjadi pertanyaan awal sampai akhirnya Nicoleta dipersilahkan keluar dari ruangan.

Setelah dari tempat itu, Nicoleta berjalan menuju kantin untuk menikmati cemilan di sana. Entah sudah berapa lama ia duduk di sana, terlihat seorang wanita yang berjalan ingin melewatinya dengan wajah lesu. Nicoleta melihatnya dengan pikiran yang menebak bahwa pekerjaannya pastilah berat.

"Itu benar." Detik berikutnya wanita itu menatap Nicoleta dengan mata yang terbuka lebar. Nicoleta yang masih memegang bungkus cemilannya menatap wanita itu dengan senyuman miring, ia sudah menduganya kali ini ada mindreader lagi yang menjadi pengawas. "Um ... iya." Wanita itu menundukkan kepalanya, merasa nyalinya mengecil.

Nicoletatidak bisa menyembunyikan senyuman gelinya. Tak lama Nicoleta berdiri."Rahasiakan yang tadi ya, bu guru," bisik Nicoleta sebelum benar-benarmelewatinya. Sekarang pikiran Nicoleta mengarah ke kegiatan sekolah yangmembosankan untuknya.

.
.
.
.
.

Jadi mulai sekarang saya akan update setiap minggu. Ini dia list ceritanya:

1. The 7 Element Controllers

2. New Daily Life Royal Twins

3. A Little Hope [Revisi]

4. As Blue Sea

5. My Family is Perfect But I'm Not

6. Akar Merah

Itu dia urutannya, bisa dicari setelah saya posting. Mungkin ada perubahan dari tata bahasa dsb-dsb tapi semoga kenyamanan dalam membaca masih bisa dinikmati yaa~

Sampai jumpa kembali :3

-(23/08/23)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro